Chapter 19

857 97 9
                                    

Jeno dan Mark mulai mengendap masuk ke dalam mansion, mansion mulai sepi. Nampak orang-orang yang biasa berjaga di depan pintu hanya tinggal enam orang.

"Dibilangin jangan pulang larut, gimana sih?"

Mark dan Jeno berhenti seketika. Menoleh ke arah sofa dan menemukan Jaehyun dan Taeyong berada di sana.

Dengan wajah cengengesan, Mark dan Jeno mendekat ke arah kedua orang tua mereka. "Tadi tiba-tiba ada ajakan, maaf ya?"

"Harus di hukum," Taeyong menjawab. Yang membuat Jeno dan Mark langsung menghela napas lesu. "Ga boleh ngerokok satu minggu."

"HAH?" Keduanya serentak bereteriak, tidak habis pikir dengan hukuman yang kali ini. Ya, mereka memang sudah di hukum sebelumnya. Namun hanya menemani Bubu untuk shopping.

"Oh ya... Kita juga mau ngomong sama Jeno," Jaehyun melanjutkan, mengabaikan anak-anaknya yang tak terima dengan hukuman yang mereka dapat.

Jeno yang merasa namanya disebut mengerutkan keningnya, menandakan ia bingung. Mark pun juga sama, tapi kemudian ia mengerti arti tatapan kedua orang tuanya. Mark langsung menarik Jeno agar duduk di salah satu sofa yang ada di sana.

"Kenapa?"

Taeyong menoleh ke arah Jaehyun, dan di balas anggukan dari sang calon suami. Ia menoleh ke arah Mark dan sang sulung tidak bergeming.

"Jen, kamu.. Bubu jodohin."

Terlalu cepat memang, tapi mereka sudah tidak punya banyak waktu. Mereka akan menduduki bangku kelas 12, dan di pertengahan kelas 12 mereka harus menikah. Jadi sebelum mereka benar-benar menjadi kelas 12, keduanya harus menjalani pendekatan dahulu.

"Hah?"

"Lo dijodohin," Mark menyahut jengah.

Kening Jeno berkerut, harus tiba-tiba banget? Tapi tentu ia juga akan menolaknya. Jeno adalah remaja yang ingin kebebasan, kan? Siapa yang tidak mau kebebasan? Tentu ia akan menentang keras apa yang baru saja Ibu dan Kakak nya katakan.

"Nggak, Jeno ga mau." Ujar Jeno tegas, lalu berdiri dan hendak melangkah ke arah tangga.

"Kalau kamu ga mau, yaudah Daddy paksa."

Celetukan Jaehyun membuat Taeyong langsung menoleh dan memukul pelan pahanya. "Ga boleh maksa! Tapi Jen, Bubu mohon..."

Jeno tidak menjawab, kemudian ia kembali melangkahkan kakinya menjauh dari ketiga orang itu. Tidak, tidak. Isi pikiran Jeno saat ini tidak kosong. Ia memikirkan banyak hal. Seperti, kenapa tiba-tiba? Sejak kapan perjodohan ini dilakukan? Dan, siapa yang akan dijodohkan dengannya?

Ya, semua itu tentu tidak mendapat jawaban.

Jeno duduk di ujung kasurnya, menatap kosong ke bawah, masih dengan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah mendapat jawaban.

Jeno terus larut dalam pikirannya, hingga ia mendengar suara pintu terbuka dengan langkah kaki yang menyusul. Jeno tidak tau orangnya. Yang jelas, Jeno ingin sendiri dulu, untuk saat ini.

"Keluar."

Mark; yang baru saja masuk langsung terdiam di tempat, "baru juga masuk, elah."

Jeno tidak menjawab. Ia hanya diam, tidak tau harus mengatakan apa. Ia terus diam, dengan tangan yang terkepal di kedua sisinya.

Jeno kalut. Ia tidak tau harus melakukan apa untuk saat ini. Tadi, Jeno hampir berpikir kotor. Ia menyesal kembali ke rumah ini, dan mengatakan bahwa sebaiknya mereka memang tidak perlu berbaikan.

Namun... Tidak bisa di pungkiri bahwa Jeno memang menginginkan keluarga harmonis, tapi kalau dengan ia yang di jadikan korban, Jeno tetap tidak mau.

Di salah satu pikirannya. Terdapat pertanyaan yang berbunyi, kenapa bukan kak Mark yang dijodohin? Ya, kurang lebih seperti itu.

TIGER LIAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang