Time capsule dikeluarkan dari dalam tanah. Sebuah kotak yang hampir bersatu dengan tanah membongkar kembali memori-memori lama.
Untuk Arya dan untuk Aksata, potret-potret mereka sewaktu dirawat bersama. Masa-masa tawa di kebun atau padang rumput yang terasa jauh terlewati karena Dafa sudah terlanjur pergi jauh.Peti itu menyimpan jasad putih pasi yang berpakaian rapi. Meski kemeja putih tersebur tidak sepenuhnya putih, bercak darah sempat mengalir karena Dafa meninggal dalam keadaan terbuka.
Keluarga, Jaisy, dan Arya menangis. Memberikan salam air mata untuk kepergian sang tercinta."Dua puluh dua tahun juga angka yang cukup lama. Setelah itu usia Dafa yang sudah tidak bisa kita hitung lagi di dunia akan diisi hari-hari bahagia di surga," ucap Aksata. Setelahnya peti mati diturunkan, berlahan terkubur dan tertanam. Apakah Dafa bisa benapas dengan lega di sana? Dengan udara segar di Mandira saja dia kesusahan.
***
Arya, mungkin hidup anak kecil sepertimu akan lebih panjang. Doaku begitu, biarkan aku dan Aksata yang dipanggil dulu. Aku selalu bahagia di dekat Arya, sejak dulu aku ingin sosok adik untuk dijaga dan diganggu. Lihat saja hidupku, orang tuaku takut membuat produk gagal yang baru separti aku.
Mau menjaga bagaimana? Setiap hari aku dijaga Aksata. Nggak ada doa lain untuk Arya kesayanganku (anjing gue malu banget ngomong gini semoga gue nggak mati biar ini gak dibuka) semoga Arya tetap sehat, Kanker jelek jauh-jauh lo dari Arya!
Aku tahu soal impianmu belajar di metropolitan, berkunjung ke perpustakaan Nasional dan jadi orang pintar. Kalau kamu punya kesempatan, datanglah ke sana. Orang tuaku akan membantu, ini wasiatku ya kalau misal mereka nggak mau aku bakal gentayangan.
Makasih Arya, hidupku di Mandira sangat menyenangkan karena kamu.
Dafa Anggara
🍀Aksata, ini jadinya gue dulu apa lo dulu?
Kalau gue dulu, gue nggak mau nitipin apa pun. Love your life, beban lo udah begitu besar. Sekarang udah hilang satu, tinggal punya lo sendiri. Serius lo nggak perlu jadi superhero buat siapa pun, lo udah terlalu baik udah mentok nggak bisa nambah level lagi.
Gue nggak tahu kenapa orang sebaik lo terpilih sebagai orang paling apes? Karena lo nggak bisa marah, lo pasti dikasih cobaan bakal dicobain. MARAH TA, MARAH! Hehehe.
Bercanda! Gue suka kepribadian lo yang nyerempet sama malaikat. Semoga hubungan lo sama Jaisy akan lancar sampai selama yang lo mau. Sekarang lo bisa cerita, tolong cerita kalau ada yang nggak beres. Lo kaya orang sendirian, mendem sendiri. Lo bisa teriak kalau sakit, gue minta tolong jadi manusia aja biar nggak capek.
Nggak ada keberuntungan apa pun yang gue syukuri kecuali bisa jadi Dafa. Dafa yang jadi temennya Aksata.
Dafa Anggara
🍀***
"Kamu mau tinggal di rumah?" tanya Jaisy mengikuti langkah gontai Aksata yang terlihat tak bertenaga. Dia masuk ke dalam rumah dan menghentikan Jaisy di ambang pintu.
"Kamu pulang aja, ya. Aku mau tidur."
"Kenapa kalau kamu tidur? Selama ini aku juga jagain kamu kalau kamu tidur."
"Kita putus aja, Jes." Aksata menutup pintu, menguncinya rapat.
Jaisy yang berada di luar sejenak mematung, apa salahnya? Jaisy tahu mungkin Aksata punya masalah emosional yang tinggi pasca kehilangan Dafa. Apa Aksata kekanakan itu?
***
Aksata duduk di ruangannya sendirian. Ia sempat mendengar bahwa Jaisy ragu untuk mengambil kesempatan study lanjut di bidang spesialisnya. Jaisy harus memakan waktu empat sampai enam bulan, Jaisy takut tidak berada di sisi Aksata untuk terakhir kalinya.
Jaisy kuliah untuk menjadi dokter, bukan menjadi pengabdi untuk Aksata. Setidaknya itu yang Aksata ingin sampaikan. Melihat surat dari Dafa membuatnya sedikit berpikir, apa yang dia lakukan sama sekali tidak keren. Selalu membuat orang berpikir dia adalah orang jahat tanpa membuat penjelasan apa-apa.
Aksata berdiri dan berlari, mengejar Jaisy yang terlihat berbalik badan dengan lesu. Tubuh Jaisy dipeluk dari belakang.
"Maaf, maksudku bukan gitu." Jaisy menghela napas, dia tidak harus galau sepanjang tahun sekarang.
"Syukurlah, aku masih sayang sama kamu!" Jaisy memegang jemari Aksata yang berkaitan di dadanya.
Aksata membawa tubuh Jaisy untuk berbalik badan, mata kucing dan elang sedang bertatapan. Dalam sampai keduanya dapat saling merasakan, Aksata punya perasaan yang sangat serius.
Tangan Jaisy digenggam begitu erat, detik kemudin Aksata berlutut."Tolong sembuhkan aku, Jes. Tolong belajar lebih giat biar aku punya kesempatan hidup!" ucap Aksata mantap.
"Aku nggak bisa janjiin apa-apa, Ata. Bangun!" Jaisy mencoba membangunkan Aksata yang sudah melekat seperti batu di lantai.
"Kata Dafa, asal demi hidup. Dibohongi pun kami percaya, tolong!"
***
"Jadi Aksata bakal sendirian di sini?" Arya dan Jaisy berjanji untuk berkabung bersama di pekarangan rumah. Menikmati teh hangat di malam yang indah seperti biasa.
Dunia begitu berat setelah menjadi dokter, Jaisy meminum tehnya. Ia mengucek matanya yang sembab, menangisi Dafa di pagi hari dan menangisi Aksata selama sisa waktu yang dipunya.
"Setidaknya dia sendirian di tempat yang indah."
Arya punya rencana untuk berkuliah sejak beberapa saat lalu. Jaisy dan Arya mendapatkan kesempatan berkuliah di tempat bagus. Hidup memang harus terus berjalan, kedewasaan membuat pilihan yang menyakitkan.
"Sering-sering berkunjung ya? Untuk Ata!" Keduanya mengangguk setuju.
Setelah 13 Februari, cerita Jaisy dan Arya di Mandira terjeda.
***
Komen kocak
KAMU SEDANG MEMBACA
Titimangsa ✔️
FanfictionMandira, 20 November 2023 Saat aku pertama bertemu dengannya. Aku tuliskan dengan indah bagaimana dia datang menjemputku setelah hujan, lalu dia juga yang meninggalkan aku di tengah hujan.