6

276 27 4
                                    

  Hari ini adalah hari yang ditunggu oleh Jaerga. Ia akan mengikuti Olimpiade Sains tingkat nasional mewakili sekolah—sebenarnya ia memang sering mewakili sekolah dan menang, namun ia masih merasakan yang namanya gugup dan takut.

  "Jaejae jangan takut.. Ayah sama mama yakin kalau Jaejae pasti bisa. Okey? Menang atau kalah itu belakangan. Pastinya usaha nggak akan menghianati hasil". Ujar Jeffandra menenangkan putranya itu.

  " Makasih, ayah.. " Jaerga tersenyum.

  "Mama sama ayah nungguin di sini, ya.. Jaejae jangan gugup. Kami selalu do'ain yang terbaik buat Jaejae". Sambung Davira.

  " Oh iya ma, yah.. Nono mana? " Tanyanya tak mendapati batang hidung saudara kembarnya di sekitar sana.

  "Katanya nanti Nono nyusul abis urusannya selesai, sayang". Balas Davira.

  "Oh.. " Jaerga ber oh ria. "Jaejae masuk dulu ya? "

  "Iya sayang.. "


















  Jaevano menatap arloji di pergelangan tangannya sejenak lalu keluar dari rumahnya. Motor ninjanya sudah disiapkan oleh salah satu pegawai di rumahnya, ia lalu mengendarai motornya menuju tempat pelaksanaan Olimpiade yang diikuti Jaerga.

  Sebelumnya Jaevano sempat berkumpul dengan teman-temannya, ia merencanakan balap liar yang akan ia ikuti malam ini, tentunya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

  Setelah berkendara beberapa saat, Jaevano akhirnya sampai di lokasi tujuannya. Remaja itu tersenyum pas kedua orang tuanya yang sudah menunggu kedatangannya sedari tadi.

  "Nono abis dari mana aja? Kok lama banget? " Tanya Davira begitu Jaevano duduk di sampingnya.

  "Ke rumah temen. Ada yang sakit. Nono jenguk, deh". Jawab Jaevano berbohong.

  "Tadi Jaejae nyariin kamu". Ujar Jeffandra dibalas anggukan singkat oleh Jaevano.

  Setelahnya hening. Jaevano memang tak begitu dekat dengan kedua orang tuanya sejak menginjak masa biru putih entah karena dirinya yang menjauh atau karena kedua orang tuanya jauh lebih menyayangi Jaerga daripada dirinya.

  Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran Jaevano.

  "Kapan selesainya? " Tanya Jaevano memecah keheningan. Ia benci jika ia ada dalam satu tempat bersama kedua orang tuanya, tapi ia tak dihiraukam.

  "Sepertinya abis ini. Kenapa? " Tanya Jeffandra.

  "Nggak pa-pa". Jawab Jaevano sambil menyalakan ponsel pintarnya. Ia lebih memilih untuk bermain game daripada mempedulikan sekitar.

  Davira mengelus puncak kepala Jaevano. " Nono bosan ya? " Tanyanya lembut.

  "Hmm.. " Balas Jaevano. Ia meletakkan ponselnya ke dalam sakunya kembali. Entah mengapa moodnya berubah.

  "Nono tidur dulu nggak pa-pa". Davira membiarkan kepala Jaevano bertumpu pada bahunya.

  Setelahnya Jaevano memejam. Ia perlahan pergi ke alam mimpi.















  Jaerga kembali pulang dengan membawa medali emas dan sertifikat membanggakan yang lagi lagi membuat namanya melambung tinggi, jauh di atas Jaevano. Anak itu mampu membuat hampir semua orang, ah, kecuali Jaevano semakin bangga akan pencapaiannya.

  Nama Jaerga sangat baik citranya di mata para guru dan wali murid. Jauh berbeda dengan Jaevano.

  Mungkin saat ini Jaevano merasa iri pada saudara kembarnya itu. Ia tak mengucapkan apapun hingga keluar dari gedung tempat saudaranya menambah prestasinya lagi, ia hanya diam dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.

  "No, motor kamu biar dibawa sama Pak Joko. Kamu bareng ayah, mama sama Jaejae aja. Soalnya kita mau makan malam di luar buat ngerayain kemenangan Jaejae". Ujar Jeffandra yang hanya bisa dibalas anggukan oleh Jaevano. Laki-laki itu akhirnya memberikan kunci motornya pada Pak Joko, ia membuntuti kedua orang tuanya dan saudara kembarnya ke dalam mobil.

  Kali ini Jeffandra mengendarai mobilnya sendiri tanpa sopir pribadinya.

  Kini Jaevano duduk bersebelahan dengan Jaerga di kursi penumpang. Jaevano tampak enggan membuka suara, bahkan mengucap selamat saja lidahnya terasa kelu.

  Entah apa yang membuat Jaevano merasa iri berlebihan pada saudaranya sendiri.

  "No, lo kok diem aja sih dari tadi? " Tanya Jaerga pada saudaranya yang kini menyibukkan dirinya dengan ponselnya.

  "Terus gue harus gimana, Jae? " Tanya Jaevano.

  "Ya.. Minimal ngucapin selamat lah. Gak peka deh, lo". Balas Jaerga kesal.

  Jaevano menghembuskan nafasnya berat. Ia sebenarnya agak canggung untuk mengucapkan kata 'selamat' untuk saudaranya sendiri. Ia..










  Malu untuk mengucapkan kata sederhana itu.














  Karena sejujurnya ia tak pernah mendapatkan ucapan 'selamat' selain dari sahabat-sahabatnya.

 













  Wajar bukan, kalau Jaevano merasa iri?















  Melihat Jaevano yang malah melamun, Jaerga mencolek lengan saudaranya itu. "Heh, lo kok malah ngelamun sih? " Tanyanya heran.

  Jaevano menggigit bagian dalam pipinya.

  "Woi, No! "

  "Ck, iya nih.. Gue ucapin.. Se-selamat" Jaevano berucap gugup lelu menyibukkan dirinya lagi dengan ponsel, tak membalas senyuman manis yang ditunjukkan oleh Jaerga.

  "Karena hari ini adalah hari yang spesial buat Jaejae, ayah akan pesan semua makanan kesukaan Jaejae. Nono jangan protes, oke? " Jeffandra bersuara, terdengar seperti tak ingin dibantah.






















Author lanjut nih akhirnya (Soalnya sekarang hari minggu, free nggak ada kerjaan)

Semoga kalian puas ya buat chapter kali ini

Jangan lupa tinggalkan jejakkk

The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang