Youngest On Top 막내온탑 / Bungsu Teratas

Ch 16. Berbagi rahasia

Pada awalnya, kekuatan ilahi adalah kekuatan yang dapat diperoleh manusia berbakat melalui pelatihan.

Tetapi aku berbeda.

Aku sudah memiliki kekuatan ilahi sejak awal.

Karena-

Aku memandang patung-patung di hadapanku.

Para utusan Artemia, dihiasi sayap putih yang berkilauan.

Di antara mereka, ada lima utusan yang memiliki nama paling terkenal.

Aku mengenal mereka dengan sangat baik.

'Sebelum aku bereinkarnasi sebagai manusia, aku adalah seorang utusan yang melayani Artemia.'

Ya, seorang utusan ilahi.

Seorang malaikat.

Itu adalah masa laluku.

“Jadi, menurutmu aku akan percaya itu?”

Ilya yang sedari tadi diam mendengarkan aku, bertanya.

Dia tersenyum, tetapi ada sedikit ketidakpercayaan dalam ekspresinya.

"Benar."

Ilya menyipitkan matanya.

Itu adalah ekspresi ketidakpastian, apakah itu kepolosan, kebodohan, atau sekadar kurangnya pemikiran.

“ kamu tahu bahwa itu adalah penghujatan?”

“Aku masih muda.”

Itu berarti hal itu akan dianggap sebagai imajinasi kekanak-kanakan.

“Wah, strategis.”

“Tapi Ilya percaya padaku.”

"kenapa?"

“Karena kamu Ilya.”

Aku memalingkan kepalaku dari patung malaikat untuk melihat Ilya.

Ada sesuatu tentangnya yang menarik perhatianku sejak pertama kami bertemu.

Entah dia menjadi penguasa dunia bawah di masa mendatang atau tidak, dia tetap memikat pandanganku.

Aku tidak salah.

“Rincar. (Karena kamu adalah reinkarnasi.)”

"…!"

Wajah Ilya yang tadinya tersenyum, menegang.

Tatapan matanya padaku sungguh serius, tak disangka.

Tentu saja dia akan melakukannya.

Karena aku mengetahui suatu rahasia yang tidak diketahui orang lain.

Perlahan-lahan, bibir Ilya terbuka.

“Rincar…?”

"Ya?"

“Apa itu rincar?”

Apa dia tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti!

Mengapa menciptakan kebingungan!

Aku berseru karena frustrasi.

“Sebuah rincarate! Sebuah rincarate!”

“…?”

“Kau dikutuk!”

“… Aku akan melakukan hal besar?”

Ah, tentu saja dia akan menjadi terkenal di masa mendatang.

“Karena kamu seorang rincarate!”

“…?”

Ah, perutku jadi keroncongan!