EPILOG

111 3 0
                                    

Axel semakin mengencangkan laju motornya di arena balap yang terlihat sepi karena memang bukan jadwalnya untuk balapan motor. Lagi pula ia datang untuk menenangkan diri dan mengenang di saat-saat dirinya yang selalu membonceng Marsya, sahabat kecil kesayangannya. Jadi, ia ke tempat itu bukan untuk adu balap motor seperti pada biasanya.

Di sepanjang jalan arena, pikiran Axel masih terus mengingat Marsya yang beberapa jam lalu dikuburkan dengan bantuan tangannya sendiri. Mulai sejak itu dan hari kemarin di mana Marsya menghembuskan napas terakhirnya, Axel menjadi benci dengan hari-hari itu.

Tanpa sadar kedua mata Axel menitikkan air mata karena selalu mengingat segalanya tentang Marsya.

"Aca, baru beberapa jam aja gue udah sekangen ini sama lo, Ca. Gimana kalo lama? Apa nggak gila gue, Ca? Apa gue sanggup?" Axel terus bergumam sepanjang jalan memutari arena itu dengan semakin menstater gas motornya tersebut.

Axel menatap langit yang terlihat gelap seperti ingin turun hujan. "Ca? Inget nggak kalo dimulainya cerita ini, kita selalu aja ribut. Dan menurut gue itu lucu, karena dengan itu gue bisa terus berkomunikasi sama lo."

"Walaupun balesan lo suka kesel sama gue, tapi gue tetep suka." lanjutnya lagi.

"ACIL! ACA BOCAH KECILNYA AXEL, GUE KANGEN LO!"

"KENAPA LO PERGI SECEPAT ITU, CA? LO DULUIN GUE!"

DUARGHHH!

Tiba-tiba saja suara petir menggelegar pertanda hujan akan datang. Sepertinya semesta juga ikut merasakan rasa sedih dan sakitnya Axel untuk menutupi jejak-jejak air mata yang dari tadi sudah mengalir membasahi wajah cowok itu.

Di saat itu juga Axel melajukan motornya keluar dari tempat tersebut. Ia ingin sekali menemui Marsya lagi walau Marsya sudah berada di dalam tanah. Kalau bisa ia akan terus menemani Marsya di sana agar Marsya tidak merasa kesepian.

Sesampainya di sana, Axel turun dari motornya dan mulai berjalan menghampiri makam Marsya yang sudah basah karena turunnya hujan. Bunga-bunga di atasnya sampai bertebaran karena tetesan air yang turun deras.

Axel yang masih mengalirkan air matanya menjatuhkan kedua lututnya di sana, ia menangis sejadi-jadinya sambil sesekali berteriak meneriaki nama Marsya sambil mengacak-acak rambutnya prustasi. Biarlah orang yang melihatnya menganggap Axel gila. Karena Axel sudah merasa gila di saat hilangnya Marsya.

Axel tercekat. "Aca, gue dateng lagi. Gue minta maaf kalo gue salah. Maaf kalo gue belum bisa mengikhlaskan lo karena berat banget rasanya. Tapi lo tenang ya, gue akan berusaha terus belajar ikhlas biar lo di sana juga tenang."

Axel mendongak menatap langit yang semakin gelap. "Ca? Lo liat kan, kalo gue di bawah sini sehancur itu tanpa lo,"

"Rasanya hati gue sakit banget kehilangan lo sampe selamanya gini."

"Kalo dikasih kesempatan, gue mau peluk lo sekali aja, Ca. Tapi gue sadar kalo ternyata gue udah nggak bisa lakuin hal itu lagi ke lo, bahkan lakuin hal lainnya."

Axel kembali menunduk menatap hancur gundukan itu. "Kira-kira setelah ini siapa yang bakal merengek-rengek ke gue saat gue nggak turutin apa yang diminta, ya?" Axel terkekeh kecil disela tangisnya.

"Terus kira-kira siapa yang bakal minta seblak lagi ke gue? Siapa lagi juga yang bakal minta eskrim rasa kacang ke gue?"

Ia menggeleng pelan. "Nggak akan ada lagi Ca, karena lo nya juga udah nggak ada."

Kemudian Axel mengelus nisan Marsya. "Maaf ya, gue terkesan cengeng. Gue gini cuma di depan lo doang kok. Jadi jangan marahin gue, ya?"

"Aca..., gue yakin pasti gue akan selalu merindukan lo di sana. Jadi gue mohon sama lo buat selalu dateng ke dalem mimpi gue, ya?" pinta Axel dengan suara serak.

"Gue juga yakin kalo lo denger gue."

"Gue janji buat selalu dateng ke sini, Ca. Biar lo nggak lupa sama gue," kekeh Axel diakhir kalimat. Ia terkekeh dengan suara yang parau.

"Apa lagi, ya? Rasanya masih terlalu banyak banget yang mau gue omongin ke lo, Aca. T-tapi..., gue masih nggak kuat kalo ngomongin sekarang karena gue cuma kuat buat adu kekuatan fisik sama orang." lagi, lagi Axel terkekeh diakhir kalimat untuk menutupi rasa sedihnya.

"Satu hal yang harus lo tau lagi.
Lo akan selalu gue kenang. Selalu ada nama lo di hati gue. Bahkan kalo gue boleh bilang, semua tempat di hati gue semuanya udah keisi nama lo. Marsya Syakhira."

"Satu hal lagi yang harus gue ulangi.
Acil, Aca bocah kecilnya gue. Gue sayang banget sama lo. Lo salah satu sahabat terbaik yang gue punya."

"Selalu inget ini di atas sana, ya? Kalo Aca punya Acel, Acel punya Aca."

"Kalo gitu, sampai jumpa di kehidupan yang abadi, Aca."

✏✏✏

AXELIO REGANTARA (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang