Ii

191 30 11
                                    








Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut paitnya dengan tokoh di dunia nyata!




















2006







Bagaimana sepasang birai itu saling menempel saling merasa, saling memberikan getaran di dada. Bahkan itu hanya menempel tanpa menekan, juga bukan kecupan. Itu hanya dua bibir yang mengatup dan saling bertemu dengan menahan nafas serta dua pasang mata yang merapat.

Namun itu cukup lama hanya untuk saling menempel, hingga meninggalkan bekas rasa. Rasa yang tertinggal itu berakhir setelah kurang lebih 30 detik, dengan dua pasang mata yang perlahan turut terbuka.

Jarak mereka masih dekat tanpa celah, hanya bibir mereka saja yang telah berpisah, andai saja salah satu dari mereka bergerak barang seinci saja, maka sudah bisa di pastikan hidung mereka akan bergesekan. Jadi sangat menjelaskan sekali, seberapa dekat jarak mereka.

Mereka tidak mengais oksigen dengan rakus, namun dada mereka yang naik turun adalah penanda bahwa mereka benar- benar menahan nafas tadi.

Netra mereka pun masih saling mengunci, seolah tengah menyelam kedalam gelapnya manik satu sama lain. Menunggu, siapa diantara keduanya yang akan menyuarakan pendapat atas rasa penasaran mereka.

Bagaimana rasa dari sepasang birai yang akhirnya bertemu.

Jane yang terlebih dulu memutus kontak mata mereka dengan melirik ke bawah, paham dengan yang dilakukan Jane, gadis humble yang kini turut diam pun akhirnya mundur satu langkah.

"Gak kerasa apa- apa."

Tentu saja Soya yang memecah kusunyian di ruangan itu, mana mau manusia cerewet macam dia betah bungkam.

"Apa itu sudah bisa di sebut ciuman?" Cicit Jane yang masih menatap sepatu putihnya.

"Gue gak tau." Jawab Jane lesu.

Keduanya membuang nafas bersamaan, yang tentunya membuat mereka bersitatap lagi. Tak lama, mereka sama- sama membuang pandangan, masih ada setitik rasa malu pada diri mereka.

"Kamu bener..." Jane memberanikan diri, "Kita tau ciuman itu seperti apa, yang kita cari..."

"...rasanya." lagi- lagi berbarengan, setidaknya kali ini membuat mereka terkekeh.

Membuat hati lega.

"Mau coba lagi?" Tawar Soya.

Jane menggeleng namun ia mengulum senyum, sepertinya ia tertarik dengan tawaran Soya.

"Enggak sekarang, kita udah terlalu lama di sini."

Soya mengangguk kecil, "Kalo gitu besok kita ketemuan di sini?"

Pertanyaan dengan harapan membuatnya bersemu kembali, entah kenapa.




















Matanya menatap dengan intens bibir yang terlihat bergerak itu, mengunyah, terlihat berkilauan padahal itu bukan karena lipgloss yang biasa di pakai oleh gadis- gadis centil.

Bibir berkilau itu kembali di jejali makanan berminyak, padahal yang di dalam mulut belum di telan.

Soya bergidik ngeri, ia merutuki diri sendiri karena telah menatap dan bahkan membandingkannya dengan milik Jane.

"Ngapa Lo gak makan? Keburu bel masuk loh." Seyra kembali menjejalkan perkedel jagung ke mulut yang sudah menggelembung.

Soya menghela nafas, dan mengelap wajah yang terkena semburan mematikan dari mulut penuh Seyra. Soya masih tak percaya dia punya sahabat jorok sepertinya, tapi mau bagaimana lagi, yang sefrekuensi dengannya hanya si sipit.

HIT ME UP! (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang