Laks menyambut kedatangan para orang tua di rumah. Mereka semua datang dengan banyak barang dan hadiah.
"Fisah mana? Kok tidak kelihatan."tanya Sinta setelah meletakkan barang bawaannya di atas meja.
"Ada di kamar."sahut Laks lalu mempersilakan para orang tua untuk duduk.
"Sudah sarapan kan?"kali ini Rista yang bertanya.
Laks diam lalu menggeleng. Mereka baru bangun dan dia juga baru selesai memasak nasi goreng ketika para orang tua datang.
"Kok belum? Kamu ini bagaimana sih Laks. Istri lagi hamil malah dibiarkan belum sarapan. Cucu mama yang dua itu, pasti sedang kelaparan. Benar-benar deh."omel Sinta lalu beranjak menuju kamar sang putra.
Ceklek
Tapi pintu tidak terbuka.
"Kok terkunci?"tanya Rista bingung membuat Laks mendekat dan mencoba membuka pintu tapi sepertinya memang dikunci dari dalam.
Tok tok
"Fisah, buka pintunya! Ada mama dan papa di luar."panggil Laks cukup keras membuat seseorang yang berada di dalam kamar ketakutan setengah mati.
"Kok mama dan papa mertua datang?"gumam Fisah bingung. Mana ia belum mandi. Bentukannya sekarang juga tidak baik dibawa keluar. Bisa-bisa ia disangka korban KDRT.
"I_iya abang. Aku mau mandi dulu."sahut Fisah dengan suara tak karuan. Masa bodoh, yang penting ia mandi dulu.
Sedang di luar, mereka yang mendengar suara Fisah langsung menatap Laks.
"Itu mantu mama kenapa? Kok suaranya serak, seperti baru selesai menangis."tanya Sinta dengan tatapan tajam.
Rista yang tadi diam juga segera berdiri dan mendekati menantunya. Fisah adalah putrinya, mana mungkin ia tidak kenal suara putrinya saat menangis.
"Laks, kalian baik-baik saja kan?"tanya Rista.
"Baik-baik saja, mah."sahut Laks. Entah bagaimana dia memberi pengertian pada orang tua, bahwa memang semua baik-baik saja. Hanya saja ada yang malu setelah malam pertama. Sesuatu yang Laks sendiri tak mengerti cara menghadapinya, karena ini juga adalah pengalaman pertama.
"Papa tidak akan membiarkanmu jika macam-macam dengan Fisah."ancam Bahrul membuat Laks mengangguk. Sedang Anhar hanya diam mengamati, mungkin nanti dia akan mengambil waktu untuk bicara dengan putrinya dan bertanya. Seandainya ada masalah, maka Anhar tidak akan berpikir dua kali untuk membawa anaknya pulang.
"Kalian sudah sarapan?"tanya Laks. Jika belum maka dia akan pergi keluar dan membeli beberapa makanan.
"Sudah. Perhatikan saja istrimu. Mama tidak mau kejadian seperti ini terulang. Meski Fisah terlambat bangun atau menolak makan karena mual, kamu harus memaksanya untuk sarapan. Mengerti kan?"tegas Sinta.
Laks mengangguk. Karena para orang tua sudah di sini. Sebaiknya dia segera jujur dan kembali mencoba menjelaskan. Semoga saja tidak ada masalah. Tapi sepertinya menunggu Fisah dulu.
Sinta mengajak besannya ke dapur untuk memeriksa persediaan bahan makanan.
Laks segera duduk bergabung dengan ayah dan papa mertuanya. Untungnya dia sudah membeli banyak barang tadi malam, persediaan sayur juga sudah lengkap karena semalam ia meminta bi Atun membeli banyak bahan masakan.
"Papa rasa rumah ini terlalu kecil kalau kalian punya dua anak."ucap Bahrul pada putranya. Sedang Anhar hanya diam. Kecil? Bahkan rumahnya lebih kecil dari ini. Orang kaya memang punya pemikiran yang berbeda.
"Ini sudah besar, pah. Setidaknya untuk sekarang."sahut Laks.
"Besar bagaimana? Baru masuk beberapa barang sudah terasa sempit. Belum lagi nanti kalau Fisah lahiran, barang-barang anak kalian pasti akan lebih banyak. Papa sarankan segera cari waktu untuk lihat-lihat rumah yang lebih besar atau bangun yang baru. Kebetulan kita ada tanah kosong."
![](https://img.wattpad.com/cover/375536189-288-k894728.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar Pak Dosen
RomanceAku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah datang melamar.