18

381 29 7
                                    

  Jaevano kembali membuka matanya saat merasakan hembusan nafas hangat seseorang menerpa wajahnya. Ia terkejut saat melihat sosok tegas ayahnya yang kini setia mengelus surainya, bahkan pria itu tersenyum lembut padanya.

  Sebenarnya.. Apa yang terjadi?

  Apakah ayahnya kesurupan jin tomang?

  Bukankah ia dan ayahnya sedang bertengkar ya?

  Lagipula.. Sejak kapan Jeffandra mempedulikannya?

  Jaevano terdiam. Mungkin ini hanyalah khayalannya. Jeffandra yang tega mengasarinya mana mungkin bisa berlaku lembut seperti itu?

(Meski dulu saat Jaevano masih kecil, Jeffandra memang memperlakukannya seperti ini sih)

  (Tapi itu kan dulu! Bukan sekarang!)

  "Ayah membangunkanmu ya? " Jeffandra bertanya.

  Jaevano menatap tak percaya pria di hadapannya ini. Ini bukan mimpi.

  "Maaf. Nono mau makan? Biar ayah yang suapin Nono bub-"

  "Gue bisa sendiri". Bagaimanapun ego seorang Jaevano Briyan Agnabrita sangatlah besar. Anak itu masih enggan memaafkan Jeffandra dengan mudah karena ia masih merasa sakit hati pada ucapan Jeffandra saat itu.

  Jeffandra tersenyum getir. Ia ingin segera memperbaiki hubungannya dengan Jaevano. Bagaimanapun Jaevano adalah putranya. Ia harus bisa memenangkan hati anak itu.

  Jaevano hendak mengubah posisinya menjadi duduk, namun kepalanya mendadak pusing, membuatnya meremat kepalanya kuat. "Sshh.. "

  "Masih sakit kepalanya? " Jeffandra bertanya dengan nada khawatir.

  "Bukan urusan lo". Balas Jaevano ketus. Ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur, matanya memejam untuk menetralisir rasa sakit yang kembali menyerang kepalanya.

  " Biar ayah yang nyuapin kamu, No".

  "Enggak us-"

  "Ini perintah". Jeffandra menyela.

  Jaevano berdecak kesal. Ayahnya sangat keras kepala. (Sama aja sih kayak si Jaevano).

  " Ayo buka mulutmu". Akhirnya Jeffandra menyuapi Jaevano. Si empu hanya menurut, menerima satu per satu suapan dari sang ayah dengan perasaan campur aduk.

  Jaevano senang tapi juga kecewa. Ia senang karena Jeffandra memperlakukannya seperti anak kecil namun ia sedih karena kenapa Jeffandra baru berubah sekarang.

  Tanpa sadar air mata Jaevano jatuh ke pipi.

  "Kenapa, sayang? Kepalamu makin pusing? " Tanya Jeffandra khawatir.

  Jaevano tak menjawab. Isakan kecil keluar dari bibirnya. "Hiks.. Ayah.. Hiks.. "

  Jeffandra tersenyum kecil. "Ayah di sini, nak.. " Pria itu mendekap hangat tubuh putra sulungnya.

  "Hiks.. Ayah.. Hiks.. " Jaevano meremat pakaian Jeffandra.

  "Maaf. Ayah membuatmu menangis ya? "

 
















  Jaerga melangkahkan kakinya memasuki rumah. Ia baru saja pulang dari sekolah dan kini rasa rindu pada saudara kembarnya membuat Jaerga menghampiri kamar Jaevano, membuka pintu jati tersebut tanpa izin dari sang pemilik.

  Netranya menemukan sosok saudara kembarnya yang kini tidur dengan posisi menyamping, membelakanginya. Perlahan Jaerga mendekat, matanya memanas.

  "No.. Maafin gue.. Gue tau gue salah tapi jangan terus terusan diemin gue gini.. Gue nggak fokus buat ngelakuin apa apa gara-gara mikirin elo.. Gue kangen waktu lo ngatain kalo gue kek cewek, suka ngomel terus.. Gue kangen berantem sama elo.. Gue kangen ngeledekin lo kayak biasanya.. "

  Air mata kini telah membasahi kedua pipi Jaerga.

  "No.. Jangan jauhin gue terus.. Lama lama gue bisa mati konyol, No.. Gue kangen elo.. Kita saudara.. Harusnya kita akur.. Hiks.. " Isakan keluar dari bibir Jaerga.

  "Gue janji deh, kalo ayah atau mama banding bandingin kita lagi, gue bakal belain lo.. Hiks.. Gue janji.. "

  Kepala Jaerga menunduk. Dadanya terasa sesak saat ini.

  "Gue masih sayang lo, No.. Lo harus tau itu". Ujarnya sambil mengecup puncak kepala Jaevano lalu berjalan meninggalkan kamar sang kakak.

  Setelah Jaerga keluar dan pintu tertutup rapat, Jaevano membuka matanya. Ia mendengar semua penuturan saudara kembarnya itu. Ia juga turut merasa sesak melihat Jaerga yang seperti itu.

  Ia sebenarnya ingin berbaikan dengan Jaerga, namun ego Jaevano sangatlah tinggi.

  Jaevano bingung bagaimana ia mengembalikan hubungannya dengan sang adik.

  Ini bukan kesalahan Jaerga. Ini kesalahan takdir. Jaevano tidak bisa menyalahkan siapapun kali ini.

  Jaevano menghela nafasnya berat. Matanya sudah memanas sejak tadi, dan kini ia akhirnya meneteskan air matanya untuk mengeluarkan segala emosi dalam dirinya.

  Jangan lupa kalau Jaevano adalah kakak Jaerga. Seharusnya Jaevano lebih dewasa daripada adiknya itu.

  "Hiks.. Maaf.. "


























Lanjut lagi nihh

Siapa yang nungguin?

Kayaknya cerita ini pendek banget deh

Habis ini mau tamat

Karena itu jangan lupa mampir ke cerita baru aku yaa

Visual tokohnya tetap Jeno yang ganteng kok

Genre nya aja yang beda

Yaudah segitu aja

See you next time

The Other Side Of Humanity 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang