15

1.3K 159 8
                                    




Ara memanyunkan bibirnya sembari memegangi tangan kirinya yang melepuh.

Ia menghampiri mbak asri yang melipat sajadah karena baru selesai sholat.

Mbak asri yang merasa ada kedatangan seseorang yang memasuki kamarnya sontak menoleh ke arah belakang.

Matanya membulat sempurna melihat tangan kiri ara yang hampir sempenuhnya melepuh.

Dengan panik mbak asri menghampiri ara, ia meihat tangan kiri ara yang melepuh.

"Ara kok bisa seperti ini nak?"tanya mbak asri panik.

"Hiks... papa ndak cengaja umpahi ail anas kecini..."ucap ara mulai menangis kembali.

"Ya allah..."gumam mbak asri yang tak habis fikir dengan kelakuan majikannya itu.

"Sini sayang"ucap mbak asri mengendong tubuh mungil ara.

Mbak asri menaruh ara duduk di aras kasur."tunggu di sini ya, mbak ambil air es dulu"

Mbak asri pergi keluar meninggalkan ara yang masih menangis di sana.

Tak membutuhkan waktu yang lama, mbak asri kembali ddngan membawa sebaskom air yang sudah ia berikan es batu.

"Sini, masukan saja kedalam tangannya biar gak panas lagi"ucap mbak asri menuntun tangan mungil ara untuk berendam di air dingin tersebut.

"Habis ini kita pergi ke klinik ya. Biar tangan ara di kasih obat..."ucap mbak asri.

"Ndak di cuntik kan ibu...?"cicit ara merasa takut.

"Enggak sayang, paling nanti tangan ara cuman di kasih salep doang"

"Jangan takut, katanya ara anak kuat..."ucap mbak asri tersenyum.

Ara menganggukan kepalanya, ia mengusap sisa air mata yang mengalir di pipinya.

"Ala ndak takut kok!"ucap nya yang membuat mbak asri tertawa kecil.

Mbak asri menarik tubuh kecil ara masuk kedalam peukannya. Ia mengecup singkat pucuk kepala ara.

Lagi lagi, dirinya gagal untuk menjaga keselamatan ara.

Hari ini, ara kembali terluka, di sebabkan oleh orang yang sama.











***









  Ara meringis pelan saat bidan mengoleskan salep ketangan ara.

Ia mencengkram kuat pucuk bajunya menahn rasa perih yang meulai menjalar di tangan kirinya.

Bida itu tersenyum melihat wajah ara yang menahan sakit.

Ia sungguh salut saat melihat ara yang tak menangis sama sekali saat sedang di obati.

"Selesai..."ucap bidan tersebut.

Ara membuka matanya, ia menatap tangannya yang sudah terolesi dengan salep.

"Cudah?"tanya ara.

"Iya sudah, ini obat nya ya..."

"Jangan lupa di minum biar cepat sembuh"ucap bidan tersebut memberikan satu plastik kresek berukuran kecil yang berisikan obat pil di sana.

Ara tersenyum."telimakaci"

"Sama sama"sahut bidan tersebut sembari mencubit pipi gembul milik ara.

Mbak asri tersenyum melihat ara yang kian semakin pandai.

Anak itu benar benar menepati janjinya untuk tidak menangis. Ara benar benar anak yang hebat bukan?

Mbak asri mengandeng tangan kannan ara, keduanya berjalan menelusuri jalan raya yang tak terlalu ramai.

"Ara mau makan apa?"tanya mbak asri.

Ara menggelengkan kepalanya,"ndak ada. Ala mau mam ayam goleng uatan ibu boleeh?"tanya ara.

"Boleh dong sayang..."

"Ayo sini ibu gendong, biar kita cepat sampai rumah..."

"Terus langsung goreng ayam yang banyak untuk ara..."ucap mbak asri.

"Holeeee mam ayam!!!"teriak ara kesenangan.

Untuk saat ini, ia hanya mampu menjadi yang terbaik agar ara bisa hidup dengan ceria di masa kecilnya.

Hanya ini yang mbak asri bisa lakukan untuk ara. Biar lah semuanya terus bejalan seperti ini, sampai pada akhirnya ara mendapatkan penuh kebahagian dalam hidupnya.














T B C

Lengkara DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang