Karena mulai ada yang nanya apakah cerita ini dijual, the answer is no. I write just for fun, buat nyalurin ide aja. That is why gue update seminggu sekali, kalau ada waktu luang ya nulis. Karakter yang gue tulis di cerita ini nyata, jadi nggak etis kalau diperjual-belikan (kecuali kalau ada kesepakatan dengan pihak terkait). So ya... you can enjoy this story for free, share it to your friends as much as you want 😉
________________________________Pansa tertawa melihat Leo tak bisa menangkap bola yang baru saja ia lempar. Anak laki-laki enam tahun itu berlari mengejar bola hingga ke sudut halaman.
"Larinya yang kenceng dong! Ah Leo payah," ejek Pansa. Leo memasang wajah cemberut, mengambil bola dari bawah pohon bonsai yang lebih tinggi darinya itu.
Pansa merebahkan tubuh di atas rumput, Leo melakukan hal yang sama. Cahaya matahari yang tak muncul sejak tadi membuat keduanya semakin nyaman berbaring di sana. "Wanna see something cool?" Tanya Pansa, bola basket itu sudah di tangannya kini.
"What?"
Dengan santai Pansa memutar bola basket di atas jari telunjuknya, tersenyum bangga melihat ekspresi kagum Leo.
"Woooowwww that's cool, kak!"
Pansa tertawa, menghentikan aksinya. "I know, I'm the coolest sister in the whole world."
Ucapan Pansa membuat Leo ikut tertawa. "Kakak bisa puter bolanya satu jam nggak? Buat supaya nggak jatuh."
Pansa duduk, meletakkan bola basket itu di antara dirinya dan Leo. "Bolanya akan tetap jatuh, sih."
"Terus kenapa kalau di luar angkasa astronotnya nggak bisa jatuh? Mereka terbang."
"Because there's no gravity out there."
"Gravity?"
"Yup, gravity, gravitasi. Coba liat ini." Pansa melempar bola itu ke atas, membuatnya terjatuh dan memantul pelan di atas rumput. "Yang narik bola itu ke tanah, namanya gravitasi."
"Jadi kalau di bumi ada gravitasi, di luar angkasa nggak ada?"
Pansa mengangguk. "Gravitasi itu gaya yang nggak terlihat, yang narik segala sesuatu ke arah Bumi. Gravitasi yang buat kita tetap di tanah, makanya kita nggak melayang kaya astronot di luar angkasa."
"Jadi, kalau aku lompat tinggiiii banget, aku bisa terbang nggak?"
Pansa terkekeh, selalu suka melihat antusiasme sang adik setiap kali ia mengajarkan hal baru. "Kamu bisa terbang sebentar, tapi gravitasi akan narik kamu kembali ke bawah." Pansa mengusap lembut rambut Leo. "Karena sejauh apapun kamu pergi, kamu akan kembali ke tempat yang sama. Tempat di mana seharusnya kamu berada."
Memiliki adik laki-laki yang didambakan sejak lama menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan untuk Pansa. Walau usia mereka sangat jauh berbeda dan tak terlahir dari rahim yang sama, ada ikatan unik yang mereka miliki. Kehadiran Leo membawa kegembiraan dalam hidup Pansa. Menyaksikannya tumbuh adalah kenangan yang begitu berharga, menjadikan hubungannya dengan sang adik terasa semakin istimewa.
*
*
*Aroma hangat cookies yang baru dipanggang memenuhi dapur. Pansa berdiri di kitchen island, memperhatikan sang ibu memotong sayur, menyiapkan makan siang untuk mereka.
Hal ini tak pernah terbayangkan beberapa tahun yang lalu, bahkan keberanian untuk berandai saja Pansa tak punya. Tapi sekarang, hal sederhana itu menjadi pemandangan yang lumrah baginya.Saat membantu mencuci sayur, Pansa tak bisa menahan diri untuk tidak melirik ibunya yang masih sibuk memotong sayuran. Memperhatikan wajah yang selalu melempar senyum lembut padanya, wajah yang telah membantu menyembuhkan banyak luka masa lalu.