ANAPEGESIS

355 42 21
                                    






Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!


















Matanya membeliak disusul dengan degub tak karuan menggedor dada, dengan mata yang mulai memanas lantas air mata yang menganak disudut mata. Bibirnya bergetar melengkung ke bawah dengan gerakan tubuh yang kaku karena tak yakin dengan apa yang tengah ia lihat.

Dia tak pernah menantikan kehadiran seseorang itu, tapi kenyataan bahwa telah lama seseorang itu pergi menumbuhkan rasa rindu yang akhirnya bisa kembali terperangkap netra.

Yakin dengan pasti apa yang telah ia lihat, Winka menghambur mendekap sosok yang pagi ini berdiri diambang pintu. Isakan terdengar beriringan dengan lengan yang melingkari tubuh mungilnya.

"Winter..."







"Terima kasih..."

Winka menyajikan teh pada tamu mengejutkannya kali ini, yang di terima dengan senyum lebar dari si tamu, Sana.

"Kenapa malah ngekost sih, Win?"

Pertanyaan keluar saat Winka turut duduk menemani di ruang tamu, dengan jarak yang jelas sekali terlihat.

"Aku kepengen mandiri, Miss." Sana menghela nafas mendengar panggilan Winka untuk dirinya.

"Tapi Kamu malah ngebuat ibuk sama bapak kesepian, Win..." Winka menunduk, menggigit ujung bibirnya, "Kamu gak betah tinggal disana?" Winka menggeleng kecil.

"Apa karena aku?"

Winka tersentak, ia mendongak menatap Sana lantas menggeleng kencang. Hampir saja ia menumpahkan air mata, jika ia tak menyiapkan diri.

"Ak, aku masih belum terbiasa sama pak Tarangga, Miss."

Sana mendengus, ia benar- benar tak menyukai panggilannya itu. Apakah lamanya waktu pemisah mereka telah mengubah Winka?

Sementara Winka sendiri dilanda cemas, apakah jawabannya yang jelas berbohong itu bisa di percaya oleh putri kandung Tarangga sendiri?

Padahal tadi mereka sempat merasa bahagia akan pertemuan kembali mereka, tetapi hanya karena bagaimana Winka memanggil Sana, membuat suasana menjadi canggung.

Dia yang ada diujung mendekati Winka yang ada diujung pula, sofa yang mereka duduki tak terlalu panjang tapi jelas Winka melebarkan jarak.

Sana mengambil satu tangan Winka yang terpangku, membawanya tuk di genggam didepan dada. Winka mengamati setiap pergerakan itu, juga termasuk tangannya yang tergenggam dengan hangat dan lembut.

"Winter... aku pulang, aku kembali." Winka mendongak, memasuki netra kelam Sana, "Aku gak akan pergi lagi, pulang sama aku, ya?"

Winka menggeleng, kata rayuan untuk meyakinkan tak akan mampu meluluhkan hati Winka, kalau yang di maksud pulang adalah ketempat Tarangga berada.

"Ada aku Winter..."

"Meski itu Kamu, Miss." Sela Winka.

Sana menghela nafas, memang susah menyembuhkan hati yang terluka. Tapi dia kembali untuk mengobati dari luka yang ia tinggalkan.

Apakah begitu sakit hingga membuat si muda tak bisa menerima kembali?

"Winter... aku kembali supaya bisa sama Kamu lagi..." Winka kembali menggeleng, "Kenapa? Apa kita udah gak bisa sama- sama lagi?"

Winka mengangguk.

Jawaban dari Winka membuatnya tercekat yang tanpa sadar melonggarkan genggaman tangannya.

LIMERENCE (WINRINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang