MOTHERFUCKER

467 45 7
                                    






Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!































"Siapa tadi yang keluar dari rumah?"

Pertanyaan keluar dari pria yang di persilakan duduk oleh si pemilik rumah. Belum ada jawaban dari kawan yang lebih fokus mengancingkan kemeja putihnya itu, sang tamu menyeringai, tahu benar apa yang barusan dilakukan pria di hadapannya ini.

"Rumahmu sepi." Memindai sejenak ruangan yang ia hafal betul, "Apa anak- anakmu gak ada yang pulang?"

Mendengus pada pertanyaan kawannya, "Si sulung mana mau pulang."

Si tamu terkekeh, "Makanya nikah lagi biar gak kesepian." Yang di sindir melirik tajam.

"Aku kemaren ketemu anak sialan itu."

"Terus?" Tertarik dengan obrolan, si tamu menegakan badannya.

"Lepas lagi." Si tamu menyemburkan tawa, "Harusnya waktu itu kita rekam, biar punya anceman buat dia!"

Sang tuan rumah memijit pangkal hidungnya, tiba- tiba pening, efek umur dari banyaknya pikiran.

"Ya itu Kamu aja yang bodoh, gak bisa urus satu bocah." Si tamu makin meledek, "kalo di kasih tuh di keep, lumayan jadi gak perlu keluar duit!"

"Ketawa Kamu! Moga- moga istrimu tau!"

Sang tamu makin terbahak, "Gak bakalan, orang aku ancem pake ibunya."

"Emang beneran brengsek Kamu."

"Kita sama- sama brengsek." Ralat si tamu.

"Sssttt..." sang tuan rumah memerintah diam.

Dia melihat bungsunya pulang dari pintu yang memang tak tertutup.

Tahu ada tamu dari sepasang sepatu di luaran, si bungsu rumah ini berakting santun. Menunduk tersenyum dan menjabat si tamu lalu ayahnya sendiri.

"Nami balik mau ambil barang lagi?" Diangguki putrinya, manahan kembali langkah pergi putrinya, "Bisa buatin kopi dulu buat papa sama om Rangga? Bibik udah pulang dari tadi." Pertanyaan memerintah itu tak diangguki si putri tapi langkahnya mengarah kebelakang di mana dapur berada.

Sadar akan tatapan si tamu pada anaknya, "Jaga matamu dari anakku!"

Si tamu yang tertangkap basah terkekeh, "Anakmu cantik, semua anakmu cantik. Gimana kalo tuker Nami sama anakku?"

Tersulut emosi pada ucapan sahabatnya, "Jaga omonganmu! Dia memang anak pelacur tapi dia masih darah dagingku!" Pemilik rumah berdiri dengan mata menajam.

"Aku bukan bapak biadap sepertimu yang makan anak sendiri."

















Seluruh harinya menjadi buruk dengan satu penolakan. Niatnya ingin menenangkan diri dengan menginap di hotel, tidak mau mendengar bibir cerewetnya mertua, tak mau melihat wajah menjengkelkannya suami.

Namun ada satu manusia dungu berdiri di hadapannya sekarang ini, ditambah lagi satu manusia lugu memaksa bertemu.

Bagus! Setidaknya Inka punya dua objek untuk dicaci maki.

Evan, manusia dungu yang menembak Inka dengan pertanyaan basi.

"Udah makan?"

"Kenapa belum pulang?"

"Mau kuantar pulang?"

Bahkan Agni, sang sahabat yang semula bersama Inka memilih pergi karena tahu suasana hati perempuan itu. Agni pergi, Kaindra datang, manusia lugu memuakan.

LIMERENCE (WINRINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang