Sejak saat itu semuanya berubah. Jaevano menjadi tertutup, segala sisi manjanya hilang entah ke mana. Ia akan menjauhi keluarganya semampu mungin, dan tentunya membuat Davira dan Jaerga sedih. Kalau Jeffandra? Entahlah. Pria itu berlagak seakan semuanya baik-baik saja.
Sebenarnya Jaevano sendiri lelah terus menghindar, namun ia masih dikuasai egonya yang besar, membuatnya lebih memilih untuk terus mempertahankan pendiriannya.
Jaevano semakin hari semakin jarang terlihat di rumah. Ia lebih sering menginap di rumah temannya, hampir setiap malam anak itu menghabiskan waktunya untuk mengikuti balap liar.
Tanpa ia sadari, Jeffandra selalu mengintainya diam-diam. Pria paruh baya itu menyuruh bawahannya untuk memastikan keadaan putra sulungnya, bagaimanapun Jeffandra masih memiliki rasa sayang pada putranya itu.
Jeffandra terus menahan keinginannya untuk menyeret Jaevano pulang ke rumah. Ia tak ingin Jaevano semakin memberontak padanya, namun tepat hari ini ia sudah muak. Pria itu mendapat surat panggilan dari sekolah Jaevano dan Jaerga, yang berisi keluhan tentang Jaevano yang sudah hampir seminggu tidak mengikuti pembelajaran.
Jaevano tak menginjakkan kakinya ke sekolah sama sekali.
Orang tua mana yang tidak marah setelah mendengar kabar tersebut? Tentu setiap orang tua akan marah setelah mengetahui bahwa anaknya membolos sedemikian lamanya, padahal ia membayar mahal biaya sekolah Jaevano.
Bukannya apa-apa, meski kekayaan Jeffandra tidak akan habis tujuh turunan, ia juga lelah dengan sikap semena-mena Jaevano.
Malam ini, dengan emosi yang meluap-luap, Jeffandra memutuskan untuk turun tangan secara langsung. Ia menjemput Jaevano di apartemen Dirga.
Kini Jeffandra berdiri tepat di depan unit apartemen Dirga. Ia menekan tombol bel, berusaha sabar untuk menjemput anak nakalnya.
Cklek..
"O-om Jeff? " Dirga gemetaran melihat sosok penuh wibawa Jeffandra yang sekarang menatapnya dengan aura menyeramkan.
"Di mana Jaevano? " Tanya Jeffandra berusaha tenang.
"I-itu, Vano lagi m-mandi, Om.. D-Dirga panggilin V-vano dulu". Dirga berjalan masuk, ia menggedor gedor pintu kamar mandi dalam kamarnya, menyuruh Jaevano cepat tanpa memberitahu bahwa Jeffandra sudah berada di depan pintu unit apartemennya.
" Cepetannnnn! Woi! "
"Ck, iya nih! Gue keluar! "
Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Jaevano keluar dengan aroma mint yang menguar dari tubuhnya. Rambutnya basah karena keramas, bahkan wajahnya tampak lebih tampan 1000 kali lipat.
"Ada yang nyariin lo". Ujar Dirga pelan.
Alis Jaevano terangkat sebelah. " Siapa? " Tanyanya.
"Lo liat aja sendiri". Balas Dirga.
Setelahnya, Jaevano mulai mendekat ke ruang tamu apartemen Dirga. Tubuhnya mendadak kaku begitu iris obsidiannya menemukan sosok ayahnya yang sudah ada di sana.
Tanpa sadar tangan Jaevano gemetaran.
Anak itu diam-diam takut dengan ayahnya.
"A-ayah.. " Jantung Jaevano berdebar kencang. Keringat dingin langsung membasahi pelipisnya. Oh ayolah, Jaevano baru saja selesai mandi dan dirinya kembali mandi keringat karena kedatangan ayahnya yang sangat tiba-tiba.
"Ayo pulang, Jaevano". Jeffandra menekan nama Jaevano dalam kalimatnya. Matanya menatap tajam sang anak, membuat Jaevano semakin ketakutan.
" Vano ng-nggak mau pulang!" Balas Jaevano menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]
FanfictionSetelah kepergian putranya yang sangat menguras air mata, Jeffandra kembali diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat dua anak laki-laki tampan yang lahir tak lama setelah putranya pergi. Si kembar yang pertama bernama Jaevano Briyan Agnabrita...