Dunia berjalan seperti seharusnya, libur di akhir minggu lalu kembali lagi bergerak di hari aktifnya. Dayi kembali pada kehidupan normalnya tanpa mengatakan apapun pada siapapun. Kembali kuliah dengan jadwal yang sudah ada, kembali bekerja pada Vino dan makan siang atau sekedar mengerjakan tugas bersama Bang Anan dan Kak Arsyi, teman satu kelasnya yang setahun lebih tua. Bukan mereka berdua yang tua hanya Dayi yang memang lebih muda masuk ke angkatan mereka.
"Pucet banget, sakit lu dek?"
"Lah iya, Sakit?"
"Hm? Enggak, Cuma agak pusing aja.... Kecapekan mungkin"
"Habis ini udah nggak ada kelas, pulang aja kalo gitu, istirahat.."
"Masih harus kerja..."
"Harus kerja katanya......" Arsyi mendengus mendengar jawaban Dayi, itu terdengar seperti ledekan untuk dirinya dan Anan.
"Duit lu udah banyak, nggak kerja sehari juga masih makmur idup lu dek..." memang dibanding Arsyi, Anan jauh lebih cerewet seperti ibu-ibu bawel padahal dialah yang Alpha disini.
"Haha... tapi kasian Vino , belum ijin juga Kak, Bang..."
"Ya lebih kasian lagi dia kalo ntar lu tiba-tiba pingsan disana.... balik aja ya?" sekali lagi Anan membujuk.
'Vin, bisa jemput Dayi di kampus? .... Oh kebetulan dong, sini ke tempat cak Irun, enggak dia kayaknya meriang ini atau anemianya kambuh, dia ijin nggak kerja dulu ye hari ini.... Oke, kita tunggu... yoook...'
"Udah bentar lagi Vino dateng, biar dia anterin lu balik kebetulan dia masih di kampus, di perpus katanya tadi sama Inge."
"nah udah nggak usah bantah, bos lu langsung noh yang nganterin balik."
Menghela nafas berat Dayi kemudian berterima kasih pada dua temannya. Untung tugas mereka kurang sedikit. Dia lalu meletakkan kepalanya pada lipatan lengan diatas meja. Sebetulnya tugas tadi pun Dayi tidak benar-benar ikut membantu. Kepalanya terasa berat dan itu menyiksa, andai bisa dia lepas dulu kepalanya pasti akan dia lakukan dulu sebentar.
Sebenarnya Dayi sudah merasakan tubuhnya yang sakit sejak beberapa hari belakangan, hanya saja dia merasa masih bisa menangani sendiri sakitnya. Justru hal lain lah yang lebih mengganggunya sejak kemarin pagi. Tespek yang dia gunakan menunjukkan hasil positif. Benarkah dia berakhir disini? Dayi akan berakhir seperti ini pada akhirnya?.
"Bang Anan, Kak Arsyi?"
Keduanya menoleh dan menemukan presensi female Alpha yang manis itu, Inge. Pacarnya Vino.
"Hai nge.... Vino nya mana?"
"Lagi di parkiran Bang, Dayi nya turu?"
"Iya kayaknya.... Mukanya pucet banget tadi, lu yang gantiin dia kerja dulu apa Vino sendirian ntar?"
"Iya Kak, gue nemenin Vino ntar... itu anaknya" Inge yang melihat pacarnya sudah dekat lalu menepuk pelan punggung Dayi mencoba membangunkan selembut mungkin, "Ayi, yi.... Bangun dulu, ntar tidur lagi boleh, pulang dulu yuk, Ayi...." Kalau kata Vino semua orang akan memperlakukan Dayi seperti bayi dalam keadaan tertentu, seperti Inge dan dua temannya ini, sihir Dayi, Vino bilang.
Dan bagian paling lucu dari Inge adalah dia dan Vino memang lebih muda dari Dayi tapi Dayi dengan segala sihirnya membuatnya menjadi paling disayang, Omega memang menggemaskan dan manusia yang membenci mereka dan melabeli mereka lemah adalah orang-orang aneh yang sangat aneh. Saat Dayi hampir tidak sanggup membuka matanya, Inge maju nomor satu untuk menggendongnya di punggung, Female Alpha dengan kulit eksotis itu memang paling bisa diandalakan.
"sayang tolong obat Kakak di dashboard..."
Vino duduk di kursi belakang bersama Dayi, anak itu terlihat sudah setengah sadar.

KAMU SEDANG MEMBACA
VION
Fanfictionjika ada hari esok yanglebih baik dan kau bisa membawaku kesana, aku ikut denganmu ~Dayi dia terpaksa tumbuh dengan tekanan kuat dari seorang Alpha, terpaksa tumbuh menjadi seorang yg ketakutan pada para Alpha, tapi malam itu dunia seperti sengaja m...