Play the music before read this chapter~
Kali ini aku mengakui bahwa aku adalah satu dari sekian perempuan paling beruntung di dunia. Bisa menikah dengan seseorang seperti Mas Soki yang sampai detik ini tak jua kutemui celah dan kekurangan dari dirinya. Bahkan kini, ketika kulihat ia menyetir mobil dengan sebelah tangan dan gulungan lengan kemejanya yang sedikit memperlihatkan urat-urat lengannya, lagi-lagi aku hanya menemui kesempurnaan pada dirinya.
Aku yang duduk di bangku penumpang, tepat di sebelahnya, seketika merasa seperti karakter utama dalam novel-novel fiksi yang terlalu fiktif. Aku adalah gadis biasa dan dia adalah karakter pria maha sempurna yang entah bagaimana memiliki ikatan takdir dengan gadis terlalu biasa sepertiku.
Mengabaikan suara music beritme sedang yang ia putarkan ketika kami berangkat tadi, aku tak bisa fokus memandang jalan di depan sana. Pandanganku sesekali kuarahkan padanya, tentunya sembari berpura-pura melakukan atau melihat hal lain. Dan lagi-lagi jantungku dibuat berdebar tak karuan. Padahal ia hanya menyetir casually.
Terakhir kali aku melihat Mas Soki menyetir sekitar delapan tahun lalu, saat ia menumpangiku menuju lokasi tes untuk masuk kampusku. Saat itu, ibuku yang mendadak ada meeting di kantor terpaksa batal mengantarkanku dan di saat yang bersamaan Mas Soki sedang berkunjung ke rumahku untuk mengantarkan titipan ibunya. Jadilah ia mengantarkanku sembari jalan kembali ke apartnya yang memang tak begitu jauh dari lokasi tesku.
Saat itu, aku pun masih saja dibuat terkagum-kagum oleh siluet tubuhnya yang duduk menyetir di sampingku. Padahal saat itu, bukan kali pertamaku meliatnya. Namun lagi-lagi, selalu ada perasaan seperti kali pertama setiap aku bersama dengannya. Mas Soki sespesial itu rupanya.
"Musiknya kekencengan gak sih?"
Entah karena ingin memulai percakapan atau sekedar berbasa-basi, Mas Soki tiba-tiba saja berujar sembari melirik ke arahku sekilas.
Mendengarnya, aku pun menjawab apa adanya.
"Enggak kok mas, udah pas ini." Begitu kataku.
"Oh oke. Ngomong-ngomong kamu nanti pulangnya jam berapa?"
"Jam empat sih mas, paling cepat setengah empat. Kenapa?"
"Mau ngajak kamu pulangnya bareng, gimana?"
Aku diam sebentar, berupaya mencerna pertanyaannya barusan. Bukan apa, seingatku Mas Soki selalu pulang pukul 3 di dua hari kerjanya kemarin.
"Memangnya kamu juga pulang jam segitu?" tanyaku, bermaksud memastikan.
"Iya," jawabnya tanpa pertimbangan.
Aku menganggukkan kepala. Mulai yakin bahwa tawaran yang diberikannya bukanlah hal yang buruk. Toh Mas Soki tidak keberatan dan seperti katanya, jam pulang kami sama. Bisa saja dua hari kemarin jam pulangnya kebetulan lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBTI NMPL: Not My Possesive Liar
FanficAkhirnya nikah sama crush! >-< T-tapi tunggu dulu! Ini kok mas crush possesive banget?!?!