Part 19

95 24 11
                                    

"Dad, can we go find Camellia now?" pinta Lily, setelah upacara bendera selesai beberapa menit yang lalu. Para tamu undangan mulai berbondong-bondong meninggalkan kursi masing-masing. Sedangkan, sang daddy masih ngobrol asyik dengan rekan-rekannya yang duduk berdekatan.

"Oke." Leofric mengiyakan kemauan sang anak. Dan dengan sopan, ia pun berpamitan kepada rekan-rekannya lantas meninggalkan tempat duduknya.

"Kita cari Camellia ke mana?" tanya Leofric sambil melangkah menuruni undagan tangga, dengan salah satu tangan Lily tergenggam.

"I don't know." Lily mengedikkan bahu. Tapi, pandangan mengitari sekitar. "Mungkin dia masih di backstage bersama teman-temannya, Dad," tebaknya.

"Kalau sudah pulang?"

Ucapan Leofric berhasil memupuskan harapan Lily untuk bertemu Camellia. Gadis kecil itu tampak melesu. Namun, ia masih optimis bisa bertemu dengan Camellia sekarang. Pandangan pun masih mengelilingi sekitar. Meneliti setiap sudut demi sudut, syukur-syukur bisa menemukan Camellia.

"I miss her so much. I don't know why. Setiap melihat wajah Camellia, my heart like so warm."

'Daddy juga, Lily,' balas Leofric dalam hati. Ia bahkan terkejut anaknya memiliki perasaan yang sama seperti dirinya terhadap Camellia.

"I want her to be my friend, not only my violin teacher, Dad."

'Daddy bahkan ingin lebih dari itu.' Leofric menyahutnya dalam hati, tanpa berpikir dan tercetus begitu saja. Setelah sadar apa yang baru terucap, ia justru kebingungan dengan maksudnya sendiri.

'Lebih dari itu? Maksudnya, apa aku menginginkan Camellia menjadi bagian dari hidupku? Menjadi istriku? Apa aku ... apa aku sudah jatuh cinta dengannya?' Leofric kembali membatin. Kini, debaran jantungnya semakin kencang. Dada berdenyutan tak keruan terasa seperti tertusuk-tusuk jarum.

"Tunggu sebentar, Lily." Leofric menghentikan langkah. Hanya ingin mengatur pernapasannya agar debaran jantung tidak seperti akan copot dari tempatnya.

"Dad, are you okay?" tanya Lily sambil mendongak menatap sang daddy, dan melihat lelaki itu memegangi dada. Wajahnya pun tampak memerah. Ada sedikit keringat bermunculan di kening.

"I'm fine." Leofric mengangguk. 'Tapi, Daddy selalu dibuat jantungan sama Camellia, Sayang.'

Lily manggut-manggut paham. Anggap saja daddynya tidak kenapa-kenapa meskipun ada perasaan khawatir. Lalu, ia kembali mengitari pandangan ke sekitar. Kali ini berhasil menemukan keberadaan Camellia.

"Dad, I see her!" seru Lily riang sambil menunjuk ke arah Camellia yang sedang berbicara dengan seorang pria.

Leofric yang mengikuti arah tunjuk anaknya, kekhawatiran pun langsung merambat ke seluruh tubuh. Sebab, lelaki yang bersama Camellia, Evan. Lelaki yang selalu berbuat kekerasan terhadap perempuan itu.

"Lily, kalau Camellia punya masalah mau membantunya tidak?" tanya Leofric sambil melihat anaknya, dan mendapat anggukan mantap.

"Of course. I want to help her."

"Sepertinya dia butuh bantuan kita sekarang," ucap Leofric lagi, membuat anaknya langsung mendongak, menatap dirinya penuh tanya.

"Really?" Lily ingin memastikan saja.

Leofric manggut-manggut.

"Oke. Kita bantu Camellia sekarang. Tapi, bantu apa, Dad? Camellia seperti terlihat baik-baik saja." Lily jadi bingung sendiri. Dengan pandangan masih tertuju ke arah Camellia agar tidak kehilangan jejak, ia terus berpikir, apa yang harus dibantunya sekarang?

Voice in the Violin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang