Masalah Pertama

34 5 3
                                    


Di kelas XI-2 di SMA Hujan Permana, di jam istirahat makan siang.

Kebanyakan siswa di kelas itu sudah ke kantin, tinggal beberapa orang saja yang masih di kelas.

Amel Dzakarin adalah salah satunya. Cewek berwajah Indo itu terpaksa menunda waktu makan siangnya sebab harus mengerjakan tugas tambahan dari Pak Heri—hukuman karena tadi dia terlambat masuk di jam pelajaran Matematika.

Amel begitu fokus mengerjakan soal-soal Matematika. Dia tak menyadari kalau seorang cowok tampan, salah satu siswa di kelasnya itu, sedang memandanginya dengan kening mengernyit.

Dia juga tak menyadari kalau tiga orang cewek menghampiri mejanya dengan muka pongah. Salah satu dari mereka begitu saja mencopot earphone dari telinga kanannya Amel dan menjatuhkannya ke lantai.

"Ah!" Amel refleks berteriak, membungkuk untuk mengambil earphone-nya itu.

Ketika dia tegakkan punggungnya lagi, dia mendapati Chika Reveliga sedang menatapnya angkuh. Chika adalah siswa paling berkuasa di sekolah itu, anak tunggal dari donatur utama yayasan yang menaungi SMA Hujan Permana.

"Apa lo liat gue kayak gitu? Berani lo sama gue, hah?!" kata Chika sambil memelototi Amel. Dia taruh satu tangannya di meja Amel.

Amel saat ini memang menatap Chika penuh amarah. Rasa-rasanya dia ingin sekali mengumpat, tapi sebisa mungkin dia menahan diri.

Amel tahu Chika siapa. Dia tak ingin mencari masalah di sekolah barunya ini. Ayahnya akan sangat kerepotan jika dia sampai harus pindah sekolah lagi.

"Ngapain lo masih di sini?" tanya Chika ketus.

"Aku lagi ngerjain soal. Kan harus kukumpulin ke Pak Heri sebelum jam pulang sekolah," jawab Amel, menunjuk ke buku tugasnya.

Chika menatap buku tugas tersebut. Mukanya sinis.

"Heh, lo nggak usah sok pinter dah. Mendingan sekarang lo ke kantin dan ambilin makanan gue. Gue udah laper nih," kata Chika.

"Iya, buruan ambilin! Lo kan anak baru di sini. Lo harus ngelayanin Chika kayak pembantu ngelayanin majikan," ucap Dera yang berdiri di kiri Chika.

"Bener itu. Cepetan ke kantin! Ngambilin pesenan makanan Chika lebih penting daripada ngerjain tugas tambahan lu ini," tambah Megan yang berdiri di kanan Chika.

Bersama kedua temannya ini, Chika memang kerap merundung siswa-siswa yang tak disukainya atau dianggapnya lemah. Mereka sudah berkali-kali merundung Amel sejak kepindahannya ke sekolah tersebut satu minggu yang lalu.

"Tapi... aku cuman punya waktu di jam istirahat ini aja buat nyelesain tugas tambahanku ini. Kalau aku ke kantin sekarang, nanti—"

Brak!

Chika menggebrak meja, membuat Amel terhenyak.

"Gue nggak peduli soal itu. Sekarang lu ambilin pesenan gua di Bi Itoh. Kalo lo masih mau ngebantah gue, lu bakal rasain akibatnya. Paham lo?" ucap Chika dengan tatapan mengintimidasi.

Amel menutup mulutnya rapat-rapat dan mengepalkan tangan. Dia benar-benar marah pada Chika. Kenapa Chika selalu saja menempatkannya dalam situasi sulit?

Tadi saja dia terlambat masuk kelas saat jam pelajaran Matematika karena Chika memintanya membelikannya jus di kantin. Antrean di kedai jus lumayan panjang. Dan ketika dia kembali ke kelas, kepada Pak Heri Chika menyangkal kalau dia yang memesan jus itu.

Jebakan Chika berhasil. Amel tak punya cukup keberanian untuk membela diri dan menentang Chika. Bagaimanapun, dia adalah murid baru di sekolah tersebut.

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang