Dengan sedikit ragu, Pansa melangkah ke rooftop hotel. Suasana hening di bawah berbeda jauh dengan kemeriahan yang terasa di sini.
Di meja utama, kue ulang tahun dihiasi lilin-lilin kecil, dikelilingi bunga-bunga segar namun tidak terlalu mencolok, hanya aksen sederhana yang membuat suasana jadi lebih hidup.
Di sudut, beberapa kursi dan sofa empuk dengan selimut dan bantal-bantal kecil tersedia. Para tamu hanya segelintir orang—yang menurut Gaby, hanya orang-orang terdekatnya. Itu sebabnya Pansa sedikit bingung saat Gaby mengundangya hadir di sini. Mereka baru kenal beberapa bulan, di kantorpun jarang bertemu. Entah apa yang membuat Gaby memasukannya ke dalam daftar tamu undangan.
"Pansa, hai! Welcome to my party."
Pansa menyambut pelukan hangat Gaby, menyodorkan kado yang ia bawa. "Happy birthday, Gaby."
"Thank you udah mau dateng ya! Enjoy the party." Gaby tak sempat lama-lama ngobrol dengan Pansa karena harus menyambut tamu lain yang juga baru datang.
Pansa mengambil satu gelas champagne dari pelayan yang baru saja lewat di depannya. Ia memandang sekeliling, mencari wajah yang barangkali tak asing baginya. Hanya beberapa yang pernah ia lihat di kantor, itupun tak kenal.
Tatapan Pansa kemudian jatuh pada wanita di seberang. Di tengah keramaian, Love berdiri menawan dalam backless dress hitam yang terlihat sempurna di tubuhnya. Kulitnya terlihat bersinar di bawah cahaya, rambut coklatnya tergerai lembut bergelombang, dan senyumnya memancarkan pesona yang rasanya sulit untuk dihindari.
Wanita cantik dengan backless dress, adalah kelemahan Pansa.
Saat acara inti dimulai, Gaby meniup lilin di atas kue ulang tahun, sorakan dan tepuk tangan terdengar riuh. Pansa tak bisa menahan diri untuk tidak menatap Love. Entah mengapa senyum Love membuat jantungnya berdegup kencang.
Setelah acara tiup lilin selesai, musik mengalun semakin kencang. Pansa merasakan dorongan untuk mendekat. Dengan penuh keyakinan, ia menatap Love yang kini sedang berdiri di dekat bar. Ia mengambil napas dalam-dalam dan melangkah mendekat.
"Love," sapanya, berusaha terdengar santai.
Love menoleh, matanya bersinar saat melihat Pansa. "Hei, aku pikir kamu nggak dateng!" Ia menerima gelas champagne dari Pansa dan mengangkatnya sedikit, "for Gaby."
"For Gaby," kata Pansa, dentingan gelas terdengar. "Tadinya aku nggak dateng, soalnya kata Gaby yang diundang orang-orang deket aja. Bingung kenapa dia undang aku."
Love mengedikkan bahu. "Mungkin dia anggep kamu menyenangkan, makanya diundang."
Jika diingat, Gaby memang lumayan sering mengajaknya makan siang berasama jika bertemu di kantor. Tak jarang wanita itu mengajaknya hang out di luar jam kantor. Tentu bersama Love.
Love tersenyum tipis, lalu menatap Pansa sejenak sebelum akhirnya berkata, "Sebenernya, mungkin Gaby ngundang kamu karena alasan lain."
"Alasan lain?" Bingung Pansa.
"Mungkin karena Rando..."
"Ha?" Pansa mendongak sedikit terkejut, menyadari ada sesuatu yang tidak pernah ia perhatikan sebelumnya. "Rando? Maksud kamu... sahabatku?"
"Iya, mereka lagi deket. Aku pikir kamu udah tau."
Pansa terdiam, otaknya berusaha mencerna fakta itu. Ingatannya melayang ke kejadian-kejadian kecil yang belakangan ini sering terjadi. Rando yang beberapa kali menawarkan untuk mengantarkannya ke kantor Love, alasan-alasan kecil untuk bertemu, atau mengajaknya nongkrong lebih sering dari biasanya. Sekarang, semuanya masuk akal—Rando tidak sekadar ingin bertemu Pansa, tetapi karena diam-diam mendekati Gaby.