Aa

772 56 15
                                    







Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!










Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



















2023


Pagi ini agak mendung dengan intensitas gerimis tipis, namun tetap saja membuat orang yang nekat berjalan di bawah basah olehnya.

Soya, salah satu pegawai kantor yang baru saja tiba terlihat berlari kecil memasuki gedung, sungguh sial paginya yang semula ia kira hanya mendung tanpa hujan meski hanya gerimis, nyatanya tetap membuat setelannya basah. Langkahnya memasuki gedung namun tak membawanya ke kotak lift, memilih untuk menghangatkan diri dengan secup coffee.

Untung saja gedung tempatnya bekerja ada coffee shop di lantai satu, berseberangan dengan area informasi. Wajah cantiknya memberengut sebal mengingat kembali sebelum berangkat tadi, dirinya harus berdebat dengan kakaknya perihal mobil yang di colong ponakan.

Kedua kaki dengan heels hitam berhenti di depan counter dengan satu staf yang telah melemparkan senyum menyambutnya. Soya tersenyum dengan di paksakan yang jelas terlihat, yang tentu saja membuat staf itu terkekeh geli.

"Pagi yang cerah ya, Bu Soya?" Canda staf itu karena terlalu akrab dengannya, pelanggan setia.

"Ngeledekin gue sumpahin jomblo!" Sewot wanita itu.

Yang tentu saja membuat staf itu menyembur tawa, Soya mendengus lantas meraih packpack mungil hitamnya, mengambil dompet dan mengeluarkan kartunya yang kemudian di serahkan pada staf cafe muda itu.

"Gue pesen yang biasanya ya, Winni."

"Ada tambahan yang lain?" Meraih kartu yang masih di sodorkan tersebut.

Soya menggeleng dan kembali mendesah, yang ia butuhkan cuma kopi pahit untuk mengawali paginya yang juga pahit.

"Selamat datang!"

Suara staf di depannya menyapa pelanggan lainnya, Soya mengerti, artinya ada orang lain yang mengantri di belakangnya. Ia lantas menggeser tubuhnya tiga langkah ke kanan, ia lebih asik memutar balikan dompet hitamnya dengan gerutuan cemburu.

"Gue tadi gak di ucapin selamat datang..."

"Mau pesan apa?"

Suara staf bernama Winni kembali terdengar, membuatnya mendecih, dasar pilih kasih! Resiko terlalu akrab dengan staf coffee shop ini, tak ada sapa ramah yang ia dapat setiap order di sini.

Dari ekor matanya, tampak seorang wanita yang tengah memilih menu dengan menunjuk gambar diatas counter. Tak lama staf lain tiba membawa satu cup kopi pesanannya.

"Silakan pesanannya, selamat menikmati."

Dengan Winni, staf yang ia kenal mengulurkan kembali kartunya beserta struk pembelian.

Soya kembali memasukan kartunya ke dalam dompet lalu menggenggamnya, sementara tangan kirinya meraih cup kopi paginya. Tubuhnya telah berbalik dengan kaki yang siap melangkah pergi, sebelum satu suara yang begitu ia kenali juga,

Begitu ia rindu.

"Saya mau cappuccino sama dalgona donut."

Rungunya tak salah mengenali karena begitunya ia hafal suara itu. Meski agak tak percaya dengan tubuh yang tiba- tiba meremang, ia putar tubuhnya perlahan dengan debar tak karuan.

Yang tertangkap oleh netranya adalah seorang wanita dengan tinggi yang sama dengannya, memakai blazer dan skirt dengan warna senada, merah. Rambut panjangnya tergerai indah.

Meski hanya fitur samping saja wajah wanita itu terlihat, namun Soya yakin, itu adalah dia yang pernah menghilang di masa lalunya.

"Jane."

Nyatanya yang dipanggil pun membeliakan mata saat dirinya memutuskan berbalik, dan terkejut saat wanita yang di panggil Jane itu melihat si pemanggil.

"Soya?"


















Keduanya duduk bersebelahan dengan batas satu kursi, entah mengapa dan siapa duluan yang punya inisiatif memberi jarak. Sama- sama duduk menghadap dinding kaca yang menampilkan lalu lintas pagi gerimis ini.

Suasana canggung sudah pasti meliputi, apalagi untuk dua orang yang baru saja bertemu setelah sekian lama. Haruskah menanyakan pertanyaan basi, mengingat keduanya sudah tak lagi muda?

'Kerja dimana?'

'Udah nikah?'

'Anak berapa?'

Baik Soya maupun Jane tak menyuarakan pertanyaan klise tersebut, mereka lebih memilih menyeruput kopi sembari menikmati pemandangan yang tersaji di depan. Seolah berlomba namun pelan, siapa yang akan menghabiskan kopi pagi mereka lebih dulu.

Mungkin ada sekitar 10 menit hening menyelimuti, Soya, wanita penuh humor tentu saja tak tahan. Apalagi dia duluan tadi yang menyapa juga mengajaknya stay sementara di cafe.

Toh, Soya juga tak bohong kalau dirinya teramat rindu akan sosok Jane, teman... bukan! Friend with benefit? Hubungan tanpa status? Entahlah!

Soya menggeleng kepalanya kencang mengingat mereka itu apa di masa lalu, dan tentu saja pergerakan tiba- tiba yang terkesan aneh, mengundang kerutan dalam di alis Jane yang duduk dikanan pundaknya.

"Kenapa?"

Soya mendesah lantas kembali menggeleng, "Gak pa-pa!" Jawabnya cepat, "Cuma keinget kita pas dulu."

"Pas SMA?" Tanya Jane memastikan.

Soya mengangguk, Jane mengulum senyum. Mereka tahu apa yang mereka maksud, masa SMA dimana pertama kali mereka melakukan konversasi juga,

Pertama kali merasakan apa itu ciuman.

"Sebenernya... waktu itu kita kenapa, ya?"

Soya bertanya lalu terkekeh dengan itu, sungguh ia tak tahu sebenarnya mereka itu apa. Tapi, apa yang mereka lakukan... mereka sama- sama menikmatinya.
















17.8.2024

TBC

Other kind of feedback would be very much appreciated.

HIT ME UP! (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang