Hh

273 38 8
                                    








Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!




















2023






"Berubah ato tidaknya aku... bukankah Kamu gak tau?"

Pertemuan kembali setelah sekian lama, terlalu lama malahan, dari 2 puan yang sebenarnya saling memendam rindu namun tertutupi oleh bisu yang membiru.

Keduanya tak pernah menyuarakan perasaan masing- masing, entah karena belum mengerti atau gengsi. Namun keduanya pernah menyepakati untuk dekat, dekat tanpa memiliki juga menghakimi, dekat karena ingin mengetahui juga meyakini.

Kesepakatan yang tercetus oleh salah satu dari mereka, kesepakatan gila lebih tepatnya. Kesepakatan yang muncul karena rasa penasaran dan...

Dan tabu juga semu.

Di tahun itu tak sama seperti di tahun sekarang, tentang bagaimana hubungan dari dua atma yang sama. Hubungan -seperti itu- masih bersembunyi, masih mengintip dari balik tirai norma dan agama. Hubungan dua puan di tahun itu bukan hanya semu tapi juga tabu.

Tapi, bukankah Soya dan juga Jane tak menjalin hubungan tabu tersebut? Bahkan mereka pun tak memendam perasaan satu sama lain.

Atau bisa di bilang cinta mereka masih buta arah, belum menemukan apa yang di sebut cinta yang sesungguhnya.

Berbeda dengan masa sekarang, yang bahkan kehidupan percintaannya lebih miris. Sebut saja friend with benefit, hubungan tanpa status, perselingkuhan, serta berbagai macam istilah baru yang membuat makna cinta sejati pupus.

Dan...

Satu kalimat dari Khalil Gibran untuk Soya di masa sekarang,

"Salam untukmu, kepada orang- orang yang tahu makna cinta, tapi tak punya kekasih."

Menyentil hatinya, sungguh brengsek kalimat itu karena begitu tepat sasaran.

Bahkan mungkin Soya sendiri tak menyadarinya, kesendiriannya selama ini atas dasar alam bawah sadarnya yang terus menunggu orang yang telah membuatnya mengetahui makna cinta, Jane.




















Jane tertegun lantas kembali menatap jalanan di depannya sana, hampir saja ia mengeluarkan air mata. Sekarang, ia harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa bersalah yang tiba- tiba menyeruak. Di sesapnya kopi miliknya dengan tangan yang sedikit gemetar pada cup yang ia pegang.

'Berubah ato tidaknya aku... bukankah Kamu gak tau?'

Meski diucapkan dengan sebuah senyuman yang begitu lebar, namun Jane tahu, kalimat itu berisikan sindiran untuknya.

Soya juga turut memalingkan wajahnya, namun tatapannya jatuh pada cup kopi yang isinya tinggal setengah.

Sebagian dari wajahnya tercermin dari cairan pekat berwarna hitam di cup kopinya, itu bagian matanya dengan alis mengkerut. Soya tak sadar akan ekspresinya itu, apakah tanpa sadar ia telah memberengut sebal pada Jane yang tadi sempat memindai wajahnya?

Soya menghela nafas,ia tak mau kecanggungan kembali menguar diantara mereka.

"Maksudku..." melirik Jane, "Mana mungkin Kamu tau keadaanku, kalo kita aja lost contact." Soya terkekeh, setidaknya ia mencoba mencairkan suasana.

Karena ini juga belum ada 30 menit sejak ia melihat Jane lagi, dari yang semula shock tak percaya, canggung yang berangsur menenangkan dan kembali lagi canggung. Bukankah ini roller coaster bagi Soya.

Belum juga mendapat respon dari puan di sebelah kanannya itu, Soya memejamkan mata. Apakah perkataannya tadi, menyinggung Jane?

Soya kembali menghela nafas setelah membuka mata dan terang- terangan menatap Jane, bahkan badannya ia balik agar dapat berhadapan dan memberikan seluruh atensinya.

"Jane..." panggilan penuh kelembutan pun tak juga membuat wanita berwajah jutek itu mengalihkan tatapannya pada si pemanggil.

Jelas sekali Jane tengah menahan diri untuk tak menangis, ia masih menggigit bibirnya yang semakin bergetar.

"Jane..."

Runtuh sudah pertahanannya untuk tetap terlihat tegar, setidaknya di hadapan Soya, namun air matanya telah terjun bebas tanpa permisi, di iringi rasa sesak menghujam dada.

Sontak saja Soya panik, tanpa alasan yang jelas wanita itu menitikan air mata dengan isakan tertahan.

"Jane..." kembali Soya memanggilnya sembari tangannya terulur menyentuh pundak kenalannya itu.

Jemari Soya meremat pundak yang turut gemetar, ia dorong pundak yang ia cengkeram agar si empunya menghadap dirinya. Dapat Soya lihat, wajah yang memerah dengan pipi yang basah.

Entah keberanian dari mana, namun yang jelas jemari Soya mengusap, menghapus aliran air mata milik Jane.

Jane merapatkan matanya dengan kernyitan, bukannya tenang, bibir wanita itu malah semakin melengkung ke bawah.

Semakin pilu terdengar isakan Jane, membuat Soya makin risau. Untung saja tak ada pengunjung lain selain mereka sekarang ini.

Satu tangan Soya yang masih melekat di cup kopi, akhirnya turut berpindah ke wajah Jane, yang membuatnya sekarang menangkup wajah basah dengan kedua telapak tangannya.

"Jangan nangis, dong..." bujuk Soya, meski dirinya sendiri juga tengah menahan gemetar di bibir.

Jane menggeleng pada tangkupan tangan Soya, "Gak bisa..."

"Kenapa?"

"Gak bisa berhenti... ini sakit banget..."

Soya mengernyit dengan air mata yang mulai menganak di pelupuk mata, matanya jadi panas menyaksikan bagaimana cara Jane menangis.

Apa yang membuatnya sesedih itu hingga ia menangis sepilu itu?

Soya penasaran, dia ingin tahu, dia ingin menanyakan.

Sudah sejak lama, sejak Jane tiba- tiba menghilang.

"Apa yang sakit?"

"Hatiku... hatiku sakit..."


"Hatiku sakit karena terlalu lama memendam rindu."




















TBC

Other kind of feedback would be very much appreciated.

HIT ME UP! (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang