Bab 17 : Cenderamata

22 13 11
                                    

Lady Selena tidak menyangka dia akan menghabiskan waktu lebih dari 30 menit di sebuah toko buku. Berulang kali gadis itu mengecek Duke Alaric yang membersihkan debu yang menempel di buku, di rak paling pojok yang terletak paling jauh dari pintu masuk. Haruskah dirinya mengganggu waktu pria itu atau tetap membiarkannya asik dengan kegiatannya kali ini?

Menghela napas, Lady Selena memilih untuk melihat rak-rak buku yang lain. Sejarah, ekonomi, sihir, ilmu pedang, dan novel. Lady Selena berhenti di rak yang penuh dengan novel-novel, benda ini cukup populer sekarang. Gadis itu mengambil acak salah satu buku dan membacanya sebentar. Cukup menarik, itu membuatnya ingin bertemu dengan penulis novel tersebut.

"Anda membaca jenis itu?" Tiba-tiba saja Duke Alaric mengagetkan dirinya, Lady Selena cepat-cepat meletakkan novel yang diambilnya tadi dan berbalik menghadap pria yang baru saja mengejutkannya.

"Entahlah. Anda sudah selesai memilih buku?" balas Lady Selena balik bertanya dan Duke Alaric menunjukkan lima buku yang dia pilih, dua buku di tangan kirinya dan tiga yang lain di tangan kanannya.

Mereka pun menemui si pemilik toko untuk melakukan pembayaran. "Buku lawas, huh? Aku tidak menyangka akan ada orang yang membelinya." Pria tua yang merupakan pemilik toko itu terkekeh melihat buku yang ada di hadapannya.

"Apa ini tidak dijual?" tanya Duke Alaric kemudian.

"Tentu saja dijual!" jawab si pemilik toko.

Setelah melakukan pembayaran dan mendapatkan buku yang dipilih olehnya tadi, Duke Alaric berjalan di belakang Lady Selena yang menunjukkan arah ke toko selanjutnya, yaitu toko set alat tulis.

Tak lama kemudian mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Lonceng berbunyi saat pintu toko itu terbuka dan salah satu pelayan di toko itu menghampiri mereka. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyuman ramah.

"Empat pena bulu, satu botol tinta. Lalu apakah ada buku jurnal?" ujar Duke Alaric.

"Anda bisa mengikuti saya sebentar," balas pelayan itu lalu mengajak Duke Alaric untuk mengikutinya. Pelayan itu membawa Duke Alaric ke salah satu sisi toko di mana ada banyak buku jurnal berjejeran. "Apakah buju ini yang Anda maksud?"

"Ya, benar. Saya ingin membeli buku dengan sampul warna merah tua yang di sana dan yang coklat muda di sana." Jari Duke Alaric menunjuk barang-barang yang dia inginkan.

"Ada tambahan lain, Tuan?"

"Apa toko menyediakan pembatas buku?"

"Tentu, saya akan mengambilnya terlebih dahulu." Pelayan itu pergi sebentar untuk mengambil pembatas buku, sedangkan Duke Alaric melihat-lihat barang yang lain.

"Oh, Anda berbelanja dengan baik," ujar Lady Selena ikut melihat barang-barang bersama dengan Duke Alaric. Pria itu hanya tersenyum simpul dan mengucapkan terima kasih. Belum juga mengatakan hal lain, seseorang menyapa Lady Selena dan gadis itu pun mengobrol dengan orang-orang yang baru saja menyapanya.

Tinta, pena bulu, buku jurnal, dan pembatas buku, Duke Alaric sudah mendapatkan semua daftar belanjaannya yang tidak pernah dia rencanakan dari jauh-jauh hari. Sejak pria itu memilih pembatas buku dan membayar semua tagihan, Lady Selena belum juga selesai berbincang. Apakah dia harus menunggu?

Duke Alaric mengecek waktu dengan jam sakunya, sepertinya dia tidak mempunyai waktu untuk menunggu. Pria itu mendekati Lady Selena yang tengah asik berbincang dengan kenalannya. "Lady Selena, saya khawatir kita akan menghabiskan lebih banyak waktu di sini," ujar Duke Alaric begitu berada di samping gadis itu.

Orang-orang yang berbincang dengan Lady Selena segera mengalihkan pandangan mereka dan terkejut. Ternyata berita tentang kehadiran Mesin Perang Eldoria di ibukota bukanlah berita palsu.

