Jaevano pulang dengan muka ditekuk, di sampingnya ada Jaerga yang sebelumnya memintanya untuk pulang bersama, motor lelaki itu akhirnya dibawa pulang oleh Pak Joko—salah satu supir yang dulunya pernah menjadi supir pribadi Jeno.
"Anak-anak mama tumben pulangnya bareng, nih? " Davira menyambut kedatangan kedua malaikat kecilnya itu.
"Nono tadi abis kena hukuman lagi, ma. Tadi ngadu ke Jaejae kalau kepalanya pusing". Jawab Jaerga.
"Kepala Nono masih pusing, nggak? " Tanya Davira khawatir pada Jaevano yang membalas dengan gelengan kecil.
"Udah nggak pusing kok, ma.. "
"Kamu abis ngapain lagi kok sampe dihukum? " Tanya Davira sembari mengajak kedua putranya duduk di permukaan sofa yang empuk di ruangan tersebut.
"Ketiduran doang tadi. Gurunya aja yang sensi". Balas Jaevano.
" Udah tau gurunya kek gimana, masih aja berani Van, Van.. " Gumam Jaerga agak heran dengan saudara kembarnya.
"Ya gimana lagi? Namanya juga orang ngantuk. Nggak bisa ditahan kantuknya". Jaevano membalas dengan lirikan tak suka pada sang adik kembar.
" Ya, kalo ngantuk ya ditahan. Gue aja bisa, masa lo nggak bisa? " Jaerga mengejek dengan tatapan yang sama seperti saudaranya itu.
"Kan itu lo, bukan gue".
" Harusnya lo bisa lah. Kan-"
"Udah, udah.. Kok malah berantem sih? Mama nggak suka kalian berantem gini, astaga.. " Tegur Davira pada kedua anaknya yang masih saling menatap sengit.
"Abisnya, Jaevano kalo dibilangin nggak mau nurut".
" Ya elonya yang salah! Gue sama lo itu beda! Nggak usah dibandingin gitu! Gue nggak suka, anjing! " Jaevano beranjak, pergi begitu saja dengan emosi yang meluap-luap.
Davira cukup terkejut mendengar umpatan dari bibir Jaevano. Ini baru pertama kalinya ia melihat Jaevano semarah itu, dan pemicunya hanyalah suatu hal yang menurutnya.. Sepele?
"Ngambek kan? Kesel Jaejae sama dia. Gitu aja marah! " Jaerga mengumpat dalam hati.
"Udah, nak.. Sekarang Jaejae mandi, bersih-bersih diri.. Nanti Mama panggil kalau udah waktunya makan malam".
" Ya udah, ma. Jaejae masuk ke kamar, ya? " Jaerga mencium kedua pipi Davira lalu pergi meninggalkan ruang tamu.
Malam telah tiba. Saat ini adalah waktunya makan malam bagi keluarga Agnabrita, dan keluarga itu tampak sudah berkumpul di meja makan termasuk sang kepala keluarga. Hari ini Jeffandra pulang lebih awal karena pekerjaannya sudah tuntas dan ia sendiri merindukan istri dan anak-anaknya.
Keadaan ruangan tersebut sangat hening, Jaevano dan Jaerga masih belum berinteraksi sejak pertengkaran tadi sore, membuat Jeffandra kebingungan.
"Tumbenan nih anak-anak ayah nggak semangat gini? " Tanya Jeffandra pada kedua anaknya.
"Lagi berantem mereka, mas". Davira menjawab rasa penasaran suaminya.
" Berantem kenapa? " Tanya Jeffandra penasaran.
"Cuma gara-gara perkara kecil, yah. Jaevano nya aja yang sensian". Balas Jaerga ketus.
Jaevano membanting alat makannya. " Lo ada masalah sama gue, hah?! "
"Udah, nak.. Udah.. " Davira berusaha melerai kedua anaknya yang sama-sama tersulut emosi.
"Gak mood gue! " Jaevano tiba-tiba beranjak, meninggalkan ruang makan yang masih mencekam.
"Jaejae ke kamar". Jaerga turut beranjak, membuat kedua orang tuanya menghembuskan nafasnya kasar.
"Mas, aku takut mereka jadi makin nggak akur.. " Ujar Davira pelan.
"Nanti juga baikan, Ra. Nggak usah khawatir gitu". Jeffandra menenangkan sang istri.
Kini Jaerga merenung di kamarnya. Sebelumnya ia berusaha menyibukkan dirinya dengan berbagai buku pelajaran, namun gagal saat ia kembali teringat pada pertengkarannya dengan Jaevano beberapa saat lalu.
Ia jadi merasa bersalah pada kakaknya itu.
Ia harusnya tau kalau Jaevano berbeda dengannya. Jaevano tak seperti Jaerga yang sudah biasa mempelajari banyak hal dengan cermat. Jaevano tak seperti Jaerga yang menyukai segala mata pelajaran.
Jaerga kini memahami,
Kalau dirinya memang salah.
Dan sekarang,
Ia bingung akan meminta maaf seperti apa ke kakak kembarnya itu.
Rasanya hatinya terganjal.
Jaerga menghembuskan nafasnya kasar. Ia menutup buku di hadapannya. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya, menghampiri Jaevano yang mungkin ada di kamar bernuansa abu-abu milik lelaki itu.
Jaerga memasuki kamar Jaevano tanpa permisi, dan ia mendapati Jaevano yang terlihat sedang belajar di meja belajarnya.
Tunggu..
Apakah Jaerga tak salah lihat?
Seorang Jaevano belajar?!! Apa ia sedang berhalusinasi?!!!!!
"Ngapain lo masuk ke kamar gue? " Tanya Jaevano yang menyadari kedatangan saudara kembarnya itu.
"Engg.. G-gue-"
"Kalau nggak penting, mending lo keluar". Sela Jaevano ketus. Masih dengan posisi yang sama. Tak memandang saudara kembarnya sama sekali.
Jaerga berdecak. Mau gue gorok leher nih orang.. " Gue mau minta maaf ".
Tubuh Jaevano mendadak kaku. Apa ia tak salah dengar?
" Gue baru nyadar kalo gue keterlaluan sama lo. Maafin gue, Van. Dari tadi gue nggak tenang mikirin gimana caranya buat minta maaf ke lo". Lanjut Jaerga jujur.
Mendengar kalimat Jaerga, Jaevano perlahan luluh. Namun ia masih ada sedikit gengsi yang membuatnya malu untuk membalas permintaan maaf saudara kembarnya itu.
"Udahan ya, ngambeknya? Gue nggak enak kalo diemin lo lama-lama, Van".
Jaevano menahan diri untuk tak tersenyum. Ia beranjak dari duduknya, menatap saudaranya yang kini juga menatapnya. " Gue maafin".
Senyum langsung terpatri di wajah tampan Jaerga. Anak itu berhamburan memasuki pelukan Jaevano, dan akhirnya mereka kembali berbaikan.
Memang begitulah alur hidup Jaevano dan Jaerga. Apabila bertengkar, salah satu dari mereka pasti akan merasa bersalah dan akhirnya meminta maaf.
Namun jika pertengkaran mereka lebih besar dan benar-benar menyinggung keduanya, mungkinkah mereka akan selalu saling memaafkan?
Annyeongggggg
Ketemu lagi sama author, hehe..
Mungkin beberapa dari kalian agak heran karena author sering banget up nya..
Nggak pa-pa, deh..
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]
FanfictionSetelah kepergian putranya yang sangat menguras air mata, Jeffandra kembali diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat dua anak laki-laki tampan yang lahir tak lama setelah putranya pergi. Si kembar yang pertama bernama Jaevano Briyan Agnabrita...