Tekan bintangnya dulu plis
Enjoy~
=====
Taerae termenung menatap gelas kopi di atas meja. Tatapannya kosong. Setiap kata yang keluar dari bibir Mathew menggores hatinya seperti pisau tajam. Semua penjelasan itu mengalir ringan seperti sedang menceritakan kisah masa lalu pada sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Perasaan kalut menggerogoti pikirannya yang dipenuhi oleh kebingungan juga rasa sakit yang mendalam.
Ingin sekali rasanya ia berteriak dan melampiaskan amarahnya namun, ada perasaan hampa yang membuatnya kehilangan kekuatannya untuk menggerakkan tubuhnya. Seluruh kepercayaan yang ia berikan di buang begitu saja hanya untuk beberapa pekerjaan? Apa dirinya tidak berharga sama sekali hingga semudah itu di campakkan dan di khianati?
"Maafkan aku...."
Taerae meremat jemarinya. Permintaan maaf itu terasa lebih sakit dari apa yang sudah di lakukan pria yang ia anggap sahabat itu. Apa kata maaf bisa memperbaiki keadaan? Apa kata maaf bisa memutar ulang waktu? Apa kata maaf cukup untuk membayar semua luka yang ia dapatkan?
"Sial...." Taerae menggelengkan kepalanya yang terasa pusing. Rasanya ia sedang terjebak di tengah badai. Tanpa arah, tanpa tujuan.
Apa kau akan menyalahkan orang lain karna takdir burukmu?
Taerae memejamkan matanya ketika sebuah suara muncul di kepalanya. Rasanya seperti ia sedang di cerca oleh rohnya sendiri. Berbagai pertanyaan kemudian muncul. Apa benar semua ini salah Mathew? Bukannya ini hanya karna dirinya tidak beruntung? Bukannya ia memang di takdirkan seperti ini? Dia mungkin juga akan melakukan hal yang sama untuk orang yang ia cintai.
Linglung. Taerae mulai bingung dengan kebenaran. Tidak mengerti yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Permintaan maaf yang sebelumnya diucapkan kembali menghunusnya seperti pedang beracun.
Kenapa? Kenapa dia minta maaf? Kenapa ini jadi salahnya? Kenapa aku harus mendengar ini semua? Kenapa aku yang harus memainkan peran ini? Kenapa? KENAPA AKU?
"Taerae?"
Taerae tersentak. Panggilan lembut itu membuatnya tersadar, memberikannya jalan keluar sementara dari labirin perasaan yang mengimpitnya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Matthew. Matanya menunjukkan binar penuh kekhawatiran yang tulus.
"Haejong." Tenggorokan Taerae tercekat ketika teringat sebuah nama yang menjadi harapan terakhirnya. Bibirnya bergetar susah payah untuk melanjutkan ucapannya, "Haejong... apa dia juga... apa dia juga melakukan hal yang sama?"
Binar kekhawatiran dari mata pria blasteran itu berubah menjadi tatapan yang tidak bisa ia mengerti. Matthew berpaling, tidak berani menatap sahabatnya.
Tenggorokan Taerae kembali tercekat. Gelagat pria di depannya sudah memberinya jawaban. Taerae menghela napas panjang, "ternyata kalian sama saja...."
"Itu... sebaiknya kalian bicarakan berdua...." lirih Matthew.
Taerae kembali menunduk. Ia kembali terjebak dalam labirin perasaannya yang gelap dan lembap, membuat siapa pun yang masuk ke dalam sana kesulitan bernapas. Runyam, bingung, dan patah hati, semua bercampur menjadi satu, mengurung dirinya dalam kesepian yang mencekam.
"Taerae, aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar tersiksa dengan perasaan bersalah ini." Matthew bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Taerae, ia menarik lengan Taerae yang terasa begitu dingin. "Pukul atau maki aku sepuasnya. Tolong jangan diam saja!" Matthew mulai frustrasi dengan bibir Taerae yang terus tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINOUS || GunRae
Teen FictionAku bertemu lagi dengan orang yang sudah merebut mimpiku dan harus berurusan dengannya agar aku bisa melanjutkan kehidupanku. Namun ada sesuatu yang salah, dulu, dia adalah seseorang yang polos dan baik hati tapi sekarang berubah menjadi psikopat gi...