Eleven. Irelyn

80 63 41
                                    

Tidak terhitung seberapa keras aku menyimpan perasaanku jika semesta sudah tidak memberi kesempatan untuk merubahnya. – Irelyn Mather.

"Selamat pagi Irelyn, butuh tumpangan ke universitas?" Tawar Sean sambil menyenderkan tubuhnya di samping pintu kamar seakan sudah tahu bahwa Irelyn akan keluar saat itu, melihat kehadiran Sean membuat gadis itu terkejut sehingga Irelyn menarik nafas begitu dalam dan mengusap dadanya mencoba menstabilkan detak jantungnya akan Sean yang membuat dirinya seperti itu.

"Tidak, terima kasih Sean." Tolak Irelyn pada Sean, kemudian mengunci kamarnya dan bergegas melangkahkan kakinya untuk segera pergi karena dalam waktu 30 menit lagi kelas akan dimulai.

Sean mengangkatkan kedua alisnya menatap Irelyn dengan santai, kemudian ia mengikuti gadis itu dan berjalan di sampingnya. Menyerah? Tentu tidak, Sean akan mengembalikan sikap keramahan dan kelembutan Irelyn padanya seperti dulu.

"Kenapa kamu selalu menolak kebaikanku Irelyn? Apakah aku sudah berbuat salah?" Tanya Sean.

Irelyn yang hanya melirik Sean sekilas, menggelengkan kepalanya singkat ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Sean yang diberikan kepadanya itu. Namun saat ini, Irelyn begitu keliru pada dirinya sendiri, entah kenapa ia terus merasa marah pada Sean padahal tidak seharusnya Irelyn bersikap seperti ini. Irelyn mencoba menyadarkan dirinya untuk mulai bersikap baik kembali pada Sean karena ia harus menjaga hubungan kedua sahabatnya itu, Irelyn tidak boleh lengah akan kebahagian Dara dan Sean yang akan segera ia lihat.

Tanpa Irelyn sadari saat ini bahwa dirinya telah sampai di depan lift untuk membawanya ke lantai satu, karena apartemen Irelyn berada di lantai tiga. Saat ia akan menekan tombol lift tersebut sebuah tangan sudah mendahuluinya membantunya dalam menekan tombol yang akan menjadi tujuannya untuk turun ke lantai satu. Lantas Irelyn mengedarkan pandangannya pada Sean yang masih berada di sampingnya itu yang kini tengah mengukir senyumannya dan mempersilahkan Irelyn untuk segera masuk ke dalam lift, lagi-lagi Sean berusaha untuk membantunya. Gadis itu hanya bersikap cuek kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk menaiki lift bersama Sean yang mengikutinya dari belakang.

Suasana di dalam lift saat ini begitu hening dan sepi, hanya ada Irelyn dan Sean dalam lift tersebut. Irelyn sama sekali tidak membuka sebuah obrolan begitu pun dengan Sean ia seakan bersikap cuek dan tidak peduli saat ini.

Entah kenapa tiba-tiba Irelyn merasa canggung jika berduaan dengan Sean seperti ini, kapan perasaan ini muncul pada dirinya? Sehingga membuatnya menjadi geli sendiri, Irelyn mengulum bibirnya berusaha menstabilkan dirinya seperti sebelumnya, namun sebuah guncangan datang dari lift yang sedang ia naiki sehingga membuatnya terkejut dan ketakutan, Irelyn memejamkan matanya dan berdoa agar dirinya baik-baik saja, akan tetapi tanpa ia sadari Irelyn telah memegang erat lengan baju Sean, membuat Sean mengukir senyuman tipisnya. Gadis itu membolakan matanya dan segera melepaskan genggaman tangannya pada lengan baju Sean, Irelyn mengeluarkan sebuah deheman dengan tubuh yang terasa kaku, lalu pintu lift itu terbuka, kini ia tengah sampai di lantai tujuannya.

Irelyn mempercepat langkahnya untuk segera keluar, perlahan pipinya mulai merah merona Irelyn merasa malu akan kejadian yang baru dialaminya.

"Lyn, tunggu." Ucap Sean menyusul langkah Irelyn yang begitu cepat.
"Apa Sean sudah gila? Kumohon jangan ikuti aku." Irelyn semakin mempercepat langkahnya sambil memejamkan matanya, ia berniat untuk menghindari laki-laki itu.

Setelah sampai diluar apartemen, sinar mentari menyambut dirinya dengan kilauan cahaya yang terpantul dari sebuah kaca yang tersimpan disekelilingnya membuat ia harus menutupi pandangannya. Kini gadis itu tengah menunggu Taxi datang mengantarkan dirinya ke universitas, sudah beberapa lama ia menunggu namun tak kunjung satu Taxi pun datang, Irelyn begitu tak ingat kenapa tadi ia tidak memesannya secara online. Jika terus menunggu seperti ini ia akan sampai dengan terlambat. Irelyn berdecak kesal mengharapkan sebuah Taxi agar segera datang untuk mengantarkan dirinya karena jarak universitas dengan apartemennya terbilang cukup jauh.

IMPLIED MESSAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang