18

1.2K 127 11
                                    

Jeonghan dan Seungcheol sedari tadi berusaha membuat Minghao tenang. Pasalnya Minghao terus histeris dan juga ketakutan. Bahkan Jeonghan saja sudah menangis melihat kondisi Minghao seperti beberapa tahun yang lalu.

"PERGI! JANGAN MENDEKATIKU! AKU TIDAK MAU!." Minghao melempar bantal, selimut, atau bahkan benda disekitarnya.

Tangannya yang awalnya terpasang infus, kini terlepas dan mengeluarkan darah dari punggung tangannya. Minghao tidak memperdulikan itu, yang ia mau hanya Hyung nya saja. Dia membutuhkan seseorang yang menyelamatkannya itu.

"Hao, ini kami. Kupse Hyung sama Hannie Hyung ada di sini." Ucap Seungcheol.

"TIDAK!!... Hannie Hyung... Aku tidak mau di sini... Aku tidak mau!." Minghao menutup kedua telinganya dan memejamkan matanya.

"Hyung ada di sini, Minghao. Lihat Hyung, Hyung sudah ada di sini." Jeonghan memegang kedua tangan Minghao dan melepaskannya secara perlahan.

"Bohong!."

"Eisa-ya..." Lirih Jeonghan

Minghao terdiam seketika. Panggilan ini adalah panggilan yang Hyung nya selalu katakan. Saat memanggil, pasti dia akan memanggilnya dengan panggilan itu. Hyung nya ada di sini. Dia pasti akan menyelamatkannya.

"Hyung ada di depan kamu, Eisa-ya. Ini Hyung, Hannie Hyung. Hyung kesayangan kamu. Disini juga ada Kupse Hyung. Kami berdua ada di sini."

Minghao mulai membuka kedua matanya dan melihat Jeonghan yang kini berada di depannya.

"Hannie Hyung..."

"Iya, ini Hyung."

Grep!

Minghao langsung memeluk tubuh Jeonghan. Ia menangis di dekapan seseorang yang ia cari. Jeonghan juga ikut menangis saat Minghao memeluk dirinya dan meracau tidak jelas.

"Tenang, kami ada di sini. Kami akan selalu ada di samping kamu, Hao." Jeonghan mengecup singkat rambut Minghao.

"Hao takut. Jangan tinggalin Hao. Nanti kalau dia bawa Hao, gimana? Hao gak mau. Di sana menakutkan, Hyung. Hao gak suka..." Ucapnya.

"Kami tidak akan meninggalkanmu." Seungcheol mengelus rambut Minghao.

•••

Sekarang tangan Minghao sudah kembali terpasang infus. Ia tertidur karena dokter menyuntikkan obat penenang. Tangan lembut Jeonghan mengusap pelan rambut sehat milik Minghao. Tetapi air matanya terus mengalir dengan deras.

"Aku merasa sedih karena Eisa kembali seperti ini, Cheol-a." Ucap Jeonghan tiba-tiba.

Seungcheol yang paham dengan perasaan sang istri langsung membawa tubuh yang lebih kecil darinya ke dalam pelukannya. Ia mengelus bahu Jeonghan berusaha untuk menenangkan sang istri. Dia juga sedih karena adik kesayangannya kembali histeris seperti beberapa tahun yang lalu.

"Aku tau. Aku juga sedih, sayang. Tapi kita tidak bisa terus bersedih. Kita harus terus membantu Minghao untuk menghilangkan traumanya secara perlahan. Walau cukup sulit, tapi kita harus berusaha." Kata Seungcheol.

"Sekarang kamu istirahat dulu. Kamu juga harus istirahat, kan?." Sambungnya.

"Tapi nanti kalau-"

"Biar nanti jadi urusan aku. Yang penting kamu istirahat. Aku bisa kok nenangin Minghao saat dia kambuh. Jadi kamu gak perlu khawatir." Ucapnya.

Seungcheol menuntun Jeonghan ke tempat tidur yang memang di sediakan di sana. Apalagi ini ruangan VVIP, jadi ruangan ini sudah seperti kamar pribadi.

Seungcheol membaringkan tubuh Jeonghan dan menyelimutinya hingga sebatas dada.

"Sekarang kamu tidur. Biar aku yang menjaga kalian berdua."

"Apa tidak apa?."

"Tidak. Tidurlah dan mimpi indah."

"Tapi nanti kalau ada sesuatu kamu bangunin aku, kan?."

"Iya. Aku bakal bangunin kamu. Sekarang tidur."

Jeonghan memejamkan kedua matanya dan mulai untuk tidur.

•••

Keesokan harinya, ruangan Minghao sudah penuh dengan para makhluk yang membuat dirinya yang baru saja bangun merasa kesal dan pusing. Ruangannya sudah seperti pasar saja karena banyaknya orang yang datang.

"Kok lo bisa masuk rumah sakit sih, Hao? Perasaan kemarin-kemarin biasa aja tuh." Tanya Dokyeom.

"Kok lo kepo banget jadi orang? Perasaan gue udah pernah mukul sama nendang lo tuh." Minghao meniru gaya bicara Dokyeom.

"Aelah, cuma tanya doang."

"Basi. Mending lo diem deh." Dokyeom seketika diam menuruti ucapan Minghao.

Di ruangan ini ada Dokyeom, Joshua, Hoshi, Woozi, Yuhao, Seungcheol, Jeonghan, dan juga ketiga orang yang menjadi kekasihnya itu. Untuk kedua orang tuanya, mereka sedang berada di kantin rumah sakit. Tidak ingin mengganggu waktu bersama milik anaknya dan teman-temannya.

"Udah lebih baik, Hao?." Tanya Joshua.

"Sudah, kak. Mungkin bentar lagi juga pulang. Iya kan, kak?." Minghao menatap Yuhao dan dibalas anggukan oleh sang empu.

"Hao pengen minum sesuatu."

"Minum apa?." Tanya semua orang bersamaan.

"Hao pengen susu Yuexianhuo."

"Susu apa itu? Kenapa kami tidak tau?." Jeonghan bingung.

Minghao sedih karena tidak ada yang tau susu kesukaannya.

"Mau berapa?."

Pertanyaan dari Jun sukses membuat Minghao senyum kembali. Ternyata ada yang tau susu tersebut.

"5!!." Seru Minghao senang.

"Aku pesankan sekarang."

"Makasih, Junpi!!."

"Tidak masalah, sayang."

Semua orang menatap Jun. Membuat Jun mengernyit bingung dengan tatapan yang diberikan padanya.

"Kenapa? Kenapa menatapku?."

"Lo tau apa yang Minghao inginkan? Darimana lo tau?." Tanya Seungcheol.

"Itu kan susu yang ada di China. Jelas gue tau karena gue orang China. Gimana sih, Choi." Sinis Jun.

"Yak, Wen!!." Kesal Seungcheol.

Jun tidak memperdulikan dan lebih memilih untuk memesan pesanan milik Minghao. Lagipula pasti di negara ini juga ada minuman seperti itu yang di impor dari China ke Korea. Jadi buat apa nunggu beberapa jam hanya untuk 5 susu.

"Tunggu sebentar lagi. Pasti minumannya akan datang."

"Okey." Minghao bertepuk tangan layaknya anak kecil yang bahagia karena keinginannya terpenuhi.

•••

To be continued...

TERJEBAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang