Aldo seketika terdiam setelah melihat isi kertas yang diberikan oleh sosok bertopeng yang menjadi bagian berjalannya permainan tersebut. Mereka diberikan satu per satu pisau tajam yang dibalut sebuah kertas untuk menutupi benda itu.
Aldo telah membacanya, kertas itu berisi peraturan tertulis. Alran benar-benar gila menurutnya, bagaimana bisa lelaki itu mempersilahkan membunuh lawan jenis, sekalipun menjadi pasangannya sendiri di permainan itu. Ia yakin suasana sekolah itu akan sangat mencekam, kacau dan rusuh, penuh teriakan dan jeritan.
"Cel?" panggil Aldo dan memperlihatkan isi kertas itu pada kekasihnya.
Ashel melihatnya lalu menatap lama kedua mata Aldo.
"Kamu tengan aja, aku bakal jagain kamu, okay?" ucap Aldo.
Ashel mengangguk pelan, menatap Aldo begitu dalam.
"Pisaunya biar di aku aja. Kamu genggam tangan aku, jangan sampai lepas, ya?" tambah Aldo lagi.
Ashel kembali mengangguk dengan kedua matanya yang terlihat penuh harapan. Namun entah mengapa, pikirannya malah dipenuhi sang Mama yang telah pergi, membuat hatinya terasa diremas begitu saja.
Ashel mendongakkan kepalanya, melihat beribu bintang yang bertabur di langit. Kemudian Ashel melihat satu titik bintang yang bersinar terang, membuat bibirnya tertarik, Ashel tersenyum getir.
Kini Christy dan Chika pun, juga sudah mendapatkan benda tajam itu. Begitupun Zirga dan Olla yang berada sedikit jauh dari mereka.
Christy melihat kertas itu cukup lama, dan terdapat tulisan 'kalian diperbolehkan membunuh siapapun, termasuk yang menjadi pasangan kalian'. Sesuai dugaannya, ini adalah permainan gila. Sama seperti yang dipikirkan oleh Aldo, ia yakin semuanya akan kacau jika dibebaskan seperti ini.
"Lo percaya, kan sama gue?" Christy memperlihatkan isi kertas itu pada Chika.
Chika melihatnya dan terdiam beberapa detik, lalu pandangannya terangkat, menatap Christy penuh harapan, semoga cewek itu tidak gila darah. Jujur saja ia sedikit takut setelah membaca kertas itu, hingga Christy bisa merasakan getaran di tangan Chika yang digenggamnya.
"Lo kenapa?? Gak usah takut, gue gak akan nyakitin lo!" ujar Christy. Kalimat itu lagi-lagi terucap dingin.
"Gimana gue gak takut, lo megang pisaunya aja kayak gitu," balas Chika melirik takut tangan kanan Christy yang memegang pisau, layaknya pembunuh berantai.
Melihat gaya Christy seperti itu, kembali mengingatkanya pada ucapan Shani. Ucapan perempuan itu memang benar, karena kapan saja Christy bisa saja membunuhnya, antara sengaja atau tidak.
"Yaudah nih.. Lo aja yang pegang." Christy mengulurkan benda tajam itu di depan Chika.
Bukannya mengambil benda itu, Chika malah terdiam.
"Heh! Ambil, malah diam.." Christy masih memegang pisau itu, menunggu Chika untuk mengambilnya.
"Lebih baik lo jauhin benda itu dari gue." Chika mendorong tangan Christy yang terdapat pisau.
Christy menghembuskan nafasnya kasar, cukup lelah menghadapi Chika yang selalu membuatnya naik darah. "Udah tau dirinya penakut, mau aja pindah ke sekolah ini. Gak jelas lo!" cibir Christy.
Chika mendengus kesal. "Lo benar-benar, ya!"
"AKKKHHHH!!!"
Christy menjerit kuat setelah lengannya malah digigit dengan sengaja oleh Chika.
"Cuma gini doang lo teriak, sekalinya berdarah-darah lo biasa aja!"
"Gila ya, lo! Ngapain lo gigit tangan gue!" kesal Christy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Year : Survive at School
Action[ On going ] "Kalian diperbolehkan untuk membunuh satu sama lain." "Saat di akhir, satu orang dari kalian akan menjadi MVP." • • • Bukankah sekolah tempat untuk menuntut ilmu? Bermain dan bersenang-senang bersama, dikalangan anak remaja? Bagaimana j...