Rute 16 (rescheduled) - Moonbeam

885 93 42
                                    

~the rain is falling down again

🥀

[Pada garis waktu yang ditarik mundur, mari bersama kita susuri bagaimana takdir berupaya mempermainkan manusia]

Dengan langkah terseok, Adri menahan deraan sakit. Luka serempetan timah panas di pinggang kembali ia dapat hari ini, tepat di menit pamungkas operasi penghadangan kapal tanker bermuatan bahan kimia, disisipi senjata ilegal, yang ditengarai berhubungan juga dengan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. Strategi yang sudah ia susun sedemikian rupa bersama timnya seolah berhasil diendus kemudian diacak-acak di akhir.

Menyusuri lorong apartemen yang sepi, sebab sudahlah larut malam, ia berhenti di depan sebuah unit. Seraya menarik napas dalam guna meredam sensasi panas perih bak ditempeli bara logam, mengandalkan sisa tenaga ia memencet belnya, berharap sang tuan rumah ada, masih terjaga dan bersedia membantunya.

Klik!

Smart door itu terbuka, menampilkan seorang perempuan dengan pandangan setengah buram, memakai piyama motif keropi hijau dengan ikatan surai mungil sebab rambutnya yang memang tak terlalu panjang.

"Masuk!" geretnya tanpa bertanya apapun lagi.

Segera Adri didudukkan di sofa ruang tamu yang terlihat menyatu dengan dapur dan ruang makan. Kondisi hunian yang sangat cukup dipusatkan sebagai pelarian bagi perempuan lajang seperti Lintang.

"Bentar, gue telpon Jose," ucap perempuan itu berniat mengambil ponselnya yang berada di ruang tidur.

"Jangan, Lin," sergah Adri lirih.

Sahabat yang Adri kenal sejak pendidikan itu menatapnya bingung. Jika, larangan ini dalam maksud takut misi gagalnya diketahui orang lain, rasanya sungguh tak menyentuh akal, sebab dokter polisi itu juga termasuk dalam tim Lyrae. Bahkan, sekarang Lintang heran mengapa Jose tak menangani ini sejak awal. Kemana pria itu pergi?

Kembali meraup udara dalam-dalam, Adri seolah menjawab keresahan orang di hadapannya. "Dia gak akan bisa, dia ketembak juga, saat berusaha ngasih pertolongan pertama ke gue."

Sudah pasti Lintang mengumpat, hingga akhirnya ia meraih kunci mobil. "Gak ada pilihan lain, ayok ke rumah sakit sekarang!"

Lagi-lagi, Adri menahannya. "Bukan ide yang bagus, Lin."

Perempuan itu memijit pelipisnya, berupaya keras memikirkan siapa kira-kira yang bisa dimintai bantuan merawat luka sahabatnya ini.

"Gimana kalau ...." Dengan ragu-ragu, ia mengutarakan satu nama. "Sal-maya?"

"Gue udah janji sama dia buat jaga diri dan baik-baik aja, gue gak mau lihat dia nangis lagi gara-gara khawatir, makanya gue kesini."

"Dasar lemah! Gak bisa diandalkan!" batin Lintang hampir gila. "Tapi, luka lo gak bisa dibiarin, sialan!" lanjutnya, sedikit menendang tungkai Adri yang tak jauh dari jangkauan, sebelum turut mendudukkan diri di sana.

"Teman lo," cicit Adri menyandarkan tubuh ke punggung sofa, sembari terus menekan celah luka berbentuk bulan sabit itu agar darahnya berhenti merembes.

Lintang ragu. "Dia dokter kandungan."

"Tetap bisa diminta tolong buat nanganin ini, please Lin, gue udah gak bisa nahan lagi, panas banget sekarang." Jujur, sedari tadi ia tak terlalu khawatir sebab ini termasuk jenis luka tembak keluar bahkan bisa dikatakan hanya menyerupai goresan yang terlihat mengoyak kulit dan jaringan superfisial, dibubuhi luka bakar ringan sebagai efek kejut proyektil saat terluncur dari larasnya -yang taksiran suhunya bisa mencapai 275°C.

ENAMOURED (UNDER CONSTRUCTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang