WTF

388 43 5
                                    





Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!

















"Kenapa gue gak dapet kiriman makan siang?!" Protes dengan sikap berkacak pinggang, berdiri di sebelah kurir pribadi si empu ruangan.

Si kurir, Winka wajahnya tampak bersalah, ia pandangi Agni dengan gumaman meminta maaf di saat Agni sendiri menatap tajam sahabatnya yang terlihat mengetikan sesuatu di gawainya.

TING!

Bunyi ponsel Agni yang terdengar, ia rogoh saku blazernya dan membaca pesan yang ternyata dari si gila Inka. Agni mendengus dengan isi pesan di ponselnya, ia mendelik dengan jari tengah mengacung di hadapan Inka yang menyeringai. Menghentakan kaki dan keluar dengan membanting pintu.

Winka yang tak enak hati kembali menatap kearah Inka setelah dirinya menyaksikan Agni yang pergi dengan kesal.

"Maaf... seharusnya aku bawain makan siang buat kak Agni juga."

"Gak perlu!" Inka beranjak dari kursi kerjanya, "Itu uangku jadi kopi juga makan siang cuma buatku!" Inka menyuruh Winka duduk dengan isyarat tangan, setelah terlebih dulu dirinya mendudukan diri di sofa ruang kerjanya.

"Lagian Kamu itu kurir pribadiku. Bukan kurir Agni ato siapa pun." Final Inka.

Winka yang telah duduk membuka box bento, box bento miliknya sendiri yang artinya makan siang ini gadis muda itu yang membuatnya sendiri.

Inka heran dengan box makanan itu, kalau kopi yang di bawa Winka, ia tahu pasti itu milik YASA cafe dari logo di bagnya.

"Kamu beliin di mana makan siangku? Kenapa tempat packagingnya alay gitu?" Pertanyaan dengan gerutuan keluar.

Winka tersenyum sejenak dan melihat wanita angkuh, kemudian menggeser box bento itu hingga tepat berada dihadapan Inka.

"Karena ini yang pertama juga sebagai rasa terima kasih..." Winka mendongak menatap Inka yang masih melihatnya dengan alis mengkerut, "Aku masakin sendiri, moga aja Kak Karina suka."

"Oh? Hahahahaha... pantes aja tempat makannya gemes, ternyata yang bikin si gemes." Tertawa dibuat- buat, ia malu.

"Aku coba, ya?" Winka mengangguk, potongan daging masuk ke mulut. "Enak! Enak banget!" Seru Inka berlebihan, bahkan dagingnya belum ia kunyah.

"Sukur deh kalo kakak suka." Winka tersenyum seraya membereskan tas tempat makan, "Kalo gitu aku balik ya, Kak?"

"Tunggu!" Di cekalnya tangan yang sudah meraih tas, "Bisa temenin makan gak. Agni ninggalin gue makan siang sendiri." Suaranya berubah menjadi rengekan.

Winka mengangguk, ia kembali duduk. Inka tersenyum penuh kemenangan, rayuannya berhasil.

"Kamu udah makan?" Winka menggeleng, "Kalo gitu kita makan barengan."

Winka menggeleng kencang, "Jangan. Itu makan siang Kak Karina." Ia mendorong tangan yang bahkan sudah terulur di depan mulutnya dengan sendok penuh daging.

"Kalo nolak, aku juga gak mau makan!" Meletakan kembali sesendok penuh daging yang sempat ia sodorkan.

"Kak..." tentu saja si muda merasa tak enak.

"Aku gak suka penolakan!" Bahkan sekarang dengan melipat tangan di depan.

"Kau udah pernah menolakku, dan aku gak terima penolakan lainnya."

Winka menghela nafas, memang sulit untuk menang dari si keras kepala.

"Maaf... ya udah, aku mau Kak."

LIMERENCE (WINRINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang