Twenty-five. Irelyn

35 27 29
                                    

Dengan hati yang ikhlas, perlahan aku melupakan semua rasa seiring berjalannya waktu. -Irelyn Mather.

Sedari tadi, Irelyn menatap fokus akan Sean yang mengobati lukanya. Sejujurnya, ia sangat takut jika terus berdekatan seperti ini, Irelyn takut akan rasanya bertambah kembali di saat ia akan benar-benar melupakannya. Namun tentu Irelyn harus selalu ingat, bahwa Sean adalah sahabat kecilnya, yang sedari dulu ia anggap sebagai sang adik kecil yang manis.

Mengapa harus seperti ini Sean? Kenapa aku bisa menyalipkan sebuah rasa cinta kepada mu, sebuah pertanyaan yang sulit sekali untuk Irelyn jawab. Entah dengan bagaimana, ia juga tidak tahu akan hatinya itu yang memunculkan sebuah rasa suka pada sahabatnya.

"Lyn, apa kamu ingat? Saat kecil aku pernah terjatuh, dari permainan jungkat-jungkit sewaktu bermain denganmu dan Dara." Ucap Sean, setelah selesai mengobati luka pada lengan Irelyn.

"Tentu Sean. Saat itu kamu masih menjadi Sean yang cengeng." Sean mengukir senyumannya yang tipis beralih pandang mengarahkan tatapannya pada langit-langit kamar.

"Terima kasih, sudah menolongku Irelyn." Irelyn dibuat bingung dengan ucapan Sean saat ini, lantas tanpa aba Sean mengeluarkan sebuah tangisnya membuat Irelyn tambah bingung juga khawatir.

"Sean?! Ada apa? Tolong jangan buat aku khawatir." Tanya Irelyn kemudian mengambil beberapa lembar tisu untuk ia berikan pada Sean. Saat ini Sean menggeleng pelan menundukkan pandangannya, ia sama sekali tidak mempunyai rasa berani untuk melihat wajah Irelyn.

"Aku hanya merasa bersalah, karena telah menjadi orang yang paling egois." Ujarnya kemudian menghapus isak tangisnya.

Irelyn mengukir senyumannya dengan tatapan yang teduh ia berikan pada Sean. "Itu bukan salahmu Sean, hanya saja kita harus mengikuti sebuah perjalanan takdir saat ini." Ujarnya pada Sean.

"Kita sama sekali tidak bisa memaksakan tentang apa yang seharusnya bukan untuk kita, Sean." Gadis itu mencoba menenangkan Sean dengan sebuah rasa kesalahan yang telah diperbuat oleh dirinya sendiri.

Sean menghela nafasnya dengan cukup berat dan menghapus air mata yang telah ia keluarkan lalu melihat Irelyn yang berada di depannya dengan perasaan tenangnya. "Benar Lyn, semuanya sudah terjadi begitu saja hingga seperti ini. Aku minta maaf atas semuanya Irelyn." Apakah kita masih menjadi sahabat?" Ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Irelyn.

"Aku juga minta maaf atas semuanya Sean. Tentu, sampai kapan pun." Irelyn tersenyum dan membalas uluran tangan Sean untuk berjabat tangan.

Hari ini mereka harus melepas dan mengikhlaskan semuanya namun tidak dengan hubungan persahabatan yang sudah terjalin dan terikat sedari kecil, kita memang harus berdamai dengan sebuah hal yang sudah seharusnya.

"Irelyn lihat in-." Saat Dara membuka pintu kamar Irelyn untuk menemuinya, ia begitu terkejut karena melihat Sean yang berada di dalam kamar Irelyn secara berduaan.

"Irelyn? Sean? Ada apa ini?" Tanya Dara pada kedua sahabatnya itu, kemudian Sean segera untuk menghampiri Dara.

"Dara, aku bingung harus memberimu yang mana. Dua-duanya cantik seperti dirimu, sehingga aku memutuskan untuk bertanya pada Irelyn. Namun, Irelyn menyuruhku untuk memberikan semuanya padamu." Sean mengeluarkan dua kotak kecil yang berisi sebuah gelang tangan yang terbuat dari emas dilengkapi beberapa berlian dengan indahnya untuk ia berikan pada Dara. Sean mengeluarkan gelang tersebut lalu ia pakaikan pada pergelangan tangan Dara.

"Sean?! Ini sangat cantik." Ucapnya dengan begitu girang kemudian memeluk Sean dengan perasaan senangnya juga rasa terima kasihnya. Irelyn tersenyum hangat melihat kedua sahabatnya itu.

IMPLIED MESSAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang