22. Tujuan

179 14 4
                                    

Tiga puluh sembilan tahun silam …

Hiruzen dan Biwako sedang mengadakan makan malam keluarga. Hari ini merupakan ulang tahun kedua anak kembar mereka. Seperti biasa, Hiruzen yang sibuk, menyempatkan diri untuk hadir.

“Selamat ulang tahun, Sayang,” ucap Biwako pada Ayane—putri bungsunya. “Selamat juga untukmu, Nak,” lanjutnya pada Minato—saudara kembar Ayane.

Ayane dan Minato lantas tersenyum lebar mendapati dua kantong kertas di tangan Hiruzen. Hiruzen, yang biasanya tidak terlalu terlibat dalam urusan hadiah, kali ini membawa sesuatu yang istimewa untuk kedua anaknya.

“Karena kamu menghargai waktu, Ayah memberikan jam tangan untukmu,” ungkap Hiruzen sambil menyerahkan sebuah tas kertas kecil kepada Minato. Minato tampak sangat senang membuka hadiahnya, mengagumi detail jam mewah yang baru saja dia keluarkan dari dalam kotak.

“Dan untukmu, Ayane,” Hiruzen melanjutkan, beralih pada Ayane yang tampak penasaran. “Ayah tidak tahu itu akan berguna atau tidak, karena hanya menebak-nebak sebelumnya. Semoga kamu tidak keberatan menerimanya.”

Ayane membuka kado dari ayahnya dengan hati-hati. Di dalamnya, dia menemukan sebuah cek kosong, yang berarti Ayane memiliki kebebasan untuk menulis nominal sesuai keinginannya. “Makasih banyak, Ayah! Ini keren banget!” seru Ayane dengan antusias.

Sepasang saudara kembar itu memiliki sifat yang sangat berbeda. Minato suka bekerja dan mencoba hal-hal baru, sementara Ayane sangat gemar mengikuti acara kuis di televisi. Hampir semua kuis sudah pernah dia jajal. Ayane menyukai sensasi kemenangan dan mendapatkan hadiahnya.

Hiruzen tersenyum melihat kegembiraan kedua anaknya. Meskipun dia tidak selalu ada untuk mereka, momen-momen seperti ini membuatnya merasa dekat dengan keluarga. 

Biwako, yang menyaksikan semua itu, merasa lega dan bahagia. Walaupun Hiruzen sering kali absen karena pekerjaannya, kehadirannya malam itu dan usahanya dalam memilih hadiah untuk anak-anak mereka membuat hari itu terasa sangat istimewa.

Saat sedang khidmat menikmati makan malam, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Tak lama kemudian, Teuchi datang tergopoh-gopoh bersama dua tamu tak diundang. “Maaf, Tuan. Saya sudah melarang mereka masuk,” lapor Teuchi. Dia tidak berani mengerahkan keamanan mansion, sebab salah satu tamu tersebut: Sarutobi Mosaru—kakaknya Hiruzen.

“Selamat malam, Adik,” sapa Mosaru dengan seringai sinis.

“Mosaru, mau apa kamu kemari?” tanya Hiruzen tak ramah, bangkit dengan geram. Dia belum bisa melupakan kejadian dua puluh tahun silam, saat Mosaru berusaha mencelakai kedua orang tua angkat mereka. Karena kejadian itu pula kakak tak sedarahnya tersebut harus mendekam di penjara.

Setelah peristiwa itu, Hiruzen tidak pernah lagi menganggap Mosaru sebagai kakak. Dia berharap pria berambut panjang tersebut meringkuk di balik jeruji tahanan selamanya. Hiruzen tidak akan pernah memaafkannya.

Mosaru mendudukkan diri di salah satu kursi makan yang kosong dengan acuh tak acuh. “Adikku tercinta, hari ini aku keluar dari penjara dan merasa kecewa. Orang yang aku harapkan akan menjemput dan menyambut kebebasanku dengan kegembiraan, ternyata tidak datang.”

Biwako beranjak mendekat pada suaminya, menatap gamang pada psikopat di hadapannya. Minato dan Ayane tidak terlalu mengenal Mosaru. Ingatan mereka tentang pria itu sudah samar-samar, karena percobaan pembunuhan terjadi ketika mereka berusia kurang dari lima tahun.

“Adik ipar, biasanya kamu selalu merona setiap kali bertemu denganku. Kenapa sekarang kamu terlihat tidak nyaman? Tidakkah kamu merindukan Kakak iparmu ini?” Mosaru tersengih, menatap tajam pada Biwako, wanita pendiam yang dahulu pernah menaruh hati padanya.

Akan tetapi, Mosaru tak mengacuhkannya, karena dia tidak ingin berkomitmen selain dengan Uzumaki Dynamics. Uzumaki Dynamics adalah tujuan hidupnya. Dengan perusahaan tersebut, Mosaru yakin dirinya akan mampu menguasai dunia.

“Hentikan ocehanmu, Mosaru! Sekarang katakan, apa tujuanmu kemari?” sungut Hiruzen, tidak mampu mengendalikan kemarahannya.

“Tujuan?” Mosaru tersenyum bersahaja. Kemudian menggerakkan tangannya, membuat pemuda yang sedari tadi berdiri di belakangnya—luput dari perhatian—mendekat. “Tujuanku ke sini adalah dia, Adik.”

Sorot penuh tanya berpendar dari manik mata Hiruzen, Biwako, dan kedua anaknya. Mereka tidak mengenal pemuda itu dan tidak mengerti mengapa dia alasan Mosaru menemui mereka.

“Perkenalkan. Dia anak dari Shimura Yukari. Namanya Shimura Danzo. Dan dia … anakmu, Hiruzen.” Mosaru tersenyum sinis melihat wajah-wajah terpegun di depannya.

Hierarki (NaruHina) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang