Mandira, 20 November 2023
Saat aku pertama bertemu dengannya.
Aku tuliskan dengan indah bagaimana dia datang menjemputku setelah hujan, lalu dia juga yang meninggalkan aku di tengah hujan.
Kapan pun sebelum tahun 2020 berakhir adalah hari yang nyaman bagi seorang Aksata. Dia masih sehat, dia teman yang hebat untuk Dafa yang telah mengakui rasa sakitnya sejak lahir ke dunia. Di mata Dafa saat itu, Aksata adalah sosok remaja sekolah menengah atas yang sangat ideal. Sorot matanya selalu menatap ke luar kelas saat hari Rabu tiba, kelas karibnya itu memiliki jadwal olahraga dengan seragam berwarna biru muda.
Aksata sadar dengan sepasang mata yang mengawasinya di ruang IPA 2. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum cerah, setelah pluit berbunyi Aksata berlari mengikuti instruksi.
"Saya izin ke UKS ya, Pak." Dafa punya satu kartu as yang dapat dipakai sewaktu-waktu dia ingin tinggal di UKS, karena kondisi medisnya yang menakutkan. Dengan kulit seputih salju yang cenderung seperti tak dialiri darah sama sekali membuatnya berhasil mendapatkan restu untuk berbaring malas-malasan di UKS.
Aksata kala itu terlihat seperti manusia tahan banting, jika dia yang mengucapkannya tidak akan ada yang percaya meski Aksata tidak berpura-pura. Hampir enam tahun lalu saat mereka berdua masih berseragam SMA.
"Aksata itu suka cewek nggak, sih?"
"Hah?" tanya Dafa yang bingung karena Vicky bercelatuk begitu di sampingnya.
Di ranjang UKS, Dafa sangat menyesal membohongi guru untuk beristirahat di uks karena sakit. Sekarang dia mendapatkan karma instan, dadanya sesak sampai terbatuk. Dengar-dengar Aksata meninggalkan kelas hanya untuk memastikan Dafa baik-baik saja.
"Ya dia preoritasin lo, dia lari ke apotek, Daf buat lo. Gue? Cewek secantik gue tadi pingsan kejedot bola bukan dia yang ngangkat, nggak peduli dia. Suka tuh sama lo pasti," celetuk Vicky panjang lebar sambil merengut.
Aksata datang dari balik pintu, tentu tidak ada obat jantung di UKS. Semua penyakit di sini diobati dengan Paracetamol dan juga teh hangat, Aksata harus berlari membelah jalanan untuk memangkas jarak antara sekolah dan juga apotek. Bahkan Aksata tahu obat mana yang harus sahabat sejak kecilnya itu minum saat terjadi hal seperti ini.
Aksata berlutut di hadapan Dafa, karena Dafa menunduk dan sibuk mengatur napasnya yang keluar masuk juga sesekali terbatuk. Kesadaran Dafa masih ada meski lemasnya tidak terhingga.
"Minum obatnya dulu, setelah itu kita pulang." Dengan cekatan dan telaten Aksata membuka bungkus obat, memberikan isinya kepada yang sedang berjuang. Tak lupa Aksata memberikan airnya, mengelus lengan putih tersebut untuk menenangkan.
"Kita ke rumah sakit aja, ayo!" Aksata adalah seseorang yang selalu memberikannya punggung. Meski ukuran Aksata tidak pernah tumbuh lebih besar dari Dafa, dia punya tulang-tulang yang kuat, Dafa mengagumi itu.
Tangan Dafa mengalung pada Aksata, pemuda itu dibawa keluar. Dafa bersyukur memiliki teman seperti Aksata, dia segalanya. Hal baik yang Dafa punya yang akan dia jaga.
Dafa menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Aksata, ia menyayanginya.
"Apa nggak makin kelihatan gay di mata gue?" Vicky berkomentar.
***
Malam itu adalah promnight untuk kelulusan kakak tingkat mereka. Dafa ingat bahwa Aksata menyukai salah satu Kakak kelas dan mereka menjalin hubungan yang cukup romantis, tapi sudah jam sepuluh malam dan Aksata masih diam di dalam ruang rawatnya.
Dafa mengeriyit karena baru tersadar dari tidurnya, ia membenarkan letak selang yang melintang di hidung setelah mereka turun dan menguar hanyak karena pergerakan kecil Dafa.
"Tadinya kalau nggak bangun juga gue cium ubun-ubun lo biar kaya Snow White."
"Najis!" pekik Dafa, Aksata hanya bisa tertawa.
"Bukannya hari ini lo mau ke promnight? Lihat Sabrina pakai gaun mini?" Dafa menggeser tubuhnya untuk duduk dan Aksata dengan cekatan membantunya.
"Udah dikasih pap, kok tadi. Gue juga introvert males, geser!" Dafa diperintah untuk bergeser agar Aksata bisa berbaring di ranjang yang ditiduri Dafa juga.
Dengan perlahan anak tersebut berhasil naik di atas ranjang, tentu dengan hati-hati karena sejak kecil saat Dafa sakit dia akan penuh kabel seperti robot. Salah satu alasan Aksata tidak menyukai mainan jenis itu sejak saat itu.
"Gue harap gue juga bisa berarti buat lo, Ta."
"Udah, lo udah berarti di hidup gue, Daf. Nggak usah ngajak gue deeptalk, harga diri gue terluka," ucap Aksata.
Dafa merasa bahagia hanya dengan kehadiran Aksata di setiap sakitnya. Dia berharap setelah sakit itu pergi, Aksata tetap di sini. Tetap seperti ini. ***
1 Februari 2024
"Dafa gimana kabarnya hari ini? Siap untuk operasi, ya? Dafa sudah pernah, 'kan waktu kecil? Jadi jangan khawatir, ya?" Seorang dokter sedang melakukan pemeriksaan rutin pada pasien yang akan melakukan operasi mpuayor besok.
"Kamu stres, ya?" tanya dokter, dilihat dari wajahnya memang Dafa terlalu memikirkan sesuatu.
"Kamu mikirin apa, Nak?" tanya sang Ibu.
Dafa menerawang ke luar jendela, Mandira terletak puluhan bahkan menyentuh angka ratusan kilo meter dari tempat ini. Ponsel Aksata sudah tidak pernah dihidupkan sejak mereka terakhir kali bertemu di Mandira.
Saat bertukar kabar dengan Arya pun hasilnya semakin membuatnya benar-benar gelisah.
Apakah dia harus menemui Aksata?
***
Semua orang mematung, membeku di tempat yang sama saat Aksata menjatuhkan kuas dan paletnya. Kaki dan celana piyama biru Aksata telah ternodai oleh warna-warni abstrak, kanvas di depannya pun tidak punya pola apa-apa.
"Jes? Aku nggak bisa lukis."
Meski menyedihkan, Jaisy membantu Aksata untuk menulis titimangsa hari ini. Agar di kemudian hari dia mengingat bahwa hari ini adalah hari pertama tangan Aksata tidak dapat bergerak.
* * * "DAFA!" Riuh rumah sakit kala itu adalah ketika Dafa tidak ada di mana-mana.
Tidak ada di kamar, taman, atau tempat lainnya. Dafa melarikan diri kembali ke Mandira menggunakan kereta, ia melihat sekelilingnya menerka kapan gedung-gedung ini akan habis dan membuatnya melihat hutan yang amat banyak.
Entah bisikan dari mana, dia merasa bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya bertemu dengan Aksata.
***
20 September 2018
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aksata ... gue nggak kuat!"
"Nggak apa-apa, Dafa. Lo kuat! Tetep hidup meski gue harus selalu gendong lo."