Chapter 09.

1K 87 0
                                    

"Kak, yok." Jeno berjalan santai keluar dari kost-an nya, menuju motor yang di belikan Chenle beberapa hari yang lalu.

Mark sendiri hanya mengangguk pelan lalu menyalakan motor. Ia tidak membuka helm hitam yang di gunakan nya sedari tadi.

Hari ini mereka akan mengunjungi Taeyong. Harap-harap, pemuda manis itu sedang berada di rumah.

.

"Haah.." helaan nafas keluar dari mulut Jeno, perlahan, ia mengetuk pintu di depan nya.

Knock, knock, knock.

Hanya santai. Ia tidak mau terkesan terburu-buru dalam mengetuk pintu. Hingga akhirnya, suara yang sangat ia rindukan terdengar dengan di iringi langkah kaki tergesa.

"Iyaa, sebentar!" Pintu terbuka. Raut pria manis separuh baya yang tadi nya ramah kini berganti dengan raut terkejut. "J-Jeno?!"

Jeno terkesiap. Ia sempat melamun menatap wajah yang sangat ia rindukan tiga tahun ini. Mati-matian ia menahan rindunya setiap hari, dan mencoba untuk balapan saat ia lagi-lagi merindukan nya.

Kemudian, Jeno mengangguk ragu.

"Jeno-ya!" Detik itu juga, Pria separuh baya; Taeyong di depannya langsung berhambur memeluknya. "Jeno.. Jeno, maafin Bubu.. maaf, maaf.. Jeno-ya.."

Dada Jeno sesak, lagi. Ia segera mengeratkan dekapan sang Bubu, tangan kanan nya ia gunakan untuk mengelus lembut punggung Bubu nya.

Mark sendiri yang berada di belakang Jeno hanya diam dengan ekspresi datar, namun, jelas di mata cantik nya nampak kesedihan yang mendalam. Tidak munafik, Mark juga sangat merindukan Taeyong. Ia sangat jarang bertemutatap dengan sang Ibu.

"Bu, udah, nanti dada Bubu sakit." Jeno berucap lembut, dengan tangan yang setia mengusap lembut punggung sang Ibu.

"Hiks.. Jeno.. Jeno, ini Jeno kan? Mark, Mark mana?" Parau Taeyong dengan melepaskan pelukannya, ia masih menggenggam erat bahu sang anak.

"Aku disini, Bu." Mark tersenyum lembut, lalu berjalan mendekat ke arah ibu dan anak itu. "Maaf karena baru bisa datang."

Taeyong beralih memeluk anak sulungnya, "Tidak.. tidak, kamu datang saja Bubu sudah sangat senang.."

Mark perlahan menuntun sang Ibu memasuki rumah sederhana namun tampak elegan, "Bu, masuk dulu.. hentikan, jangan menangis lagi."

Mark membawa Taeyong masuk di ikuti dengan Jeno di belakang. Mark mendudukkan dirinya di sofa begitu juga Taeyong di sebelahnya, "Bu, tenang dulu, oke?"

Taeyong memperhatikan anak bungsu nya yang hanya berdiri sambil menatapnya dengan tatapan rindu. Tiba-tiba, ia beringsut turun hingga berlutut di depan Jeno. Sontak membuat Mark dan Jeno kaget. Pemuda Taurus itu langsung menunduk untuk mencapai tangan sang ibu, namun Taeyong malah menangis dan terus meminta maaf kepada nya.

"Iya, iya, Bu. Bangun dulu, Jeno udah maafin Bubu, oke? Bubu bangun sekarang."

Jeno memaksa Taeyong hingga akhirnya pria itu berdiri di depannya dengan air yang mengalir di pipi. Jeno terenyuh. Dulu, air mata Taeyong yang paling Jeno jaga. Dan sekarang, karenanyalah air itu mengalir deras.

Jeno segera memeluk sang Bubu guna menenangkannya lagi, "Sstt.. berhenti, dimana kamar Bubu? Jeno antar."

Taeyong menggeleng, ia langsung melepas pelukan Jeno dengan tergesa dan menghapus air matanya, "No. Bubu buatkan makan siang, oke? Sebentar, kalian tunggu disini. Nyalakan Tv. Bubu punya cemilan coklat di laci, makan, ya? Tunggu sebentar."

Dengan tergesa, Taeyong meninggalkan mereka berdua tanpa mendengar panggilan dari keduanya. Membuat Mark dan Jeno menghela nafas.

Menghilangkan kecanggungan, Mark menyalakan Tv lalu membuka laci meja yang berada di depannya. Mengambil dua toples dengan isian yang berbeda. Ada permen coklat bulat, dan kue bulat berisi selai di dalam nya.

TIGER LIAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang