16. Dandelion

257 25 35
                                        

Tenggorokan Dafa terasa serak, napasnya juga sering kali tersenggal. Bukan karena jantungnya bermasalah, hanya terlalu lama di Mandira membuatnya lupa atmosfer kota yang penuh dengan debu dan polusi.

Setelah memasuki mobil selepas berkonsultasi dengan dokter terkait operasi besarnya yang akan dilakukan di waktu dekat, Dafa melepaskan masker hitam yang semula membungkam mulut dan hidungnya yang tidak terbiasa dengan atmosfer kota. Dafa mengeluarkan barang dari tas kecilnya, mungkin akan membantu sirkulasi udara yang terhambat ini.

"Haaah! Habis dari Mandira terus tinggal ke kota berasa pindah alam," keluh Dafa lantas menghempas tubuhnya untuk bersandar di jok mobil. Kemudian ia menatap benda kecil di tangannya, stiker pinguin yang membuatnya mengingat tentang Mandira.

Lama sekali sorot dingin yang terpancar dari tatapan Dafa. Sangat disayangkan, kenangan di Mandira bersama teman-temannya sangat berkesan sampai ia menutup matanya nanti.

Ponselnya terus berbunyi, ia merasa diteror oleh panggilan dari Vicky. Karena muak, Dafa memblokir kontak tersebut.

***

Tertatih menuju spot terdekat yang bisa dinikmati oleh ibunya. Semua sudut di Mandira indah terlepas dari jalannya yang sedikit menyebalkan akibat curah hujan yang cukup tinggi di sekitaran tempat ini, Aksata dan Jaisy membawa wanita tersebut ke tempat yang kira-kira jaraknya hanya sepuluh menit dari rumah.

Sebenarnya sekarang mereka membutuhkan waktu yang lebih lama karena Aksata sudah tidak bisa berjalan dengan normal. Dia membutuhkan tongkat seperti kakek tua, tapi sepertinya dia tidak ada masalah dengan itu karena sejak tadi Aksata tampak tertawa melihat Natalia---Ibunya dengan girang memetik bunga liar yang cantik. Ibu tetaplah seorang wanita, dia menyukai hal-hal indah.

Jaisy tersenyum karena laki-laki di sampingnya tidak terlalu stres tentang dua sahabat yang menjauh dengan terus terang.

"Selamat ulang tahun, cintaku." Sederhana, tiga tangkai bunga gerbera diberikan untuk Jaisy sebagai hadiah ulang tahunnya. Bunga itu tumbuh di pekarangan salah satu warga, hampir semua jenis bunga dapat tumbuh di sini.

"Terima kasih, cintaku."

Aksata duduk di bawah pohon, di atas rerumputan yang rindang, di antara mereka tumbuh beberapa dandelion putih yang berguguran di terpa angin. Jaisy dengan langkah kecil menghampirinya, memandang tanaman liar itu dan tersenyum dengan cantik.

"Aku tahu, arti tiga bunga gerbera itu artinya aku mencintaimu, 'kan?"

"Ah rupanya kamu juga nonton filmnya?" Aksata menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

"Terima kasih, ya, Ata? Kamu sudah balas perasaanku. Aku juga, tiga kali lipat dari yang kamu berikan ke aku."

Tatapan Aksata menjadi lekat.

"Jangan, aku berharap bisa mencintaimu lebih besar. Karena aku nggak bisa ngasih apa-apa selain itu," ucap Aksata, Jaisy terkikik geli lalu menghempas tubuhnya untuk berbaring di rerumputan yang sejuk. Aksata menyusul, berbaring sambil melihat kapas di atas langit sangat menyenangkan.

Dandelion tersebut di angkat oleh Jaisy memberikan spot yang indah untuk dipandangi dua netra cantik yang mereka memiliki.

"Padahal kamu bisa ngasih aku Prada atau LV. Cuma emang mau mokondo aja," ucap Jaisy, ditanggapi tawa yang nyaring dari Aksata.

"Ya menurut kamu? Tas kresek aja nggak ada yang jual di sini."

"Ayo liburan ke kota kapan-kapan."

"Ayo."

"Kamu tahu kenapa aku memetik Dandelion di hari ini? Dandelion cukup menggambarkan kamu. Dia terlihat rapuh, terbang hanya karena tiupan angin, putih dan rentan. Namun, maknanya dapat dirangkum dalam satu nama. Dandelion berarti Aksata Wirayuda," tutur Jaisy.

Titimangsa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang