29

1.5K 237 36
                                    







  Kaki putih nan mulus itu berlari kencang ke arah tanah lapang dimana tepat dikupulkannya korban korban terbawa arus tsunami.

Langkah itu terhenti saat ia melihat dua orang pekerja rumahnya yang sudah menangis memeluk jenzah anak kecil.

Jantungnya seakan berhenti berdetak, pendengarannya seakan tuli dari bisingnya orang yang menangis di sana.

Pandangannya hanya tertuju ke arah jasad korban itu.

"Nyonya shani..."panggil mbak diwa.

Shani, wanita cantik itu berjalan sedikit lunglai mendekati mereka.

"D-dia siapa?"tanya shani pelan. Bahkan suaranya nyaris tak terdengar.

Mbak asri dan mbak diwa saling pandang, siapa yang memberi tau shani kalau mereka berdua berada di sini.

"Nyonya shani kenapa ada di sini?"tanya mbak diwa.

Shani memegang kedua pundak diwa, ia sedikit mengguncang tubuh diwa."dia siapa diwa?"

"K-kenapa kalian menangis sambil memeluk jasad itu?"tanya shani, air matanya sudah mengalir membasahi pipi nya.

Bibir mbak diwa sedikit bergetar tak mampu memberi tahu shani. Ia memejamkan matanya untuk menetralkan rasa sesak di dadanya yang kembali muncul.

"Jawab saya jangan diam saja!"bentak shani membuat mbak diwa menghela nafasnya.

"Dia ara!"sahut mbak diwa.

Shani yang mendengar itu sontak melepaskan cengkramannya pada kedua bahu mbak diwa.

Tubuhnya melemas mendengar itu, shani menggelengkan kuat kepalanya.

"Gak, gak mungkin"ucap shani menepis semua pikiran buruknya. Ia sedikit tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya.

"Jangan bodoh, bagaimana bisa kalian bilang itu ara, haha!"ucap shani menertawakan mbak asri dan diwa.

Mbak asri mendengar itu hanya menangis, dirinya masih memeluk jasad ara.

Mbak diwa menggelengkan kepalanya melihat shani yang tertawa sepeti orang gila.

"Nyonya, itu beneran ara..."ucap mbak diwa lagi.

Shani menoleh menatap ke arah diwa, ia tertawa sinis."apa bukti nya?"

"Bagaimana kalian tau kalau itu ara. Sedangkan mukanya saja hancur?"ujar shani.

"Saya tau bagaimana ara, mbak asri juga"

"Kami berdua tau tentang ara!"

"Itu memang ara nyonya, kita tau apa yang ara pakai pas ke pantai semalam"

"Dan semua yang ada di tubuh korban itu sama seperti apa yang ara pakai semalam"jelas mbak diwa.

Shani lagi lagi menggelengkan kepalanya kuat. Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi. Ara tidak mungkin meninggalkannya secepat itu.

"Gak mungkin"gumam shani.

Shani mendorong tubuh mbak asri, ia menatap seluruh tubuh jasad ara. Memang ini persis seperti ara.

Tangan shani bergetar memegang tubuh ara yang sudah sangat dingin. Mata shani melihat ke arah wajah ara yang sudah hancur tak dapat di kenali.

Mata shani terpejam, dadanya terasa sesak mengingat wajah lucu ara sekarang sudah hancur.

Shani menangis sejadi jadinya, bagaimanapun ara adalah anak kandungnya.

Walaupun shani tak menyukai ara, tapi ada rasa sayang yang tersimpan di hati shani untuk ara.

Shani memeluk tubuh kakuh ara, ia menangis sejadi jadinya. Hatinya seakan tak terima bahwa ara sekarang sudah tiada.

~
  Shani berdecak pelan melihat ara yang selalu menatap ke arah dirinya sembari tersenyum.

"Kenapa liatin saya seperti itu?!"desis shani.

"Mama cantik, ara suka..."ucap anak itu tersenyum malu.
~
Shani menguap pelan, ia keluar dari kamarnya ingin mengambil segelas air.

Shani tersentak kaget melihat ara yang berada di dapur. Pukul baru menunjukan jam 4 pagi, tapi bocah itu sudah bangun saja.

"Peyan peyan, jangan tumpah..."gumam ara yang terdengar di telinga shani.

"Yey jadi!"

"Hole ala bisa buat teh untuk mama dan papa!"ujar ara girang.
~
"Celamat pagi mama ala yang cantik..."ucap ara yang berada di deoan pintu kamarnya.

Shani tersentak kaget."ck, bisa gak jangan ngagetin orang!"

Ara menundukkan kepalanya takut."maaf mama, ala ndak sengaja..."
~

  Shani semakin menangis mengingat beberapa memori dirinya bersama ara. Sebegitu jahatnya dirinya kepada anak kandungnya sendiri.

Ara adalah anak yang baik, tepi kenapa dirinya tak pernah sekali pun menghargai ara sebagai anaknya.

Kini hanya ada penyesalan di dalam diri shani. Shani menyesal telah menyia nyiakan anak sebaik ara.

Anak pintar yang selalu menyayangi mama dan papanya walaupun dirinya sendiri di benci oleh kedua orang tuanya.

Anak polos yang selalu berusaha untuk bisa di sayangi oleh shani dan gracio. Namun niatnya belum tersampaikan hingga akhir hayatnya.

Kini yang hanya tinggal kenangan yang selalu terputar di dalam otak shani. Kenangan buruknya semasa ara masih hidup.
















"Ara, biasakah di kehidupan selanjutnya kamu menjadi anak mama?"

















Selanat jalan anak baik, sampai jumpa di kehidupan selanjutnya. Lengkara dewangga










End

Lengkara DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang