(+17 Area!)
Awalnya hidup Kenan baik-baik saja, namun semuanya berubah ketika dia harus mengalami amnesia dan tinggal serumah dengan cewek manja serta maniak kutek berwarna-warni.
_______________________________________________
⚠Warning⚠
Harus siapi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Memilih diam, Kenan menaruh tubuh Gabby di atas kasurnya, setelahnya dia berjalan malas untuk mengambil kotak p3k.
Dia sudah menduga dari awal bahwa Kenan terluka, jika tidak terluka maka kemungkinan kecil Gabby tidak akan menangis.
Terlihat di atas kasur, Gabby tengah duduk di tepi kasur sementara kedua kakinya terjuntai ke bawah.
Dia saat ini tengah mengenakan baju tidur pendek, seperti biasa, warnanya merah muda— warna yang sangat feminim menurut Kenan.
"Lain kali lo jangan lari-lari, gue nggak mau lihat lo jatuh lagi." Kenan mengomel, dia kembali menghampiri Gabby dengan membawa kotak P3K di tangannya.
Gabby sudah berhenti dari tangisnya namun dia masih terisak karena merasa sakit di area lututnya. Dia sedikit merasa menyesal karena sudah berlari.
Ingat! Hanya sedikit.
Tentu saja Gabby merasa senang, meski dia merasakan sakit fisik karena jatuh, setidaknya bisa membuat Kenan peduli terhadapnya.
Ah, Gabby jadi kangen dengan Kenan waktu keduanya masih kecil. Dimana Kenan sering kali mengajarinya naik sepeda— meski akhirnya Gabby selalu terjatuh.
Kejadian itu persis seperti sekarang, dimana jika Gabby jatuh pasti Kenan akan berada di garda terdepan untuk mengobati gadis itu.
Sejujurnya Gabby sangat merindukan Kenan kecil. Bertumbuh remaja nyatanya membuat cowok itu berubah, dia merindukan kehangatan Kenan dan bukan kedinginannya Kenan.
"Kenan khawatir sama Gabby?" Gabby bertanya lirih, mata bulatnya memandang Kenan, sesekali dia mengerjap.
"Gue nggak khawatir, gue cuman nggak bisa lihat lo kesakitan begini,"
Gabby hanya tersenyum mendengarnya. Dia tahu jika Kenan saat ini tengah khawatir kepadanya, hanya saja gengsi cowok itu terlalu tinggi untuk mengakuinya.
"Ini nggak sakit kok Kenan, cuman sakit dikit aja sih," Gabby menerangkan seraya tersenyum tipis.
"Sama aja dodol!" Timpal Kenan, kesal.
"Ih, udah di bilang berkali-kali juga, nama Gabby tuh bukan dodol, Kenan!" Gabby menyahut tak terima lalu menggembungkan pipinya kesal.
"Hm, jadi yang sakit mana?" Kenan kembali bertanya, kali ini terdengar lebih lembut.
Gabby menunduk, sorot matanya terarah pada area lututnya yang sedikit berdarah. Untungnya hanya luka kecil dan tidak parah.
Kenan tidak bisa membayangkan jika Gabby mengalami luka parah. Mungkin dia akan dikeluarkan dari kartu keluarga jika hal itu benar-benar terjadi.
Gabby meringis pelan, membayangkan Kenan mengobati lukanya. Pasti sakit— persis ketika dia masih kecil dan lukanya diobati oleh Kenan.