Watch the video before read, because I make it. ☺️🤍
Hari ini tergolong sibuk dikarenakan beberapa anak jatuh tergelincir saat sedang bermain di area hutan. Kebanyakan kaki-kaki mungil anak sekitar sepuluh tahunan itu hanya tergores ranting, ini luka kecil tapi karena korbannya adalah anak-anak kecil Jaisy harus berkompromi dengan drama tangis anak-anak yang sedikit membuatnya membatin.
Akhirnya selesai, anak-anak itu bahkan melupakan bahwa mereka baru saja membuat drama tangis di rumah sakit. Mereka keluar dan berlari berebutan untuk bermain lagi, mencari ceri yang tumbuh liar.
Dirasa sudah tidak cukup sibuk sosok cantik berambut panjang itu melenggang ke ruang rawat. Dia ingat bahwa Aksata dirawat di sini kemarin.
Karena dia bukan dokter penyakit spesial dia merasa tidak punya hak untuk memasuki kamar Aksata. Di balik kaca bening pintu, Jaisy melihat Aksata tengah berbaring dengan alat bantu pernapasan. Keningnya berkerut mencoba untuk menyalurkan udara yang sedang dibantu oleh selang dengan baik, tapi sepertinya di beberapa tarikan dia gagal.
"Aksata? Kamu sakit apa?" tanya Jaisy, mengelus kaca meresa iba. Raut wajah Jaisy tak dapat disembunyikan bahwa dia sedih.
"Dr. Jaisy, permisi, ya?" Seorang dokter senior menginterupsi, Jaisy gelagapan karena tertangkap basah mengintip pasien yang sedang berjuang.
"Maaf, dok." Jaisy menghindar dari tempatnya berdiri memberikan akses dr.Satya untuk memasuki ruangan.
"Tidak apa-apa, tolong ambilkan obat di apoteker tadi saya sudah berikan resepnya. Biar kamu juga bisa masuk ke dalam," ujar dokter setengah baya itu sambil sedikit tertawa, seperti peka terhadap maksud Jaisy mengintip seperti ini. Gadis berkulit putih itu tersenyum, kandungan senyumnya antara menghargai, salah tingkah, dan malu.
Jaisy berlari kecil menuju apotek yang tak terlalu jauh dari tempatnya semula berdiri. Setelah menyebutkan nama dr.Satya dan juga pasien bernama Aksata dia langsung mendapatkan beberapa botol obat berbentuk sirup.
"Kaya anak kecil, ya? Masa semuanya digerus?" tanya Jaisy memperhatikan label di botol obat tersebut siapa tahu mengenali nama-nama dari benda pahit ini beserta fungsinya, ia bisa melihat isi botol ini adalah obat-obatan yang digerus menjadi bubuk.
"Bukan gitu, Aksata kemarin ke sini karena kesedak," jawab si apoteker.
"Ya kaya anak kecil, 'kan? Gemas nggak bisa nelen obat," ucap Jaisy diwarna senyum manis di wajahnya.
"Nggak salah, sih. Dia emang mulai nggak bisa nelen." Senyum Jaisy luntur, apa maksudnya mulai tidak bisa menelan? Berarti sebelumnya bisa dan sekarang anak itu kehilangan fungsinya?
Jaisy merapikan obat-obatan itu agar dapat dia bawa dengan apik, sepertinya patah hatinya di mulai hari ini. Bahkan sebelum dia tahu pasti apakah dia benar-benar jatuh cinta dengan Aksata?
"Terima kasih dr.Jaisy," ujar dr.Satya sesaat setelah dokter cantik yang mengikat rambutnya seperti kuda itu meletakkan botol-botol obat yang dimaksudkan di atas naskah.
Pandangan Aksata tentu ke arah Jaisy, entah mengapa gadis itu terlihat murung. Ia enggak beranjak, memperhatikan dr.Satya yang membantunya dalam posisi duduk, Aksata tak dapat melakukannya sendiri.
"Minum sirupnya agar kamu lebih baik," ujar dr.Satya lantas menuangkan satu persatu obat yang maha banyak itu ke sendok takar lalu membiarkan Aksata menelannya dengan susah payah, selain karena tenggorokannya susah bekerja sama rasanya juga pahit, sontak beberapa tetes keluar dari mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titimangsa ✔️
ФанфикшнMandira, 20 November 2023 Saat aku pertama bertemu dengannya. Aku tuliskan dengan indah bagaimana dia datang menjemputku setelah hujan, lalu dia juga yang meninggalkan aku di tengah hujan.
