Mandira, 20 November 2023
Saat aku pertama bertemu dengannya.
Aku tuliskan dengan indah bagaimana dia datang menjemputku setelah hujan, lalu dia juga yang meninggalkan aku di tengah hujan.
"Lo nggak marah, Jes? Lo nggak marah? Lo diupload, dirangkulin, dipeluk, dia sedot darah lo setiap saat, terus lo nggak marah ternyata dia main di belakang sama Vicky? Hah?!"
"Dafa! Kamu kok bentak-bentak dr.Jaisy? Kamu, 'kan cuma disuruh tenang, emangnya kalau marah-marah sakitnya hilang?" Ibu Dafa mengelus dada anaknya yang naik turun setelah melihat Jaisy masih tenang di posisi seperti ini.
"Marah-marahnya nanti setelah jantung kamu sudah diganti dengan yang baru, aku cuma mau mastiin kondisi kamu baik-baik aja karena aku yang bawa kamu. Kalau begitu saya permisi dulu, ya?" Setelah tersenyum Jaisy kemudian keluar, ia tahu bagaimana perasaan Dafa hanya saja berteriak dan protes bukan keputusan yang benar.
Jaisy juga terluka, perlakuannya dengan Aksata sama-sama seimbang. Saling memperlakukan seperti saling memiliki perasaan yang sama. Nyatanya, pesan-pesan yang diteruskan oleh Arya sama-sama menghantam relung hatinya.
***
"Aksata, hari ini IVIG terakhir kamu, ya? Gimana keadaan kamu?" tanya Jaisy, sepertinya hari ini dia lebih banyak termenung dan murung. Tidak banyak suara yang keluar, dia hanya duduk sambil menunggu cairan yang membuat punggung tangannya membengkak itu tandas.
Ngomong-ngomong metode terapi ini hanya diperkenankan ketika penderita ini memiliki fase krisis. Penggunaan jangka panjang juga tidak akan berujung baik, atas pertimbangan yang sangat matang keluarga menerima metode ini dibanding membiarkan Aksata membusuk di atas ranjang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aksata meletakkan ponselnya, ia benar-benar dimusuhi dua sahabat terbaiknya? Itu pukulan yang cukup besar baginya, hanya saja protes terhadap akibat dari keputusannya sendiri merupakan hal yang kekanakan.
Ia sempat mendengar suara Dafa yang bergema tadi, saking besarnya berontak yang dilakukan pemuda sakit tersebut pun didukung oleh kesunyian rumah sakit, Aksata mendengar perkataan Dafa. Tentang ia yang mempermainkan Jaisy, ia juga takut ditinggalkan sendiri oleh Jaisy, tapi dia sadar betapa kriminal tindakan yang dilakukannya kemarin.
"Aku menyerah, Jes."
"Hah?" tanya Jaisy.
Setelah infus yang menggantung sejak empat puluh lima menit lalu berhenti, Aksata merasakan perutnya terasa diaduk, ia mual dan dengan cekatan Jaisy meletakkan pispot untuk menampung sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Aksata sudah seperti rumput yang kering tanpa hujan, tidak bisa menelan makanan enak, sehingga dia memilih untuk tidak makan.
Jaisy mengelus punggungnya yang nyeri, entah bagian mana lagi yang harus dia keluhkan. Efek samping IVIG membuatnya hampir mati dan dia harus melakukannya lima hari berturut-turut setiap sebulan sekali, dia benar-benar diobati atau hanya memperpanjang durasi siksa?
Tangan Aksata meraih bahu Jaisy, mencengkramnya erat dan mantap. Jaisy melihat tatapan elang dari mata cekung yang mulai redup.
"Aku mau pergi pelan-pelan di rumah, aku nggak sabar lihat ujung pelangi setiap hari." Aksata tersenyum, senyumnya pedih seperti luka yang menganga dengan taburan garam di atasnya.