"Saya sangat senang bertemu kalian di sini. Pastikan kalian datang di hari penutupan acara amal tahun ini, sampai bertemu dilain waktu." Masing-masing dari mereka memberikan salam perpisahan, kemudian Lady Selena meninggalkan tempat itu dengan Duke Alaric.

Mereka berdua berjalan berdampingan dalam diam. Tadinya Lady Selena bisa mengimbangi kecepatan jalan Duke Alaric, tapi lama kelamaan dia semakin melambat, kakinya mulai merasa sakit. Tanpa memberitahu Duke Alaric, Lady Selena berhenti dan mencari tempat duduk terdekat, dia melepas sepatu hak yang dia pakai hari ini dan melihat kulit kaki bagian belakang yang mulai memerah dan perih.

"Beraninya Anda berhenti begitu saja." Suara yang sudah cukup familiar di telinganya terdengar, Lady Selena mendongak mendapati Duke Alaric berdiri di dekatnya.

"Saya tidak bermaksud. Kaki saya terluka dan Anda sudah berjalan jauh," balas Lady Selena menjelaskan keadaannya tadi.

"Hari ini Anda terlihat santai, tidak ada jadwal untuk nanti atau setelah ini?" tanya Duke Alaric dan dibalas dengan anggukan kepala singkat. "Sayangnya saya memiliki janji dengan bibi siang ini, saya tidak bisa menunggu Anda."

"Kalau begitu tinggalkan saya di sini."

"Mana bisa saya meninggalkan Anda di sini, Lady Selena," balas Duke Alaric yang kemudian mengacak rambutnya sendiri. Bagaimana dia menyelesaikan hal ini? "Lady, apa Anda tidak masalah jika saya menggendong Anda?" tanya Duke Alaric mengatakan ide yang terlintas di kepalanya.

Sementara itu mata Lady Selena membulat mendengar ide konyol Duke Alaric. "Sebentar, mengapa Anda begitu memaksa kita harus pulang bersama? Jika Anda punya kesibukan, Anda tidak perlu mengurus saya di sini," ujar Lady Selena dengan dahi berkerut.

"Dengar Lady Selena, saya tidak ingin lebih lama di ibukota. Jika saya tidak mengindahkan perintah bibi, saya akan terjebak di sini lebih lama lagi. Entah hal apa yang akan saya lakukan di sini, bisa saja kita bertemu di kesibukan lain. Lalu apakah Anda tidak bosan melihat wajah saya terus?" balas Duke Alaric.

"Yah itu masalah Anda, saya tidak ada kaitannya."

"Tentu saja ada! Selain membantu Anda di acara amal, saya dan Sir Gareth mendapatkan tugas untuk menjaga Anda dan rekan-rekan Anda. Jika disimpulkan, kita pergi bersama maka kita juga harus pulang bersama." Duke Alaric segera berlutut membelakangi Lady Selena, menawarkan punggungnya. "Anda tidak mungkin membuat saya terlihat konyol begini lama-lama, bukan?"

Menolak? Rasanya hanya akan membuat perdebatan lebih panjang. Lady Selena pun meletakkan tangannya di bahu Duke Alaric, memposisikan tubuhnya di atas punggung pria tersebut, kemudian melingkarkan lengannya di leher Duke Alaric.

"Anda sudah siap, Lady Selena?" tanya Duke Alaric memastikan Lady Selena.

"Ya, cepat kembali ke istana," jawab Lady Selena.

Duke Alaric mengangkat Lady Selena dengan sangat mudah, dari balik bahu Duke Alaric, Lady Selena menyadari betapa tingginya tubuh pria itu. "Apa setiap hari Anda melihat pemandangan seperti ini?" tanya Lady Selena.

"Pemandangan seperti apa?"

"Sepertinya orang-orang terlihat kecil di mata Anda dan tidak perlu mendongak untuk melihat wajah orang lain saat berbincang," ujar Lady Selena memberikan penjelasan.

"Apa yang Anda bicarakan? Leher saya sakit setiap hari karena terlalu banyak menunduk untuk berbicara, khususnya saat berbicara dengan Anda." Entah itu candaan atau bukan, Lady Selena hanya mendengus dan memilih diam hingga mereka sampai di kereta kuda.

The Duke's Restful HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang