Chapter 11: Bearing Shame

352 72 16
                                    

Cuma mo bilang, part ini agak deg-degan hehe

Thanks for your vote and happy reading~

Akhir-akhir ini, hubunganku dan Mas Soki membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir-akhir ini, hubunganku dan Mas Soki membaik. Seperti janjinya padaku, ia mulai banyak membagi ceritanya perihal kantor dan juga teman-temannya. Tentang masalah di kantornya yang telah selesai. Tentang salah seorang rekan kerjanya yang sangat lucu karena suka menciptakan lelucon-lelucon konyol, tapi cukup malas bekerja. Juga tentang salah seorang pimpinan barunya yang datang dari luar negeri. Konon katanya, pimpinannya tersebut berusia sedikit lebih muda darinya namun memiliki kecerdasan yang melebihi dirinya.

Wah, itu cukup menarik.

Kupikir selama ini Mas Soki adalah sosok yang paling pintar yang pernah kutemui. Ternyata di kantornya ada lagi manusia yang kepintarannya melebihi dirinya. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa wujudnya.

"Namanya Sakti."

Aku menoleh pada Mas Soki yang baru saja menyebut nama sosok yang sedang kami bicarakan itu. Saat ini, kami sedang berbincang di kamar. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Masih terlalu dini bagi kami untuk naik ke atas tempat tidur. Aku sedang duduk di meja kerjanya dan Mas Soki tengah berdiri di depan meja rias, tengah membersihkan dagu dan bagian kumisnya yang mulai sedikit tumbuh.

"Sakti Septian." Rupanya Mas Soki meneruskan perbincangan kami dengan menyebut nama lengkap laki-laki itu.

Jadi, aku mengangguk-anggukkan kepala pelan. Menyambut ceritanya tersebut dengan sedikit mengingat-ingat. Rasanya, nama itu seperti nama yang pernah kudengar sebelumnya.

"Dia lulusan Oxford S1nya dan MIT S2nya. Aku dengar dia sedang persiapan buat S3 di Oxford lagi."

Wah aku speechless. Memangnya beneran ada ya orang secerdas itu?

"Mel, kamu dengerin aku kah?" Mas Soki yang tengah mencukur bagian dagunya itu lantas menoleh padaku. Aku pun buru-buru mengangguk.

"Denger kok mas! Cuma aku takjub aja, sampe gak bisa berkata-kata."

Dengan bagian sekitar mulutnya yang dipenuhi busa pembersih jenggot dan kumis itu, Mas Soki kulihat tersenyum simpul.

"Keren ya? Aku aja amazed banget sama dia. Mana masih cukup muda."

"Beda setahun doang sama kamu mas."

"Ya kan itu artinya masih muda."

"Iya sih."

Lagi, Mas Soki menolehkan wajahnya padaku. Sorot matanya kini sedikit ia tajamkan. Cukup untuk membuatku agak gugup.

"Jadi maksud kamu, usia aku sudah tua gitu?"

Mendengarnya, lantas dua alisku terangkat naik.

"Eh, gak gitu kok mas!" Aku buru-buru melambai-lambaikan tanganku di depan. Tapi tak berapa lama, kudengar tawa Mas Soki pecah.

MBTI NMPL: Not My Possesive LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang