Part 4

98 18 0
                                    

"Tenangkan dirimu dulu. Jangan takut sama lelaki itu. Aku akan selalu melindungimu. Dan aku yakinkan, lelaki itu tidak akan pernah bisa mendekatimu lagi," ucap Kemal penuh tekad. Sedangkan, kedua tangan Camellia masih gemetaran sambil memegang gelas berisi air putih.

Mereka duduk di sofa, menenangkan diri setelah terjadinya kerusuhan.

"Mas, aku khawatir dia akan nekad melakukan sesuatu ke keluargamu. Dia kalau bertindak tidak mikir dulu. Apa pun yang dimau, pasti harus terjadi dan dituruti," balas Camellia cemas sambil menatap lelaki yang duduk di sofa tunggal. "Dia saja berani memukulmu dengan alasan yang sangat absurd."

"Aku sudah memiliki bukti kekerasan yang dia lakukan ke kamu, Mell. Kalau dia berani menyentuh keluargaku atau keluarga yang lain, aku benar-benar akan membawa kasus ini ke jalur hukum."

"Benar, Mell." Vivi membenarkan. Naya ikut mengangguk.

"Kita akan kalah karena keluarga dia cukup kuat dan terpandang. Papanya seorang pejabat, Evan juga terbilang pengusaha sukses di usianya yang masih muda. Pasti mereka akan melakukan segala hal untuk melindungi nama baik." Sudah dibuat pusing oleh kelakuan papanya. Kini, Camellia semakin dibuat pusing dengan Evan.

Dulu, saat pertama kali ia kenal Evan, ketika mendapat undangan untuk mengisi acara ulang tahun pernikahan orang tua lelaki itu. Evan terlihat sangat baik dan manis saat melakukan pendekatan kepada dirinya, sehingga berhasil membuatnya tertarik dan jatuh cinta. Tapi, siapa sangka di balik kebaikan dan sikap manisnya, tersimpan sifat monsternya yang mengerikan. Hanya diperlihatkan kepada dirinya dan orang-orang yang tidak lelaki itu sukai saja.

Sebenarnya, ia pun bingung. Yang dirasakan Evan kepada dirinya real cinta atau kebencian yang mendalam?

"Lupakan soal Evan. Sekarang yang perlu kita pikirkan, menyelesaikan masalah soal statement yang dibuat lelaki gila satunya lagi," ucap Camellia, dan mendapat anggukan dari ketiga orang kepercayaannya. Akan tetapi, ia butuh waktu. Ia butuh relaksasi untuk mendinginkan pikiran. Dan berendam di air hangat adalah solusi terbaik untuk meredakan emosi yang tercampur-padu tak keruan.

"Aku mandi dulu. Setelah ini, kita bikin klarifikasi. Aku akan live di Instagram jam dua." Camellia menaruh gelas ke meja kaca depannya. Ia beranjak berdiri, lantas mengayunkan kaki menuju tangga untuk ke kamarnya.

Setibanya di kamar, perempuan itu langsung menuju kamar mandi dan menatap diri dari pantulan cermin yang menempel pada dinding atas meja wastafel, memerhatikan wajahnya yang terlihat kusut. Perlahan, tangan kanannya memegang kepala bekas jambakan Evan. Masih tersisa rasa perih di pori-pori. Lalu, pandangan beralih ke lengan kiri bekas cengkeraman Evan. Terlihat warna biru lebam di kulitnya yang putih mulus.

"Masih menjadi kekasih saja aku sudah hancur olehmu, Van. Bagaimana nanti kalau sudah menikah denganmu?" gumam Camellia, miris.

Lalu, ia beralih memegangi leher bekas cengkeraman Evan. Masih ada rasa nyeri di sana. Dan itulah yang akan ia terima setiap membuat kesalahan yang disengaja atau pun tidak, serta mengatakan putus atau melakukan perlawanan dari kekerasan yang dilakukan Evan.

Memutus pandangan pada cermin, Camellia beralih ke bathtub. Ia memutar keran dan mengatur suhu air hangat. Sambil menunggu airnya tertampung separuh, ia menyalakan lilin aromaterapi chamomile yang sangat bagus untuk menenangkan sistem saraf, stres, dan emosi, lalu menaruhnya di ujung bathtub bagian samping kepala. Ia juga memberi beberapa produk khusus berendam ke dalam tampungan air. Setelahnya, ia melucuti seluruh pakaian dan masuk bathtub.

***

Sembari menunggu Camellia turun, Vivi sibuk membalas pesan-pesan masuk dari klien Camellia. Ada yang dari mengadakan event-event besar, konser bersama beberapa musisi dan penyanyi, beberapa acara pernikahan, brand-brand yang meminta Camellia menjadi model iklan, dan desainer pakaian yang meminta Camellia menjadi muse peragaan busana. Sedangkan, Naya dan Kemal, membalas pesan-pesan dari rekan musisi Camellia yang masuk di Instagramnya--yang dulunya sempat bekerja sama dengan Camellia saat masih menjadi musisi jalanan di kafe-kafe dan restoran.

Voice in the Violin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang