Part 15

113 22 12
                                    

Sambil melangkah menyusuri koridor rumah sakit, pikiran Leofric masih tertuju pada kondisi Camellia yang memiliki luka lebam di mana-mana. Ia sendiri bingung kenapa ada rasa tak terima dan sakit hati melihat perempuan itu disakiti. Dalam dadanya terasa bak tercubit, berdenyut nyeri. Ia seperti dejavu pada masa lalunya. Penyesalan yang terkadang masih suka menyiksa batinnya, bahkan sampai sekarang.

Tidak ingin mengingat, Leofric berusaha membuang bayang-bayang masa lalunya yang kembali mengusik pikiran. Ia juga berusaha mengabaikan persoalan Camellia. Namun, seiring kaki melangkah, pikirannya tetap tertuju pada kondisi Camellia yang mengenaskan. Entahlah. Hatinya terasa gusar dan tak tenang.

Ia juga merasa bingung dengan dirinya sendiri. Camellia seperti memiliki energi magnet yang kuat. Saat ia melihat wajah dan berada di dekatnya, sesuatu dalam dirinya terasa tertarik. Begitu nyata. Jantung pun ikut bereaksi, berdebar-debar cepat. Gugup dan nerves pun ikut menyertai. Bahkan, hanya mengingat wajah perempuan itu, sekarang jantungnya kembali terpompa cepat. Memang sangat aneh dirinya.

Tidak ingin dihantui rasa penasaran yang pastinya akan terus mengikuti setiap langkah, Leofric langsung mengambil ponsel dari saku celana kain. Lantas, menelepon Alfian setibanya keluar dari lobi rumah sakit.

"Al, ada tugas baru untukmu," ucap Leofric begitu sambungan telepon mendapat respons.

"Tugas apalagi, Teman?"

"Cari tahu tentang Evander Hiskiya Darael. Kulik kehidupan pribadinya dan sifat aslinya."

"Evander Hiskiya Darael? Bukannya itu kekasih Camellia?"

"Ya."

"Ada apa memangnya? Tidak biasanya kamu tertarik mengulik kehidupan orang lain," tanya Alfian bingung. Sebab, bukan Leofric sekali ingin tahu tentang kehidupan orang. Kecuali, orang itu memiliki sangkutan masalah dengannya. Terhadap Camellia pun, ia tidak memiliki kecurigaan karena itu membawa nama Leofric. Dan diwajarkan.

"Aku baru bertemu Camellia. Dia memiliki luka lebam cukup banyak. Aku mencurigai lelaki itu yang melakukan kekerasan terhadapnya, karena aku pernah memergoki Camellia mendapatkan kekerasan dari lelaki itu."

"Sungguh?" Suara Alfian tampak terkejut. "Tunggu. Tunggu. Kenapa kamu sangat peduli dengan kasus Camellia? Tidak biasanya mau ikut campur urusan orang."

"Kasihan saja melihatnya."

"Kasihan atau mengasih hati?" ejek Alfian diselingi tawa meledak.

"Ck!" Leofric berdecak kesal sambil melangkah menuju mobilnya terparkir. "Kerjakan saja apa yang kutugaskan."

"Siap! Siap! Nanti aku dan Tim akan bertindak. Seperti biasa, kamu tinggal tunggu hasilnya."

"Oke. Aku ingin semua informasi yang kamu dapatkan, ada bukti akuratnya."

"Siap, Bos!"

Leofric mematikan sambungan telepon setibanya di Rolls-Royce hitam legamnya, lantas memasuki mobil tersebut. Tugasnya sekarang adalah menjemput Lily, lalu melanjutkan perjalanan menuju bandara.

***

"Daddy, tadi aku menang lomba melawan Arlo," ucap Lily, yang kini sudah di mobil daddynya, sedang melakukan perjalanan menuju rumah sang nenek.

"Benarkah? Tadi lomba apa?" Leofric menanggapinya dengan semangat, dan sangat tertarik untuk mendengarkan ocehan sang anak yang hari ini memakai kostum merah-putih. Katanya, di sekolahannya sedang mengadakan lomba untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.

"Bawa kelereng dari sendok. Kata, Miss Susan, itu permainan yang sangat menarik untuk melatih konsentrasi kita dalam pekerjaan."

"Wow! That's right." Leofric membenarkan sambil mengangguk. "Dapat juara berapa?"

Voice in the Violin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang