"Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dokter bilang tidak ada bayi."tanya Sinta menuntut penjelasan.
Laks menghela napas."Dari awal memang tidak ada bayi, mah. Fisah tidak hamil."
"Apa? Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya pada kami, Laks."marah Sinta.
"Sudah. Sudah ratusan kali, tapi apa mama mau dengar?"
"Setidaknya kamu harus terus mencoba. Lagipula kalian jelas menipu mama. Bukankah ada hasil USG dan di sana jelas ada dua bayi."Sinta tak bisa sembunyikan kemarahannya lagi. Ia sudah begitu senang karena akan punya dua cucu tapi ternyata cuma harapan kosong.
Laks hanya bisa mengatur napas lalu melirik Fisah yang masih tidur.
"Mama kecewa, Laks. Bisa-bisanya kamu menipu kami."ucap Sinta lalu duduk di sofa dengan kesal.
Bahrul mendekati putranya."Sekarang jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, meskipun sudah sangat terlambat."
Laks mengangguk lalu menatap kedua mertuanya."Sebenarnya awalnya Fisah salah kirim. Ia mengaku hamil dan tidak sengaja mengirim pesan__"
"Apa itu masuk akal? Anggap saja bagian salah kirim itu benar terjadi. Tapi untuk apa Fisah menulis pesan kalau ia sedang hamil."potong Sinta cepat.
"Mah, dengarkan penjelasan Laks dulu."tegur Bahrul membuat Sinta mendengus.
"Lalu Juwi melihat pesan itu dan kalian mulai ribut. Aku sudah coba jelaskan tapi kalian tidak peduli. Dan akhirnya jadi seperti ini. Intinya sudah coba kami jelaskan tapi tidak berhasil."
"Jadi itu semua salah kami? Salah mama gitu?"
"Bukan begitu, mah. Tapi semuanya sudah jadi seperti ini. Aku dan Fisah sudah menikah. Bisakah kita anggap ini selesai? Dan bukankah kalian harusnya senang bahwa aku dan Fisah tidak pernah melakukan sesuatu yang aneh sebelum menikah."
Semua orang langsung diam. Benar juga, kalau dipikir-pikir. Artinya putra putri mereka tidak pernah berbuat dosa.
"Iya. Tapi bagaimana dengan nasib dua cucu mama? Ini artinya mama tidak akan punya cucu."keluh Sinta membuat Laks mendekati mamanya.
"Cucu? Apa yang mama takutkan. Laks sekarang sudah menikah dan punya istri. Bukankah itu artinya tinggal selangkah lagi untuk punya anak."
Sinta langsung melotot. Seketika matanya kembali berbinar. Ia langsung berdiri dan memukul pundak putranya."Benar juga. Jadi tadi malam kalian menghabiskan malam pertama ya makanya tidak datang untuk makan malam."
"Uhuk"Laks langsung batuk. Tidak menyangka mamanya akan mengatakan hal seperti itu. Mana benar lagi.
Sinta tersenyum tipis."Benar kan?"
"Tidak."sahut Laks cepat lalu melirik kedua mertuanya yang juga menatap ke arahnya.
"Jangan bohong sama mama. Tadi pagi, Fisah keluar dengan rambut yang basah. Cara jalannya juga aneh, seperti baru lepas per__"
"Mama!"tegur Laks membuat Sinta tertawa.
"Baiklah. Mama akan diam."sahut Sinta masih dengan tawanya.
Laks segera mendekati kedua mertuanya.
"Maaf karena telah membuat mama dan papa khawatir. Sebelumnya memang hanya kesalahpahaman."
Anhar memeluk menantunya."Baguslah. Papa lega itu hanya kesalahpahaman."
Rista mengangguk dengan senyuman. Itu artinya putrinya tidak melakukan kesalahan dan bisa menjaga diri.
Laks membalas pelukan ayah mertuanya. Akhirnya, untuk pertama kalinya dia merasa diakui sebagai menantu. Awalnya Laks tahu kalau ayah mertuanya menjaga jarak dan itu hal yang wajar. Tapi sepertinya sekarang dia sudah dianggap sebagai menantu.
Anhar melepas pelukannya."Kami titip Fisah padamu. Jaga putri kami dengan baik."
Laks mengangguk yakin."Pasti, pah."
"Tapi mama punya sebuah permintaan."sela Rista membuat Laks menatap ibu mertuanya.
"Mama bisa mengatakannya!"
Rista menatap kedua besannya."Maaf jika permintaan ini sedikit berlebihan. Tapi apa kita bisa mengulang pernikahan anak-anak? Maksudnya begini, Kami ingin Fisah menikah dengan baik." awalnya ia tak menentang jika putrinya menikah di rumah sakit karena tahu mereka punya kekurangan. Tapi sekarang? Ia ingin memberikan pernikahan yang layak untuk putri mereka.
Sinta segera mengangguk."Tentu saja. Ini harus dilakukan. Awalnya kami justru ingin mengadakan pesta besar-besaran, hanya saja takut anak-anak tidak setuju. Tapi kalau sekarang, bukannya tidak akan ada masalah. Kita bisa ulang akad dan adakan resepsi, benarkan pah?"tanya Sinta pada suaminya.
Bahrul segera mengangguk."Betul. Kita bisa diskusikan ini secepatnya. Bagaimana jika dua hari lagi, kita adakan pertemuan keluarga secara resmi untuk membahas ini. Kita anggap saja bahwa anak-anak belum menikah."
"Kami setuju. Jadi Fisah juga boleh kami bawa pulang dulu kan?"tanya Rista membuat Laks melotot.
"Kenapa?"tanya Laks kaget, suaranya bahkan terdengar keras.
Sinta segera memukul putranya."Yang sopan kalau bicara dengan mertua."
"Iya. Tapi kenapa Fisah harus dibawa pulang? Kan kami sudah menikah."tanya Laks membuat para orang tua tertawa. Terutama Sinta, melihat respon putranya, ia justru semakin semangat memisahkan keduanya.
"Tidak akan lama, Laks. Paling cuma satu bulan."ucap Sinta membuat Laks menggeleng. Ingin protes tapi seperti biasa, tidak ada yang mau mendengar perkataannya. Jika begini, dia hanya bisa berharap Fisah menolah ide itu.
Namun nyatanya Fisah tidak menolak. Setelah keluar dari rumah sakit, wanita yang baru lepas perawan tadi malam itu bahkan begitu semangat saat tahu ia akan ikut orang tuanya pulang.
Bahkan tatapan yang Laks layangkan sama sekali tidak direspon. Entah tidak peka atau memang tidak peduli.
"Untung saja barang-barangnya belum dibongkar."ucap Fisah yang dengan semangat menarik tas besar berisi pakaian dan perlengkapan miliknya menuju pintu.
"Biar papa yang bawa."ucap Anhar yang segera mengambil alih tas putrinya.
"Makasih, pah."ucap Fisah dengan senyum lebar lalu berbalik untuk memeriksa apa ada barangnya yang masih tertinggal.
"Kamu nanti diantar suamimu saja ya, sayang. Mobilnya tidak muat."ucap Rista. Ia dan suaminya memang tadi pagi dijemput oleh besan mereka. Dan sekarang pun juga diantar pulang.
"Muat kok itu, mah."ucap Fisah tak mau ditinggal.
"Tidak muat. Ada barang kamu juga di kursi belakang. Mama sama mama mertuamu saja dempet-dempetan."
Fisah melotot."Ya sudah, barang-barangnya turunin lagi, mah. Biar Fisah muat, nanti barangnya biar abang yang antar."
Laks langsung melirik istrinya sinis kemudian melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah kesal.
"Loh?"kaget Fisah lalu menatap mobil yang juga mulai melaju.
"Bujuk dulu suamimu yang merajuk."teriak Sinta dari dalam mobil membuat Fisah mengernyit.
Loh, suaminya merajuk? Tapi kenapa?
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar Pak Dosen
RomanceAku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah datang melamar.