16

408 29 11
                                    

Sudah dua jam lebih Jeffandra, Davira dan Jaerga menunggu Jaevano sadar di ruang rawat anak itu. Jaevano telah dipindahkan ke ruang rawat VVIP setelah anak itu berhasil membuka matanya meski sejenak, dan hasil pemeriksaannya menunjukkan angka baik.

Keluarga itu lega karena Jaevano masih diberi kesempatan untuk membuka matanya.

"Eunghh.. " Suara lenguhan Jaevano membuat keluarga itu mengerubungi tubuh lemah yang mulai menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dan benar saja, Jaevano perlahan membuka matanya meski anak itu sempat menutup matanya lagi untuk menyesuaikan matanya dengan cahaya ruangan serba putih itu.

Kepala Jaevano serasa seperti dihantam baru besar, rasa sakit terus membuatnya meringis kesakitan. "Sshh.. Sakitt.. "

"Nak? Kepala Nono sakit, ya? Mama panggilin dokter ya? " Davira menekan tombol emergency yang terletak tak jauh dari ranjang pesakitan Jaevano, ia berusaha menenangkan Jaevano yang semakin merasakan kesakitan.

"Ke-kepala Nono.. Sshh.. Sa-sakit, mah.. " Jaevano meremas rambutnya kuat-kuat.

"Mas.. " Mata Davira berkaca-kaca.

Jeffandra menjauhkan tangan Jaevano dari kepalanya. "Jangan begitu. Nanti kepalamu makin sakit, nak".

" Hiks.. Nono nggak pa-pa, kan? " Jaerga menangis.

Tak berselang lama, Dokter Kian berjalan tergesa memasuki ruang rawat Jaevano. Pria itu menyuntikkan obat pereda nyeri di cairan infus Jaevano, agar anak itu tidak tersiksa dengan rasa sakit yang terus menghujam kepalanya.

"Jangan buat Jaevano tertekan untuk saat ini. Itu akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Saya telah menyuntikkan obat pereda nyeri, nanti rasa sakitnya akan berkurang secara perlahan. Biarkan dia istirahat sejenak". Ucap Dokter Kian dibalas anggukan oleh Jeffandra.

Setelah kepergian Dokter Kian, Davira kembali mendekati tubuh lemas putranya. Jaevano; kembali memejamkan matanya. Anak itu memilih untuk tidur karena rasa sakit di kepalanya yang mengganggu, juga matanya yang terasa berat, ingin dibuat tidur saja.

"Nono yang kuat, ya? Mama selalu ada di sini buat Nono.. "














"Giliran gue sakit, mereka mau ngurusin gue sampe segininya.. "















"Apa gue mending sakit terus ya, biar kasih sayang mereka cuma buat gue doang? "















"Kalau aja gue itu Jaerga.. "













"Nggak ngelakuin apapun aja udah jadi kesayangan".















" Enak banget ya? "


















"Jaejae pulang sekarang juga nggak pa-pa. Jaejae pasti capek kan, nungguin Nono di sini? Biar Mama aja yang jagain Nono. Jaejae istirahat ya? Biar nggak kecapekan". Ujar Davira pada Jaerga yang masih memandangi wajah Jaevano yang masih terlelap.

Saat ini Jeffandra telah kembali ke kantornya. Pria itu tidak bisa berlama-lama di rumah sakit karena ada banyak meeting yang mengharuskan kehadirannya, juga pekerjaannya semakin padat akhir-akhir ini.

" Jaejae nggak mau pulang, mah". Balas Jaerga. "Jaejae mau nungguin Nono".

Davira mengelus rambut halus Jaerga. " Mama tau, Jaejae pasti khawatir banget sama Nono, tapi Jaejae juga harus mikirin kesehatan Jaejae sendiri. Mama nggak mau Jaejae sakit juga nantinya".

"Tapi ma.. " Jaerga menatap sayu wajah damai Jaevano.

"Dengerin mama sekali ini ya nak? "

Jaerga menghembuskan nafasnya berat. "Iya, mah.. Jaejae pulang dulu ya? Nanti malem Jaejae ke sini lagi".

Davira membalas dengan senyuman manis. Ia mengecup kedua pipi Jaerga dengan penuh kasih sayang. " Hati hati pulangnya ".















" Hoek! Uhuk! Uhuk! " Sedari tadi Jaevano terus memuntahkan makanan yang baru dicerna oleh lambungnya. Perutnya mual luar biasa, dan katanya itu memang efek dari trauma otak yang dialaminya akibat kecelakaan yang menimpanya.

Di samping Jaevano, ada Davira yang setia menahan berat badan anaknya itu. Jaevano tidak bisa mengendalikan keseimbangan tubuhnya, berulang kali Jaevano hampir ambruk karena tidak kuat menahan berat badannya sendiri.

"Udah, sayang? " Tanya Davira lembut.

Jaevano mengangguk lemah. Wajahnya pucat pasi. Perban masih melilit kepalanya.

"Mama bantu bersihin bekas muntahan Nono ya? "

Setelah selesai, Davira kembali membantu Jaevano berbaring di ranjang pesakitan anak itu. Ia mengelap wajah Jaevano yang basah oleh keringat menggunakan tissue, dan Jaevano terus memandangi wajah Davira yang tetap cantik meski usianya sudah tidak muda lagi.

Entah mengapa hatinya menghangat.

Bahkan air matanya tiba-tiba mengalir tanpa diminta.

Mungkin ia terharu karena ini adalah kali pertama ia mendapat kasih sayang, ah, mendapat sentuhan sehangat ini dari Davira.

Selama ini ia jarang sekali diperhatikan oleh sang ibu. Davira selalu sibuk dengan Jaerga, seakan Jaerga adalah pusat dunia Wanita tersebut.

Bisakah Jaevano egois kali ini saja?

"Kenapa sayang? Kepala Nono pusing lagi? " Tanya Davira khawatir.

Jaevano menggeleng pelan.

"Kenapa Nono nangis? Kasi tau mama alasannya". Davira mengusap air mata Jaevano lembut.

" Nono.. Kangen.. Mama.. "

"Nono.. Kangen diperhatiin mama.. Hiks.. Kayak gini.. "




















Tbc..

Typo di mana mana

Semoga kalian menikmati update an hari ini

Triple up

Selamat malam

Jangan lupa komen banyak banyak

The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang