4

900 135 44
                                    

"Mbak Pansa!!!!"

Kopi di tangan Pansa hampir saja jatuh jika ia tak segera menjauhkannya dari wanita yang kini memeluknya begitu erat.

"Ini kenapa jadi pada lebay gini sih baru ditinggal seminggu aja."

Mia merengut, mengambil paper bag berisi kopi dari tangan Pansa. "Kontrak lo berapa lama sih mbak? Bosen banget gue di kantor nggak ada lo, males liat muka mas Rando mulu tiap hari."

Pansa tertawa, mengikuti Mia ke sofa santai di sudut ruangan. "Enam bulan."

"Ya ampuunn, jadi selama itu gue nggak bisa ketemu lo? Seminggu aja rasanya lama banget!" Dari beberapa pegawai magang yang bekerja di sini, Mia memang yang paling akrab dengan Pansa dan Rando. Bukan karena Mia adalah keponakan pak Joshua, tapi wanita itu memang mudah bergaul. Tak jarang ia ikut nongkrong bersama Pansa dan Rando, bahkan bersama View.

"Ya nggak gitu juga, ini buktinya gue ke kantor. Gue kan nggak harus kerja di kantor klien terus, bisa dari mana aja."

"Jadi hari ini lo full ngantor di sini?"

Pansa menggeleng. "Entar sore gue ada meeting sama klien. Berhubung gue lagi males di rumah, yaudah mampir ke sini, bawain kopi buat lo dan Rando. Gue tau jam segini pasti lo lagi ngantuk-ngantuknya."

"Kan, apa gue bilang. Lo itu emang favorit gue, mbak. Ngertiin gue banget."

"Trus gue nggak favorit nih ceritanya?" Rando tiba-tiba datang, duduk di kursi yang bersebrangan dengan Pansa dan Mia.

"Yee.. elo sih masuk daftar top ten favorit gue aja enggak, mas."

"Nggak adil banget sih lo, pilih kasih," cibir Rando.

"Biarin."

"Ngomong-ngomong, gimana kantor baru lo, enak nggak?" Rando beralih pada Pansa.

"So far asik aja, orang-orangnya juga enak diajak kerja sama."

"Trus, ada yang cantik nggak di sana?"

Pansa dan Mia reflek berdecak bersamaan, melempar tatapan tak suka. "Gue udah tau arah pemibicaraan lo pasti nggak jauh-jauh dari cewe cantik, mas. Ganjen banget sih lo."

Rando tertawa, menyesap kopinya dengan santai. "Ya namanya juga usaha, nggak ada salahnya, kan?"

"Ya nggak salah sih usaha, yang jadi masalah itu lo selalu repotin orang lain tiap mau deketin cewe." Mia beralih menatap Pansa. "Udah mbak, jangan ditolongin kali ini. Kalau di kantor baru lo ada cewe cantik diem aja, nggak usah kasih tau mas Rando, entar ditinggalin lagi kaya temen kuliah gue."

Pansa tertawa, teringat wajah kesal Mia pada Rando dua bulan lalu, karena sehari sebelum bertemu, Rando memutuskan untuk mengakhiri pendekatannya dengan teman kuliah yang dijodohkan Mia dengannya. Padahal menurut Mia, temannya sudah memiliki rasa pada Rando, tapi entah mengapa laki-laki di hadapannya itu berbubah pikiran. Selama satu minggu penuh, Mia tak mau menyapa Rando, membuat laki-laki itu kelabakan karena Mia banyak membantunya dalam urusan kerja.

"Itu namanya nggak jodoh."

"Emang lo aja yang buaya, mas."

"Eh, si Vi kok nggak mau angkat telpon gue sih? kemarin gue hubungin buat reservasi VIP room di kafenya, tapi chat gue juga nggak dibales. Jadi gue telpon ke manajernya langsung."

"Lagi patah hati dia," sahut Pansa santai.

"Patah hati gimana? Dia baru putus? Bukannya dia nggak punya pacar ya?" Tanya Rando heran. "Wah atau jangan-jangan dia selama ini punya pacar tapi nggak ngasitau gue."

Gravity 2.0 (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang