Pansa mulai bekerja setelah baru saja kembali dari makan siang dengan tim legal kantor, mempersiapkan materi untuk rapat hari ini. Suasana kantor masih sedikit sepi, banyak yang belum kembali dari istirahat. Pansa baru saja membuka laptop saat tiba-tiba ponselnya berbunyi, memecah keheningan.
Nama sang ibu tertera di layar, tumben sekali, pikir Pansa. Biasanya sang ibu tak pernah menghubunginya saat jam kantor, ia tau Pansa lebih sibuk akhir-akhir ini.
"Halo, bu," sapanya.
"Pansa, kamu lagi di kantor, sayang?" Suara ibunya terdengar lembut tapi sedikit bergetar.
"Iya, kenapa bu?"
"Neneknya ibu meninggal, baru aja dapet kabar dari rumah."
Jantung Pansa berdegup kencang. "Turut berduka, bu."
"Ibu sama ayah lagi di jalan mau ke bandara, untung masih dapet tiket. Ibu butuh bantuan kamu, sayang."
"Iya bu."
"Kamu bisa ke sekolah Leo nggak? Dia ada pertunjukan musikal perdana hari ini. Ibu baru aja setengah jalan tadi waktu dikabarin nenek meninggal, jadi ibu langsung putar balik."
"Acaranya jam berapa bu?" Pansa melihat note yang tertempel di mejanya, satu jam lagi rapatnya dimulai.
"Satu jam lagi, sayang. Kamu bisa, kan? Ibu minta tolong banget ya? Leo pasti kecewa kalau nggak ada yang nonton dia."
"Iya, bu. Pansa bisa."
Setelah menutup telepon, Pansa segera mengumpulkan dokumen-dokumen penting, menandainya untuk dikerjakan nanti, dan bergegas pergi.
*
*
*Pansa melangkah menuju lift, namun terhenti ketika Love mencegatnya di lorong. "Pansa, mau ke mana? Kita ada rapat kan bentar lagi. Dokumennya udah siap?" tanyanya.
Pansa menelan ludah, merasa tak enak pada Love. "Sebenernya, Love... aku kayaknya harus minta tolong sama kamu. Rapatnya bisa kita undur nggak?"
Love mengerutkan dahi, bingung. "Undur? Kenapa? Bukannya kamu bilang dokumennya udah siap semua ya? Emangnya urusan kamu nggak bisa diselesaikan setelah rapat?"
Pansa menghela napas, berusaha menjelaskan tanpa memberikan terlalu banyak detail. "Sorry, aku nggak maksud jadi nggak profesional. Tapi ini penting banget. Adikku ada pertunjukan musikal hari ini, orang tuaku tiba-tiba nggak bisa hadir, jadi mereka minta aku yang ke sana."
"Pertunjukan musikal?" Love mulai memahami. Namun, ada keraguan di wajahnya. "Tapi kita udah rencanain rapat ini jauh-jauh hari. Aku khawatir semua nggak sesuai rencana kalau kita nggak jadi meeting."
Pansa merasa semakin tak enak hati pada wanita di hadapannya, tapi waktu juga terus berjalan, ia khawatir akan terlambat. "Aku tau, dan aku minta maaf. Ini penting banget buat aku. Aku janji kalau udah selesai, aku langsung balik ke kantor."
Love menatap Pansa, berusaha mencerna situasi. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. "Oke, kita bisa undur. Tapi kamu harus mastiin semua laporan harus akurat."
"Makasih, Love," kata Pansa lega.
Love tersenyum. "Pergi aja, aku yakin show ini penting buat adik kamu."
Pansa tersenyum, melanjutkan langkahnya. Ia baru saja masuk ke dalam lift saat Love memanggilnya, membuatnya otomatis menahan tombol lift agar tak tertutup. "Iya?" Pansa bingung saat Love mendekat, ikut masuk ke dalam lift.
"Aku boleh ikut ke sekolah adik kamu?"
*
*
*Pansa berjalan cepat ke arah auditorium sekolah adiknya, napasnya terengah-engah karena berlari dari parkiran setelah terjebak dalam kemacetan yang tak berujung.
![](https://img.wattpad.com/cover/370693058-288-k255997.jpg)