Jeno menghampiri Jaevano yang tengah memandangi taman indah tempat mereka berada dengan tatapan takjub. Perlahan tangan Jeno menyentuh permukaan bahu sang adik, membuat Jaevano dengan segera menoleh.
"Lagi liatin apa? " Tanya Jeno sembari duduk di samping Jaevano.
"Taman ini. Lo sama bunda tinggal di sini selama ini ya, bang? "
Jeno mengangguk. "Kenapa emangnya? "
"Hmm.. Nggak pa-pa, sih.. " Jawab Jaevano. "Bagus banget taman ini. Gue mau di sini aja, deh".
" Nggak boleh, No. Kamu harus pulang abis ini".
"Lah, kenapa? " Tanya Jaevano kebingungan.
Jeno tersenyum penuh arti. "Ini bukan waktunya, No. Lagian sekarang Nono ditungguin sama Keluarga kita di rumah, loh. Emangnya Nono nggak mau ketemu mereka? "
"Engg.. Mau lah, Bang". Jawab Jaevano.
" Oh iya.. Abang mau pamit ke Nono".
Dahi Jaevano memgernyit. "Mau ke mana, bang? Nono ikut dong". Tanyanya penasaran.
" Nggak boleh, No. Belum waktunya".
Bibir Jaevano mencebik kesal. "Belum waktunya terus deh, bang. Ngeselin lo! "
Jeno mencubit gemas hidung mancung Jaevano yang menyerupainya. "Kan sekarang tugas abang udah kelar. Nono udah bahagia. Nggak ada yang bisa nahan abang buat lama-lama di sini".
" Maksud abang? "
"Abang mau pergi, No".
" Abang mau ninggalin Nono? "
"Iya". Jawab Jeno. " Nanti kalau Tuhan menghendaki, Kita pasti bakal ketemu lagi. Nono nggak usah sedih ya? "
"Berarti.. Nono nggak bisa ketemu abang lagi? " Mata Jaevano berkaca-kaca.
"Bisa kok. Nanti sesekali abang nyamperin Nono. Nono nggak usah sedih gitu".
" Abang janji ya? "
"Iya.. Abang janji".
" Nono sayang abang!" Jaevano memeluk erat kakaknya itu.
"Abang juga sayang Nono". Balas Jeno sambil tersenyum lembut.
Akhirnya kisah mereka berakhir. Segala suka dan duka telah mereka lewati, dan kini waktu yang tepat untuk berpisah. Meski begitu, Jeno dan Jaevano adalah dua orang yang terikat oleh takdir, mereka pasti akan bertemu.
Suatu saat nanti.
Perlahan mata Jaevano terbuka. Ia mengernyit kebingungan saat mendapati dirinya yang terbaring dengan alat-alat medis yang menempel di beberapa titik tubuhnya.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Mengapa ia terbangun dengan keadaan seperti ini?
"Nak.. Kamu bisa dengar saya? Jaevano? " Dokter Kian bersuara. Pria itu memeriksa kondisi Jaevano, berharap pasiennya itu baik-baik saja.
"A.. Yah.. " Jaevano bersuara dengan susah payah. Hidung dan mulutnya tertutupi oleh masker oksigen.
Apa yang terjadi?
Kenapa Jaevano tiak mengingat apapun?
"Ayah kamu sedang berada di luar, nak. Nanti setelah keadaanmu membaik, kamu bisa bertemu dengan ayahmu nanti. Sekarang kamu istirahat dulu, ya? Dokter akan menemani".
Jaevano menurut. Anak itu kini memejamkan matanya kembali. Tak lama kemudian, ia terlelap dengan tenang.
Kecelakaan.
Seminggu yang lalu Jaevano kembali mengalami kecelakaan di saat hendak pergi menemui teman-temannya.
Kepala Jaevano terbentur keras.
Mungkin itu yang menyebabkan anak itu lupa akan kejadian yang menimpanya beberapa saat lalu itu.
Namun kini akhirnya Jaevano membuka matanya. Anak itu tersenyum kecil melihat seluruh anggota keluarganya berkumpul di sisinya, menatapnya penuh sorot kekhawatiran.
Jaevano senang karena keluarganya sangat menyayanginya.
"Nono makan lagi ya? Masih banyak gini buburnya". Bujuk Davira lembut.
Jaevano menggeleng pelan, menolak. " Nono kenyang, mah".
"Tapi-"
"Jangan dipaksa, Ra. Kalau dia memang kenyang, kamu jangan malah memaksanya". Sela Jeffandra.
Davira pasrah. Ia akhirnya meletakkan makanan bekas Jaevano di atas nakas.
" Mah.. Yah.. Nono senang.. Bisa bangun lagi.. "
"Kami juga seneng kamu masih bisa bertemu kami, sayang". Balas Davira.
" Jangan tinggalin Nono ya? Nono sayang kalian.. "
Hallowww
Ending nih
Maaf kalo ga jelas
Semoga suka
Babai
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]
FanfictionSetelah kepergian putranya yang sangat menguras air mata, Jeffandra kembali diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat dua anak laki-laki tampan yang lahir tak lama setelah putranya pergi. Si kembar yang pertama bernama Jaevano Briyan Agnabrita...