Mandira, 20 November 2023
Saat aku pertama bertemu dengannya.
Aku tuliskan dengan indah bagaimana dia datang menjemputku setelah hujan, lalu dia juga yang meninggalkan aku di tengah hujan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Emang sesedih itu, ya? Dafa sama Vicky jadian?" tanya Jaisy yang datang dengan nampan berisi obat-obatan.
"Nggak, ngapain sedih? Seneng, kok." Jaisy mungkin menyalahpahami ekspresi Aksata, terkadang otot-otot wajahnya memang melemah sehingga terlihat seperti sedih dan tak bersemangat.
"Aksata kamu percaya jatuh cinta pada pandangan pertama?" tanya dr.Jaisy menyiapkan injeksi kepada Aksata.
Aksata menatap Jaisy, lalu sedikit tersenyum miring. Setelah merasakan bahunya mendapat sensasi rasa sakit dari jarum suntik, ia mengangguk. Sepertinya kejadian bulan lalu mulai menyentuh titik geli di perutnya. Saat berada satu payung dengan sosok cantik, menggemaskan, dan seksi sekaligus cukup membuat Aksata menarik kesimpulan bahwa jatuh cinta pandangan pertama itu nyata.
"Kamu jatuh cinta?" Jaisy jadi kikuk saat mendengar pertanyaan itu, Aksata adalah orang yang cukup peka. Ia bisa mengerti kenapa Jaisy bisa salah tingkah begini, tapi sepertinya dia merasa terlalu buruk untuk Jaisy.
Orang macam apa yang mau berpura-pura menjadi pacar seseorang yang dia tidak suka.
"Nanti sore kita transfusi darah, ya? Tenang aja aku masih punya banyak buat kamu," ucap si donatur darah. Aksata mengusap wajahnya yang terasa kaku, ia merasa bersalah karena Jaisy melakukan ini. Seseorang yang rela menyedot darahnya keluar secara rutin agar orang sepertinya bisa tetap hidup.
"Gak apa-apa, loh. Donor darah itu baik," ujar Jaisy lalu menarik tangan Aksata pelan, takut membuat infus di punggung tangan kiri anak itu terluka.
"Jes. Aku butuh pelukan," ucap Aksata, hal terhangat yang pernah dia rasakan adalah pelukan Jaisy.
Jaisy memeluk bayi besarnya pelan dan hangat. Membiarkan tubuhnya yang lelah beristirahat dalam pelukan, wajar jika orang-orang akan merasa stres dengan penyakit ini. Ditambah tekanan yang ia dapatkan, merasa bersalah karena menyusahkan.
"Gak apa-apa kalau kamu mau nangis." Jaisy mengambil tempat di ujung ranjang untuk duduk dan memeluk Aksata yang memeluknya erat.
"Siapa yang mau nangis, sih?"
"Kamu juga manusia, Aksata."
Aksata menyembunyikan wajahnya ke perpotongan leher Jaisy, dia tidak bersuara, tapi Jaisy bisa merasakan bahwa kemejanya basah.
"Dok, Aksata harus...," seorang suster baru saja ingin menghimbau sesuatu sesuai dengan arahan dr.Satya, tapi urung karena ada adegan dramatis ini. Suster itu tersenyum lalu menutup pintunya lagi, mana ada hubungan dokter dan pasien yang seperti itu.
***
Vicky merasa ini tidak benar, dia tidak nyaman harus berpura-pura menjadi pacar yang baik untuk laki-laki serapuh Dafa. Sebenarnya mungkin Aksata sama saja, karena dia menyukainya itu semua pasti akan baik-baik saja.
Vicky harus mengecilkan suara, benar-benar berhati-hati saat melangkah atau bergerak karena tidak ingin terjadi kegaduhan dan beresiko membunuh Dafa. Ia bisa melihat sendiri bagaimana tubuh kurus yang tinggi itu terlihat rapuh dan mudah untuk mati.