Pp

155 24 20
                                    







Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!




















2006








Hatinya meruah, berbunga- bunga yang membuncah memenuhi dada. Soya senang tentu saja, apa yang ia pelajari dari komik telah ia praktekan dengan benar, Jane pun menyambutnya dengan benar pula.

"Eh?"

Gerakan tangan yang hendak membuka gerbang terhenti tatkala dia merasakan sesuatu menggelitik perut, gadis itu terdiam dengan ekspresi kebingungan. Soya mencoba memahami juga merasakan lagi, juga rasa mulas yang membuat tubuh meremang, tapi tak sampai menimbulkan rasa sakit, rasa geli yang ada.

"Eh?!"

Soya makin mengkerut sekarang, kenapa dadanya seolah berdetak lebih cepat dari biasanya? Namun detik berikutnya ia tersenyum lebar lantas lanjut melangkahkan kakinya memasuki rumah, masa bodoh dengan perasaan aneh yang tiba- tiba menyeruak.

"Udah jam empat tapi rumah masih sepi aja kek kuburan. Aelah... alamat kelaperan lagi ni gue..." gumaman gerutuan mengiringi pergerakannya melempar tas ke sofa.

"Mbak Irena apa belum balik juga, ya?" Si humble mendesah, "Kebiasaan mangkal dulu mentang- mentang cakep."

Si humble nan sial memberengut sebal, perubahan suasana hatinya begitu cepat hanya karena rasa lapar. Ia menghentakan kakinya lalu bergegas menuju dapur.


DUG!

"SUUU!!!"

Jeritan dengan tubuh terguling di lantai dengan kedua tangan meremas jemari kaki kanan yang baru saja berciuman dengan kaki meja, sensasi rasa nyeri dengan aliran listrik tercipta dengan rasa wow.

Jantungnya kembali berdegub kencang dengan keringat dingin merembes di dahi, nafasnya memburu terengah. Soya terlentang di bawah, merasakan sisa dari sensasi menyengat di jari kaki.

"Asem."

Pikirnya, kesialan juga temannya keapesan sudah hilang dari dirinya, nyatanya dua kata itu malah berteman akrab dengan dirinya.

Nafasnya masih berat namun si sial berusaha bangkit, dirinya lelah dan ingin segera membaringkan tubuhnya di kasur empuk. Lelah yang menyenangkan sih sebenarnya, karena bisa sekali lagi mengantar Jane pulang, kali ini dengan mio merah kesayangan jadi bisa lebih cepat.

Lagi- lagi Soya harus menghentikan langkah saat mendapati pintu kamar kakaknya yang tak tertutup rapat.

Soya menghela nafas dan menggerutu dalam diam, "Kebiasaan! Ntar kalo ada yang ilang, gue yang di salahin."

Tangan yang telah meraih knop pintu itu terhenti, tubuhnya membeku dengan mata membola. Cepat- cepat ia sembunyikan tubuh menegangnya di balik tembok, mulut terbukanya ia tutup dengan kedua telapak tangan.

Dadanya kembali berdegub kencang dengan keringat dingin kembali muncul. Tahu, seperti apa rasanya melihat kecoak terbang menghampiri? Itulah yang tengah Soya rasakan. Serangan panik di barengi ketakutan, mungkin juga shock.

"Gue gak salah liat, 'kan?" Lirihan di balik bekapan pada mulut, "Itu... Welene." Matanya melirik horor ke pintu kamar Irena.


"Soraya, ngapain Kamu berdiri di situ?"

Eugene, mama Anggasta membuat Soya terlonjak kaget, gadis itu kebakaran jenggot bak tengah terpergok. Lantas menutup kamar Irena dengan cepat juga keras.


HIT ME UP! (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang