23. PUKULAN YANG TERBIASA

21 2 0
                                    

Voment.

***

Seminggu kemudian....

Eliza berjalan di koridor sekolah menuju mading. Sekarang waktunya istirahat, banyak murid berkeliaran dimana-mana. Setiap sudut penuh dengan penampakan manusia.

Ia berjalan dengan tenang, sebelum Eliza terjatuh terjerembab akibat bola yang terkena menendang kuat kepalanya.

Seketika itu pandangannya mulai mengabur. Eliza masih bisa melihat siluet manusia-manusia yang datang berkerumunan mengelilinginya.

***

Di sisi lain, Edvan beserta temannya sedang mengisi waktu istirahat dengan bermain bola basket. Mereka tidak ke kantin hari ini. Entah apa alasannya.

Permainan bola basket sudah dimulai sejak tadi. Suara bola yang terpantul dengan tanah menjadi musik yang memekik telinga. Cucur keringat meluncur mengelilingi bagian tubuh, membuat tubuh itu berkilau terkena matahari.

Edvan berusaha mengambil bola dari sang lawan yang hendak menujunya. Dan tepat! Dia bisa mengambilnya. Bola itu terus terpantul seiring Edvan memukulnya ke tanah lapangan. Tangan Edvan terangkat, membawa bola basket menuju ring. Lalu lolos dengan sempurna ke bawah kembali.

Suara riuh tepuk tangan menggema di sekitar lapangan itu. Tim Edvan berjaya mencetak poin lagi. Edvan ingin memantul bola lagi, namun seseorang dari tim lawan mendorong Edvan ke samping. Edvan yang tidak tau akan itu, malah melempar bola keluar dari lapangan. Tubuhnya tumbang jatuh ke tanah. Debu langsung menempelkan diri di baju Edvan.

Brukk

Suara gedubrak itu menggema, memukul alat pendengaran. Semua pandang mata tertuju ke arah sumber suara. Menjawab pertanyaan yang bersarang di kepala; 'apa yang terjadi?'

Edvan ikut mencari tau itu. Ia membangkitkan tubuhnya. Matanya memandang sekitar yang ramai mengerubungi satu titik. Edvan bilang itu, orang yang menciptakan suara gedubrak menggema tadi.

Edvan mencoba memilah semua orang yang berkeliling menciptakan satu lingkaran. Awalnya ia tidak bisa, karna para murid tidak mau membagi haknya berdiri. Tapi dengan segala upaya, Edvan bisa berdiri di depan melihat kejadian yang terjadi.

Matanya menelisik seluruh sudut wajah oknum itu. Mencoba mencari tau siapa itu.

"Eliza!" gumam Edvan kecil, tidak ada orang yang bisa mendengar itu. Bola matanya sedikit membesar akibat terkejut bahwa korban yang terhantam bola pukulannya itu Eliza. Adik tirinya.

Mata Eliza tertutup sempurna. Dia pingsan, itu yang Edvan tangkap dari gerak gerik Eliza.

Dengan segera Edvan memajukan langkahnya, lalu ia membopong tubuh ringkih Eliza. Semua pandang mata pastinya tertuju pada mereka berdua.

Sambil berjalan menuju UKS, Edvan masih bisa mendengar sayup-sayup opini yang dikeluarkan untuk mereka.

"Edvan selingkuh? Soalnya, kan dia pacaran kemarin sama Krayna?"

"Dia siapanya Edvan?"

"Edvan kok mau bawa cewek itu? Kalo aku yang pingsan, dia mau gak ya?"

"Gak usah kegatelan lo! Dia udah punya cewek tau!"

"Tapi itu...dia siapanya Edvan?"

Edvan tidak mempedulikan itu semua. Edvan hanya menganggap angin berlalu  yang tak kasat mata. Memang Edvan tidak berbicara pada publik bahwa Edvan dan Eliza punya hubungan saudara tidak sedarah. Ia hanya memberitahukan itu pada Krayna dan teman-temannya saja. Lagi pula Edvan malas mempermasalahkan itu.

SERAPHIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang