Ch 20. mampus kan lo

25 3 0
                                    

Beckman sibuk lagi hari ini.

Ia tampak cukup terkesan dengan latihan khusus para calon pendeta itu dan ingin mengajar mereka lebih giat lagi.

Tapi dia memiliki terlalu banyak pekerjaan.

'Itu sungguh melegakan bagiku.'

“Artemia!”

“Percayalah!”

Aku menyenandungkan sebuah lagu sembari mendengarkan himne-himne kuat yang bergema sekali lagi hari ini.

“Hei! Tekuk tubuhmu dengan benar, dengan benar! Atau haruskah aku sendiri yang menekuk tubuhmu? Mari kita lihat sejauh mana kau bisa menekuk tubuhmu!”

Kadang-kadang aku juga membantu anak-anak.

“Tapi di mana Eddie?”

Meski saat itu sedang jam pelajaran, Edmund tidak terlihat.

“Dia mungkin sedang menulis laporan.”

Kata Ilya.

"Laporan?"

“Dia adalah perwakilan anak-anak yang pergi bekerja sukarela. Dia menulis laporan dan berbicara kepada para pendeta tinggi. Dia mungkin akan kembali menjelang malam.”

Ck, dia berhasil menghindarinya dengan baik.

Dia perlu merasakan pukulan keadilan yang adil untuk berhenti melakukan hal-hal seperti kemarin.

'Tetapi selalu ada hari esok.'

Aku menepuk-nepuk roti pagiku, yang sayangnya tidak bisa menyemburkan api.

Sementara aku sibuk membantu anak-anak.

Aku mendapat panggilan.

“Kenapa pintunya dikunci…? Tidak, apa yang terjadi pada anak-anak? Mereka tampak seperti disiksa.”

Pendeta yang memasuki ruang pelatihan merasa ngeri melihat kondisi anak-anak itu.

Dia segera tenang kembali dan menyuruhku mengikutinya.

'Kenapa dia memintaku mengikutinya?'

Dia adalah seorang pendeta yang tidak memiliki hubungan khusus denganku.

Lebih-lebih lagi-

'Sepertinya dia tidak meneleponku untuk sesuatu yang baik…'

Wajah pendeta itu tegas, dan langkahnya begitu cepat sehingga sulit untuk mengikutinya.

Aku memperhatikan suasana hatinya dan bertanya.

“Permisi, ada apa—”

“Kau akan tahu saat kita sampai di sana.”

Pendeta itu menatapku dengan pandangan menghina, seakan jengkel dengan pertanyaanku, lalu mempercepat langkahnya.

“Tolong pelan-pelan sedikit…”

“Kenapa seorang anak punya begitu banyak tuntutan?”

Pendeta itu semakin mempercepat langkahnya.

Aku terengah-engah dan berusaha keras untuk mengimbanginya.

Lalu aku dengan santai berkata.

“Maaf, tapi aku harus pergi ke kamar mandi.”

“Hah, tentu saja. Karena Sir Gawain sudah menunggu, cepatlah.”

"Ya."

Aku meninggalkan pendeta itu dan menuju ke arah lain.

'Gawain… sepertinya aku pernah mendengar nama itu sebelumnya.'

Youngest On Top 막내온탑 / Bungsu TeratasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang