Bab 21

52.9K 2.2K 102
                                        

Abang di mana?

Aku nunggu di depan kelas ya.

Abang kok lama? Jadi jemput kan?

Abang.

Abang.

Aku sudah nunggu satu jam. Abang di mana?

Abang, aku di depan gerbang.

Abang!

Laks menghela napas saat melihat rentetan pesan dari istrinya. Bisa-bisanya dia tidak memeriksa ponselnya. Jika seperti ini, wajar saja Fisah marah. Bukan hanya lupa menjemput, tapi dia juga membuat wanita itu menunggu selama dua jam dalam keadaan tubuh yang sedang tidak sehat. Apalagi jika benar istrinya sedang hamil. Rasanya Laks ingin mengubur dirinya sendiri karena bisa lupa.

"Haih mama sangat kesal. Bisa-bisanya kamu lupa jemput Fisah."omel Sinta yang entah sudah berapa lama. Mungkin rentetan omelannya dimulai saat menantunya mengunci pintu kamar dari dalam dan menolak untuk membukanya meski sudah dibujuk.

Laks berdiri lalu kembali melangkah menuju kamarnya. Semoga saja setelah satu jam, Fisah sudah tenang dan bisa diajak bicara.

Tok tok

"Fisah, buka pintunya. Abang mau__"

Brukk

Perkataan Laks berhenti saat mendengar sesuatu dilempar ke arah pintu.

Sinta segera mendekati putranya lalu memukul pundak pria itu."Jangan buat Fisah tambah emosi. Ingat! Ia mungkin sedang hamil."

Laks diam. Dia tadi sudah keluar membeli tespek tapi benda itu belum digunakan. Fisah bahkan tak mau keluar dari kamar.

"Sayang, abang minta maaf. Hukum abang kalau kamu mau, tapi jangan seperti ini."teriak Laks namun tidak ada reaksi apapun.

Rania yang sedari tadi diam segera mendekat."Kakak ipar, ini salahku. Harusnya aku tidak meminta bang Laks menemaniku keliling."

"Fisah sayang, keluar ya. Kita bicara baik-baik. Mama mohon."pinta Sinta ikut membujuk menantunya. Namun tetap saja tidak ada sahutan.

Sinta segera saja berbalik lalu menatap tajam putranya."Lakukan sesuatu!"

Laks bergerak maju lalu mencoba membuka pintu. Istrinya sedang sakit dan kemungkinan besar sedang hamil. Laks juga tahu istrinya belum makan. Jadi dari pada menunggu pintu untuk dibuka lebih baik di dobrak saja.

Brakk

"Laks."kaget Sinta lalu melangkah mundur.

Bahrul segera mendekat dan membantu putranya mendobrak pintu. Jika tahu akan begini, lebih baik dulu dia membuat pintu tanpa kunci.

Brakk

Pintunya begitu kuat, bahkan setelah didobrak oleh dua orang, kayu kokoh itu sama sekali tak bergetar.

Ctar

Ceklek

Semua orang langsung menghela napas lega saat pintu terbuka dan menampilkan sosok Fisah dengan wajah pucat dipenuhi bekas air mata.

Dilamar Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang